A. Pendahuluan
Antropologi medis adalah cabang ilmu
antropologi yang mulai berkembang setelah berangkhirnya Perang Dunia II. Ilmu ini membahas
sistem kesehatan secara transkultural. Masalah lain yang dibahas adalah adalah
faktor bioekologi dan sosial budaya yangb erpengaruh terhadap kesehatan,
timbulnya penyakit. Para dokter memandang antropologimedis sebagai biobudaya,
yakni ilmu yangmemberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari
tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi tentang keduanya
yang mempengaruhi kesehatand an penyakit (Foster dan Anderson, 1986:3). Jadi,
antropologi medis adalah sebuah kajian interdisiplin antara ilmu kesehatan dan
budaya.
Etnomedisin
merupakan sistem medis pada masyarakat Non-barat. Etnomedisin yaitu kepercayaan
dan praktek-praktek yang berkenaan dengan penyakit, yang merupakan hasil dari
perkembangan kebudayaan asli dan yang ekspisif tidak berasal dari kerangka
konseptual kedokteran modern.
B. Isi
Sale
sinonim dari bersalai atau berdiang dengan cara dipanaskan, dikeringkan,
didekatkan keapi atau diasapkan. Cara ini bukan suatu hal yang asing lagi dalam
kehidupan masyarakat Aceh. Maka ada penganan cukup terkenal seperti pisang sale
dan ikan sale. Cara pengobatan dengan sale, diyakini bisa menyembuhkan berbagai
penyakit seperti sakit lutut, tulang, betis, dan itu telah berusia sekitar 177
tahun. Biasanya kayu yang digunakan (dibakar) untuk bersale adalah bak redeup
(kayu dadap).
Jadi,
sale sebuah teknik pengobatan sederhana. Cukup menggunakan tempat tidur atau
dipan dan bagian bawah tertutup, hanya memiliki pintu untuk memasukkan angglo
atau tungku sebagai alat pembakar bahan yang lainnya adalah arang, dan kayu
dadap. Teknik ini sudah dilakukan secara turun temurun.
Sementara Madeung adalah
teknik pengobatan yang lazimnya dilakukan wanita Aceh yang baru selesai
melahirkan. Hanya saja kayu bakar dicampur dengan daun dan rempah-rempah
tertentu yang mengandung aroma harum serta berkhasiat untuk kesehatan,
rempah-rempah yang digunakan ini termasuk dalam daftar jamu empat puluh
empat,atau “aweueh peuet ploh peuet” — biasa juga disebut dengan rempah ratus.
Ureung madeung ini, biasanya menyebutnya “ureung didapu”(orang yang
membaringkan dirinya di ruangan dapur.
Ketika seorang wanita
habis melahirkan melakukan Madeueng. Caranya: menyediakan tunggul-tunggul kayu
untuk dibakar. selama empat puluh empat hari. Ini disebut “Tungoe”,
setelah itu dipersiapkan juga balai-balai atau dipan yang dibuat dari batang
bambu yang cukup tua atau batang pinang atau batang kelapa atau batang nibung
yang telah dibelah memanjang selebar kurang lebih tiga jari, dewasa ini karena
bahan-bahan tersebut sudah agak sulit ditemukan, maka dipersiapkanlah balai
atau dipan untuk orang yang masih melakukan ritual madeung dengan menggunakan
papan atau kayu yang dibelah memanjang dengan lebar sekitar lima sentimeter,
disusun memanjang dengan jarak antara satu bilah papan dengan papan yang lain
berjarak 2 cm (agar asap dan panas bisa masuk melalui celah-celah tersebut) dan
dipan yang digunakan biasanya berukuran panjang disesuaikan dengan tinggi tubuh
seseorang, agar orang tersebut dapat tidur dengan nyaman dan leluasa, lebarnya
minimal 75 cm atau tergantung selera dan kebutuhan serta tingginya lebih kurang
1 meter, dibawah dipan itu ada yang menggunakan pembakaran model tungku,
bahannya ada yang terbuat dari semen dan pasir ada juga gerabah dari tanah liat
seperti angglo yang diisi dengan “teungo” atau kayu,dengan melalui proses
pembakaran dari api berubah menjadi bara merah, barulah diatasnya diletakkan
kayu-kayu kecil yang mengandung obat, seperti: kayu dadap, kayu rambutan, kayu
cendana dll. Selain itu juga disediakan juga batu kali sebesar tempurung kelapa
sebanyak tiga buah yang berbentuk agak gepeng (pipih) dan bisa juga berbentuk
bulat, sehinggga mudah untuk disandarkan pada perut perempuan yang tidurnya
miring (menyisi).
Ada kalanya dimulai pada
hari ketiga setelah bersalin, biasanya sekitar jam sepuluh pagi setelah sang
ibu selesai mandi. Prosesnya selama 7 hari berturut-turut,tetapi ada juga yang
dilakukan oleh orang-orang tertentu selama empat puluh empat hari
berturut-turut (selama masa nifas) yang biasanya selesai ritual madeung ini
sang ibu akan melaksanakan “manoe peut ploh peut” atau mandi suci.
Selanjutnya dilakukan
proses bakar batu Toet Batee (pemanasan batu),batu yang telah dipanaskan lalu
diangkat dan dibungkus dedaunan tertentu,seperti “Oen Nawah” (daun jarak) lalu
dibalut kain beberapa lapis hingga panasnya masih dapat dirasakan tetapi tidak
menimbulkan bahaya.Gulungan batu tersebut lalu disandarkan pada perut perempuan
yang sedang berbaring di balai-balai tersebut, jika batu pertama sudah
dingin,maka akan digantikan oleh batu kedua yang dibuat serupa dengan batu
pertama, dan begitu juga dengan batu yang ketiga yang dipakai setelah batu
kedua dingin terus-menerus secara bergantian, batu dipanaskan di dapur di bawah
balai tersebut yang terus menerus berapi, api dari tungku kayu itu tak boleh
terlalu besar, maka dari itu apinya perlu dijaga.
Yang bertugas sebagai
penjaga dilakukan secara bergantian yaitu: orang tua,mertua,dan tetangga atau
kerabat.Ini juga adalah sebagai ajang kebersamaan dan mempererat silaturahmi. Sewaktu menjaga,mereka
disuguhi makanan berat dan makanan ringan.Di sebuah daerah Aceh yang bernama
Takengon, yang terletak di Dataran Tinggi Gayo termasuk dalam wilayah Kabupaten
Aceh Tengah, yang bertugas menjaga orang madeung itu adalah suaminya dan orang
laki-laki yang masih kerabatnya sendiri,kebiasaan tersebut bernama
“melee-melee.” Mereka begadang semalam suntuk tidak tidur sambil minum-minum
kopi dan berdiang di sekitar dipan atau balai tersebut.
Selama empat puluh empat
hari menjalani prosesi madeung, makanan yang boleh dimakan hanyalah nasi putih
dengan lauk pauk yang diolah secara khusus sehingga bebas lemak, seperti ikan
yang direbus bisa juga dipanggang, atau dikukus dan digoreng setengah
matang.Yang boleh mereka minum hanyalah air putih saja, makanan dan minuman
yang lainnya tidak diperbolehkan sama sekali untuk dikonsumsi, karena menurut
mitos orangtua zaman dahulu, meraka berpesan melalui nenek-nenek jika anak atau
cucunya kelak bersalin, jangan sekali-kali memakan telur ayam apalagi
telur bebek, katanya, bisa berbahaya dan bila dimakan telur akan keluar telur
(peranakan), demikian juga dilarang memakan pisang,karena makanan itu dianggap
tajam.Tetapi hal tersebut sangat bertolak belakang jika ditinjau dari segi
medis.
Setelah empat puluh
empat hari lamanya, barulah diperbolehkan untuk acara turun mandi yang
diistilahkan dengan “manoe peut ploh peut” artinya mandi suci atau mandi
hadas besar yang dilaksanakan setelah hari ke empat puluh empat, yang biasanya
dipandu oleh orang tua atau dukun/bidan gampong atau biasa disebut Ma Blien.
Usai acara mandi wiladah dan mandi
nifas setelah suci dari melahirkan atau mandi adat setelah 44 hari, barulah
sang ibu diperbolehkan menjejakkan kakinya diatas tanah, karena dianggap telah
suci.
Proses Madeung ( salè,
toet bate atau bakar batu, dan ramuan tradisional ) ini bisa disebut juga alat
KB Tradisional, karena dengan melakukan serangkaian proses Madeung bisa
mengatur jarak kelahiran karena pada jaman dahulu belum ada program keluarga
berencana (KB) yang modern seperti sekarang ini.
Madeung dan Salè
mempunyai beberapa fungsi, yaitu: dapat mengeringkan peranakan, tubuh menjadi
singset, dapat mengecilkan perut, dapat mengatur jarak kelahiran, dan
mendatangkan harum pada tubuh.
Mdeueng lebih hebat dari
mandi uap, dalam tradisi Aceh disebut Ukoep. Sebelum prosesi Ukoep, terlebih
dahulu harus disiapkan bahan-bahan berupa ramuan daun-daunan dan rempah-rempah,
misalnya: “Oen Kuyun” (daun jeruk nipis) dan “Oen Mee” ( daunasam jawa ), bisa
juga dengan “Oen Limeeng Engkoet” ( daun belimbing wuluh ), “Oen Ranuep” ( daun
sirih ), “Bak Rheu”( batang serai ), “Kuleet Bak Geurundoeng” ( kulit batang
kuda-kuda ), “Kuleet Maneh” ( kayu manis ), “Bungoeng Lawang” ( bunga cengkeh
), “Boh Pala” ( biji pala ), “Boh Langkueuh”( umbi lengkuas) “oen sekee puloet”(daun
pandan).
Jika Ukop ini dilakukan
secara berkala dan teratur, Insya Allah berat tubuh seseorang akan selalu
ideal, bukankah ini yang menjadi dambaan bagi semua orang khususnya kaum
perempuan. Orang yang berat badannya ideal biasanya sehat. Antara lain dapat
mengobati penyakit influenza dan demam (meriang).
C. Kesimpulan
Tradisi sale dan madeung sudah
menjadi tradisi dan sudah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Aceh. Dan dapat menyembuhkan
beberapa jenis penyakit. Sale dilakukan dengan pembakaran atau pengasapan
dengan cara membakar kayu dadap dan dicampur dengan rempah-rempah. Proses Madeung ( salè, toet bate atau bakar batu, dan
ramuan tradisional ) ini bisa disebut juga alat KB Tradisional, karena dengan
melakukan serangkaian proses Madeung bisa mengatur jarak kelahiran karena pada
jaman dahulu belum ada program keluarga berencana (KB) yang modern seperti
sekarang ini.
Madeung dan Salè
mempunyai beberapa fungsi, yaitu: dapat mengeringkan peranakan, tubuh menjadi singset,
dapat mengecilkan perut, dapat mengatur jarak kelahiran, dan mendatangkan harum
pada tubuh.
Daftar Pustaka
TA.Sakti
(2010), Sale dan Madeung dalam tradisi
pengobatan di Aceh, http://m.serambinews.com/news/view/44139/sale-dan-madeung-dalam-tradisi-pengobatan-di-aceh
Foster,
George M dan Anderson. 1978. Medical Anthropology . New York: John Wiley & Sons.
Foster,
George M dan Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan. Terjemahan. Jakarta: UI Press. .
0 komentar:
Posting Komentar