BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kesehatan adalah
hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan
bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan
berkesinambungan, dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan
upaya kesehatan yang terpadu dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan
upaya kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2009).
Kesehatan
merupakan salah satu aspek yang sangat menentukan dalam pembangunan unsur
manusia agar memiliki kualitas, mampu bersaing diera yang penuh tantangan saat
ini maupun masa yang akan datang. Pembangunan kesehatan menjadi perhatian
serius dan bahkan sektor ini merupakan salah satu agenda perioritas pembangunan
selain pembangunan bidang lainnya (Arifin, 2007).
Upaya kesehatan gigi perlu ditinjau dari aspek
lingkungan, pendidikan, kesadaran masyarakat dan penanganan kesehatan gigi
termasuk pencegahan dan perawatan. Aspek tersebut saling berhubungan dan saling
mempengaruhi baik cara pencegahan dan perawatan gigi masyarakat (upaya
kesehatan gigi masyarakat) maupun penaggulangan keadaan kesehatan gigi
masyarakat. Untuk mendapatkan hasil sebaik-baiknya dalam upaya kesehatan gigi
(pencegahan penyakit gigi), perlu diketahui masalah yang berkaitan dengan
proses terjadinya kerusakan gigi (karies gigi) termasuk etiologi karies gigi,
resiko yang menyebabkan timbulnya karies gigi (Suwelo, 1992).
Karies atau lubang gigi adalah sebuah penyakit dalam rongga
mulut yang diakibatkan oleh aktivitas perusakan bakteri terhadap jaringan keras
gigi (email, dentin dan sementum). Kerusakan ini jika tidak segera ditangani
akan segera menyebar dan meluas. Jika tetap dibiarkan, lubang gigi akan
menyebabkan rasa sakit, tanggalnya gigi, infeksi, bahkan kematian (Sandira,
2009).
Karies yang
terjadi pada gigi anak ini dapat menimbulkan rasa sakit atau nyeri, maka anak
akan kehilangan selera makan dan kadang dapat terjadi demam serta proses
mengunyah makanan akan terganggu, sehingga anak menjadi malas makan dan akhirnya
menjadi kurus. Secara tidak lansung, karies pada anak akan mempengaruhi proses
timbuh kembang dan pertumbuhan gigi permanen anak (Syarifi, 2008).
Memasuki usia sekolah, resiko anak mengalami karies makin
tinggi. Banyaknya jajanan di sekolah, dengan jenis makanan dan minuman yang
manis, mengancam kesehatan gigi anak. Ibu perlu mengawasi pola jajan anak di
sekolah. Jika memungkinkan, anak tidak dibiasakan untuk jajan di sekolah sama
sekali. Bekal makanan dari rumah jauh lebih baik, karena tak bisa disangkal
bahwa sebagian besar jajanan anak di sekolah rentan terhadap masalah kebersihan
dan kandungan gizinya juga perlu dipertanyakan. Kalaupun anak ingin jajan di sekolah, lebih baik diarahkan untuk
tidak memilih makanan yang manis dan lengket. Makanan manis dengan
konsistensi lengket jauh lebih berbahaya, karena lebih sulit dibersihkan dari
permukaan gigi dan sangat mudah menyebabkan karies gigi (Mozarta, 2010).
Tingginya prevalensi karies gigi, serta belum berhasilnya usaha
untuk mengatasi, mungkin disebabkan oleh faktor-faktor distribusi penduduk, lingkungan,
prilaku, dan pelayanan kesehatan gigi, serta keturunan dalam masyarakat Indonesia .
Usaha untuk mengatasinya sampai sejauh ini pun belum menunjukkan hasil nyata
bila diukur dengan
indikator kesehatan gigi yaitu prevalensi karies gigi (Anonim, 2008).
Penyebab
karies gigi adalah adanya interaksi dari berbagai faktor, diantaranya adalah
faktor perilaku dalam memelihara kebersihan gigi dan mulut, faktor diet, atau
kebiasaan makan dan faktor ketahanan dan kekuatan gigi (WHO dalam Fankari,
2004). Pada umumnya anak sangat mengemari makanan manis
seperti permen, gulali dan coklat yang diketahui sebagai subtsrak
dan disukai oleh bakteri yang selanjutnya dapat melarutkan struktur gigi. Keadaan ini diperburuk oleh kemalasan anak dalam membersihkan giginya
(Nanda, 2005).
Kurangnya pengetahuan anak mengenai kesehatan gigi dibanding
orang dewasa mempengaruhi mereka dalam menjaga kebersihan gigi, sedangkan pola
makan yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi yaitu makanan yang
mengandung gula (kariogenik) yang melekat di permukaan gigi. Pola makan makanan yang mengandung
konsentrasi gula melebihi batas minimum, akan menghasilkan banyak asam.
Patogenitas plak atau Streptococcus
mutans merupakan mikroorganisme yang merubah gula menjadi asam, terjadi pembuatan polisakarida ekstraselluler yang
menyebabkan asam melekat pada permukaan gigi, dan Streptococcus mutans mengurangi permiabilitas plak sehingga plak
tidak mudah dinetralisir kembali. Sedangkan faktor kebiasaan menggosok gigi
juga mempengaruhi terjadinya karies gigi karena perilaku menggosok gigi
berpengaruh terhadap terjadinya karies. Hal ini berkaitan dengan proses
terjadinya karies itu sendiri, di mana apabila sukrosa tinggal dalam waktu yang
lama dalam mulut dan tidak segera dibersihkan akan menyebabkan kemungkinan
terjadinya karies (Irhama, 2012).
Anak usia sekolah memiliki kegemaran untuk makan makanan
yang manis, sedangkan orang tua kurang mempedulikan kebiasaan untuk menyikat
gigi, jika seorang anak tidak mau menggosok gigi maka sebagai orang tua
sebaiknya dapat memaksa anaknya untuk menggosok gigi terutama saat menjelang tidur malam. Bila seorang anak
tidak terbiasa menggosok gigi maka dari
kebiasaan tersebut dapat menyebabkan
anak yang mengalami karies. Selain itu kebiasaan minum susu menjelang tidur
serta kebiasaan mengulum permen dan makan-makanan manis juga dapat menjadi
penyebab terjadinya karies gigi (Irhama, 2012).
Karies gigi
sejauh ini masih merupakan masalah kesehatan anak. Organisasi kesehatan dunia
(WHO
cit. Ferdi 2009) menyatakan
angka kejadian karies pada anak masih sebesar 60 -90%. Data
SKRT (Survey Kesehatan Rumah Tangga) tahun 2007, menyatakan bahwa prevalensi
karies gigi mencapai 76,92 % yang menyerang penduduk Indonesia. Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 Departemen Kesehatan menyatakan bahwa skor DMF-T
di Indonesia memiliki 4 gigi yang karies. Berdasarkan hasil Riskesdes Nanggroe
Aceh Darussalam 2007, skor DMF-T NAD adalah 4,28 yang berarti rata-rata setiap
orang di NAD memiliki 4 gigi yang rusak. Hal ini tidak sesuai dengan target
yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu DMF-T ≤ 2.
Berdasarkan laporan
bulanan Puskesmas Darul Imarah Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh besar
diperoleh bahwa persentase anak yang mengalami karies gigi di SD Negeri 1
Lamcot yaitu 58,43 % (Laporan Puskesmas Darul Imarah, 2011). Berdasarkan hasil
pemeriksaan awal pada murid SD Negeri 1 Lamcot diperoleh bahwa 60, 36 % murid
menderita karies gigi.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui apakah
penyebab terjadinya karies gigi pada anak usia sekolah dilihat dari faktor penyebab dan faktor yang mempengaruhi di SD Negeri 1
Lamcot Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar Tahun 2012 ?
C. Tujuan Penelitian
1. 1. Tujuan
Umum
Mengetahui
gambaran
kejadian karies gigi pada anak usia sekolah dilihat dari faktor penyebab dan faktor
yang mempengaruhi di SD Negeri 1 Lamcot Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh
Besar Tahun 2012.
2. Tujuan
Khusus
a.
Mengetahui faktor penyebab terjadinya
karies gigi yang meliputi pemeriksaan status kebersihan gigi dan mulut serta
pemeriksaan saliva pada anak usia sekolah
di SD Negeri 1 Lamcot Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar 2012.
b.
Mengetahui faktor yang
mempengaruhi terjadinya karies gigi yang meliputi perilaku aktif, pelayanan
kesehatan, faktor lingkungan, keturunan serta faktor jajanan pada anak usia
sekolah di SD Negeri 1 Lamcot Kecamatan
Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar 2012.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan
penelitian studi kasus di bidang kesehatan gigi dan mulut. Khususnya tentang penyakit karies gigi
pada anak usia sekolah di SD Negeri 1 Lamcot Kecamatan Darul Imarah Kabupaten
Aceh Besar.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian dapat dimanfaatkna
sebagai bahan bacaan dan informasi dasar untuk penelitian selanjutnya. Hasil
penelitian dapat dijadikan sebagai bahan informasi dasar untuk peningkatan perilaku
orang tua dan anak SD Negeri 1 Lamcot dalam memelihara kesehatan gigi anak.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Pengertian Karies Gigi
Karies merupakan suatu penyakit
jaringan keras
gigi, yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh
kavitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan, di
tandai dengan adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti
oleh kerusakan bahan organik sehingga menyebabkan nyeri (Kidd, dkk, 1991). Sementara menurut Schuurs (1992), karies gigi adalah
suatu proses kronis yang dimulai dengan larutnya mineral email, sebagai akibat
terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh
pembentukan asam mikrobial dari subtrat (medium makanan bagi bakteri), yang
mengakibatkan timbul destruksi komponen-komponen organik dan akhirnya terjadi
kavitasi atau pembentukan tulang.
Karies gigi (kavitasi) adalah
daerah yang membusuk di dalam gigi
yang terjadi akibat suatu proses yang secara bertahap melarutkan email
(permukaan gigi sebelah luar yang keras) dan terus berkembang ke bagian dalam
gigi (Hamsafir, 2010).
B. Faktor Penyebab Karies
Gigi
Adapun penyebab karies yaitu bakteri Streptococcus
mutans dan Lactobacilli. Bakteri
speifik inilah yang mengubah glukosa dan karbohidrat pada makanan menjadi asam
melalui proses fermentasi. Asam terus diproduksi oleh bakteri dan akhirnya
merusak sruktur gigi sedikit demi sedikit.
Kemudian plak dan bakteri mulai bekerja 20 menit setelah makan (Pratiwi,
2007).
Selain itu, berbagai
teori mengenai karies telah dikemukakan,
(Newbrun 1997, cit suwelo,
1992) menambahkan teori 3 faktor utama penyebab karies yang saling
berinteraksi, diantaranya host (gigi dan saliva), mikroorganisme, substrat
serta faktor waktu sehingga menjadi 4 faktor
penyebab karies, keempat faktor saling berinteraksi dan saling
mempengaruhi sehingga terjadi demineralisasi
permukaan email yang selanjutnya bila interaksi tetap berlangsung akan terjadi
karies, keempat faktor yang saling berkaitan dan mempengaruhi tersebut, dapat
dilihat pada gambar berikut :
Gambar 1. Skema Penyebab Terjadinya
Karies
1.
Faktor Penyebab Terjadinya Karies Gigi
a.
Faktor
hospes (Gigi dan Saliva)
1) Gigi
Komposisi gigi terlihat dari email
dan dentin. Dentin adalah lapisan dibawah email. Struktur email sangat
menentukan dalam proses terjadinya karies. Kuat atau lemahnya struktur gigi
terhadap proses kerusakan karies dapat dilihat dari warna, keburaman dan
kelicinan permukaan gigi serta ketebalan email (Suwelo, 1992)
Menurut Kidd (1991), kawasan-kawasan gigi
yang memudahkan peletakan plak sehingga menyebabkan karies yaitu :
-
Pit dan Fisur pada
permukaan oklusal molar dan premolar, pit bukal molar dan pit palatal insisif.
-
Permukaan harus
didaerah aproksimal sedikit dibawah titik kontak.
-
Email pada tepisan di
daerah leher gigi sedikit diatas tepi gingival.
-
Permukaan akar yang
terbuka merupakan daerah tempat melekatnya plak pada pasien dengan resesi
gingival karena penyakit periodentium.
-
Tepi tumpatan terutama
yang kurang menempel.
-
Permukaan gigi yang berdekatan
dengan gigi tiruan dan jembatan.
2) Saliva
Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks yang
terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada
mukosa mulut. Saliva mampu meremineralisasikan karies yang masih dini karena masih
banyak sekali mengandung ion kalsium dan fosfat. Kemampuan saliva dalam
melakukan remineralisasi meningkat jika ion fluor. Selain mempengaruhi Phnya karena
itu, jika aliran saliva berkurang atau menghilang maka caries mungkin tidak
akan terkendali (Kidd, dkk, 1991).
Saliva
adalah cairan kompleks yang diprodukksi oleh kelenjar khusus dan disebarkan ke
dalam kavitas oral. Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air
liur (Julica,2009).
Kelenjar ludah terdapat di bawah
lidah, di rahang bawah sebelah kanan dan kiri serta di bawah telinga sebalah
kanan dan kiri faring. Kelenjar ludah menghasilkan air ludah (saliva). Saliva
keluar dipengaruhi oleh kondisi psikhis yang membayangkan makanan tertentu
serta reflek karena adanya makanan yang masuk kedalam mulut. Saliva mengandung
enzim ptyalin atau amilase ludah.
a)
Komponen
Saliva
Komponen dari saliva
meliputi komponen orrganik dan anorganik. Namun demikian, kadar tersebut masih
terhitung rendah dibandingkan dengan serum karena pada saliva menyusun utamanya
adalah air.
1) Komponen
anorganik terbanyak adalah sodium, potassium (sebagai kation), khlorida dan
bikarbonat (sebagai anion).
2) Komponen
organik pada saliva meliputi protein yang berupa enzim amylase, maltase, serum
albumin, asam urat, kretinin, mucin, vitamin C, beberapa asam amino, lisosim,
laktat dan beberapa hormon setara testosteron dan kortisol.
Selain itu, saliva juga
mengandung gas CO², O² dan N². Saliva juga mengandung immunoglobin, seperti IgA
dan Ig6 dengan konsentrasi rata-rata 9,4 dan 0,32mg% (Julica, 2009).
b)
Fungsi
Saliva
Saliva yang merupakan
cairan dalam mulut, salah satu fungsinya adalah sebagai buffer yang dapat
menahan turunnya pH atau meningkatnya keasaaman mulut. Kondisi ini tergantung
dari keasaman mulut. Kondisi ini tegantung dari keadaan saliva apakah likositas
atau volumenya cukup untuk menjaga kestabilan sehingga email, sementum atau
dentingigi tidak mengalami kelarutan (ilyas cit Dangkeng, 2007). Saliva
memiliki beberapa fungsi yaitu:
1) Melicinkan
dan membasahi rongga mulut sehingga membantu proses mengunyah dan menelan
makanan.
2) Membasahi
dan melembutkan makanan dan menjadi bahan setengah cair sehingga mudah ditelan
dan dirasakan.
3) Membersihkan
rongga mulut dari sisa makanan dan kuman.
4) Mempunyai
aktivitas antibacterial dan sistem buffer
5) Membantu
proses pencernaan melalui aktiva enzim ptyalin(amylase ludah) dan lipase ludah.
6) Berpartisipasi
dalam proses pembekuan dan menyembuhan luka karena terdapat faktor pembekuan
darah dan epidermal growth vector pada saliva
7) jumlah
sekresi air ludah dapat dipakai sebagai ukuran tentang keseimbangan air dalam
tubuh
8) membantu
dalam berbicara, pelumasan pada pipi dan ludah (Julica, 2009).
c)
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Sekresi Saliva
Kelenjar saliva dapat
dirangsang dengan cara-cara berikut;
1) Mekanis,
misalnya mengunyah makan keras ataupun permen karet.
2) Kimiawi,
oleh rangasagan seperti asam, manis, asin, pahit dan pedas.
3) Neurosal,
melalui system saraf autonom baik simpatis maupun parasimpatis.
4) Psikis,
stess menghambat sekresi, ketegangan dan kemarahan dapat bekerja sebagai
stimulus.
5) Rangsangan
rasa sakit, misalnya oleh radang, gingivitis, dan pemakaian potesa yang dapat
menstimulasi sekresi (Julicaa, 2009).
d)
Derajat
Keasaman Saliva
Derajat asam suatu larutan dinyatakan dengan PH ini
adalah logaritma negatif konsentrasi H+ : -log (H+) yang pada 25° ( untuk suatu
larutan netral sama dengan > ). Suatu larutan adalah basis pada pH > 7.
Susunan kuantitatif dan kualitati pada elektrolit didalam saliva menentukan pH
dan kapasitas buffer (suatu kemampuan untuk menahan perubahan pH). pH ludah
tergantung dari perbandingan antara asam dan konjungasi basanya yang
bersangkutan derajat asam dan kapasitas buffer terutama dianggap terutama oleh
susunan bikarbonat, yang naik dengan kecepatan sekresi. PH dan kapasitas buffer
ludah juga naik dengan naiknya kecepatan sekresi (Amerogen, 1992).
Apabila PH dalam mulut di atas 5,5 melalui aksi
buffer dari saliva maka proses supersaturasi ion Ca+². Pada situasi ini
jaringan keras gigi dapat menarik ion atau elemen- elemen yang dikenal sebagai
proses remeneralisasi. Sebaiknya jika pH mulut di bawah titik kritis (pH <
5,5) maka akan terjadi subtaturasi ion Ca+² dan PO4³
yang menyebabkan kelarutan mineral email gigi
kelingkungan dan mulut yang disebut demineralisai. Idealnya PH saliva berkisar
dari 5,5 sampai 5,6. PH 5,5 secara umum dianggap sebagai nilai batas dengan
menghasilkan peningkatan laju demeneralisasi
email (Ilyas cit Dengkeng, 2007).
Derajat kaasaman saliva (pH)
saliva sagatlah dipengaruhi oleh irama urkandian, diet dan stimulasi sekresi
saliva. Diet yang mengandung karbohidrat akan menyebabkan turunnya pH saliva
yang Mempercepat terjadinya demeneralisasi enamail gigi. Sepuluh menit setelah
makan karbohidrat akan mnghasilkan asam melalui proses glikolisis dan pH saliva
akan menurun sampai mencapi PH kritis 5,5-5,6 dan untuk kembali normal
dibutuhkan waktu 30-60 menit (Anonim, 2008).
pH dan kapasitas buffer saliva
selalu dipengaruhi perubahan- perubahan disebabkan oleh:
1)
Irama
siang dan malam, Bahwa pH dan kapasitas buffer:
a)
Tinggi,
segera setelah bangun (keaadaan istirahat), tetapi kemudian cepat turun.
b)
Tinggi,
seperempat jam setelah makan (stimulali mekanik), tetapi biasanya dalam waktu
30-60 menit turun lagi.
c)
Agak
naik Sampai malam, tetapi setelah itu turun.
2)
Diet,
juga mempengaruhi kapasitas buffer saliva, diet kaya karbohidrat misalnya
meurunkan kapasitas buffer, menaikkan metabolisme produksi asam oleh bakteri-
bakteri mulut, sedangkan diet kaya sayuran, yaitu bayam, dan diet kaya protein
mempunyai efek menaikkan, protein sebagai sumber makanan bakteri, membangkitkan pengeluaran zat basa,
seperti amoniak.
3)
Perangsangan
kecepatan sekresi (Amerogen, 1992).
e)
Pemeriksaan Saliva
Pemeriksaan saliva terdiri dari
5 tahap:
1)
Tahap 1.
Pemeriksaan dengan visual, melihat tingkat hidrasi(aliran saliva).
2)
Tahap 2.
Pemeriksaan dengan visual, melihat tingkat kekentalan.
3)
Tahap 3.
Pemeriksaan saliva dengan istirahat dengan pH testip.
4)
Tahap 4.
Pemeriksaan produksi saliva dengan stimulasi untuk mengetahui jumlah
/banyaknya.
5)
Tahap 5.
Pemeriksaan produksi saliva testimulasi dengan buffer test stip, untuk
mengetahui kualitas efektivitas saliva menetralisir asam dalam rongga mulut (kainfolanta,
2008).
Pemeriksaan saliva terdiri dari 5 tahap:
Tahap 1: Pemeriksaan dengan visual
Pemeriksaan yang dilakukan
untuk mengetahui tingkat aliran saliva. cara pemeriksaannya adalah Menarik bibir bawah, lalu mengeringkan mukosa labial dengan kasa secara
hati- hati, mukosa diperiksa dibawah sinar yang memadai, selanjutnya mengamati
butiran saliva yang keluar dari muara glandula minor, bila waktu keluarnya
lebih dari 60 detik, maka arus saliva dibawah nomal.
Kondifikasi:
Tahap 2 : pemeriksaan visual
Pemeriksaan visual untuk
mengetahui viskositas saliva. Cara pemriksaannya adalah mengamati secara visual
viskositas tanpa stimulasi. Jika jernih, konsistensi seperti air berarti sehat.
Bila tampak menyerabut, berbusa atau bergelembung atau sangat lengket, ini
brarti bahwa kandungan air rendah disebabkan produksi saliva rendah.
Kondifikasi :
Tahap 3 : pemeriksaan pH saliva istirahat dengan test
trip
Cara pemeriksaannya adalah
pasien meludah kedalam cawan selanjutnya memasukkan pH trip kedalam cawan yang
berisi saliva selama 10 detik kemudian melihat perubahan warna dari strip lalu
membandingkan gambaran standar.
Kondifikasi :
Tahap 4 : pemeriksaan saliva terstimulasi
Cara pemeriksaannya adalah :
Pasien mengunyah sepotong wax,
setelah 30 detik pasien meluda dalam cawan, dan pasien melanjutkan mengunyah
slama 5 menit. kemudian pasien meludah lagi kedalam cawan, selanjutnya melihat
dengan memeriksa jumlah saliva.
Kondifikasi :
Tahap 5 : kapasitas buffer
Pemeriksaan
mengindikasikan efektifivitas saliva untuk menetralisasi asam di dalam mulut,
yang berasal dari makana, plak gigi.
Cara pemeriksaannya adalah:
Saliva disedot dari cawan
pengumul saliva menggunakan pipet secukupnya, lalu diteteskan satu tetes pada
setiap pad (satu trip ada 3 pad). Selanjutnya memerengkan test trip 90° agar
saliva tersedot tisu absorben, hal ini untuk mencegah kelebihan saliva sehingga
mempengaruhi ketetapan pemeriksaan. pemeriksaan dilakukan segera setelah 5
menit terjadi perubahan warna.
Hasil pemeriksaan setelah 5 menit
Hijau 4
Hijau / biru 3
Biru 2
Biru /merah 1
Merah 0
Kondifikasi :
Hasil dari penjumlahan dari 3
pads
0-5 sangat
rendah merah
6-9 rendah kuning
10-12 normal hijau (Fatmasari, 2009).
Saliva merupakan sistem pertahanan utama mulut dan gigi, berperan
penting untuk melindungi pajanan pada permukaan gigi. Saliva melindungi gigi dengan
menetralisir perubahan asam dalam mulut yang terjadi misalnya sesaat sesudah
mengkonsumsi makanan asam, berperan sebagai lubrikan, menyebarkan kalsium,
fosfat dan fluoride
pada permukaan gigi, serta membersihkan makanan dan bakteri dari mulut setelah
makan. Jika saliva
berhenti melindungi gigi maka akan terjadi hal buruk antara lain berkurangnya
aktivitas pembersihan bakteri dan bekas makanan dari mulut, berkurangnya buffer
karena perubahan asam mulut, hingga aktivitas mulut menjadi semakin asam dan
selanjutnya akan memicu terjadinya perubahan struktur gigi karena karies.
Rongga mulut mempunyai kadar pH normal berada di angka 7, bila nilai pH jatuh
pada angka 5,5 berarti keadaannya sudah kritis (Dentistrymolar, 2010).
b.
Faktor
mikroorganisme
Adanya flora
bakterial mulut dalam bentuk plak maerupakan syarat utama bagi terbentuknya
karies. Pada gigi-gigi yang belum erupsi dan belum berhubungan dengan flora
mulut tidak terbentuk karies, tetapi begitu gigi-gigi tersebut erupsi dapat
terserang karies. Selanjutnya dapat dibuktikan bahwa jenis bakteri mulut
tertentu secara invitro dapat
menghasilkan lesi karies pada email dan dentin. Akhirnya bakteri jenis ini
dalam jumlah besar dapat ditunjukkan dan diisolasi dari lesi in vivo, dan ditunjukkan pula bahwa
adanya jenis bakteri tertentu dalam jumlah relatif besar mendahului terjadinya
kerusakan gigi. Jenis bakteri yang dapat menimbulkan karies yaitu Streptococcus mutans, beberapa jenis Streptococcus mitis, Streptococcus sanguis, Streptococcus miller,
dan banyak Lactobacillus serta
beberapa spesies Actinomyces (Schuurs,
1992).
c.
Faktor
substrat (sisa makanan)
Pembentukan plak
yang sangat cepat terjadi pada pemberian makanan lewat mulut. Sebagian dari
makanan yang diberikan menggabungkan diri dan cocok sebagai substrak bakteri
plak. Substrak dari makanan,
kebalikannya dari air ludah hanya dijumpai beberapa saat setiap hari, tetapi
pada konsentrasi tinggi polisakarida disintesis di dalam plak dan asam dalam
jumlah besar dibentuk dari gula. Salama periode penyediaan makanan terjadi
seleksi yang menyimpang, penggunaan gula berkali-kali menambah pertumbuhan plak
dan menambah jumlah streptococcus mutans
didalamnya (Schuurs, 1992).
Subtrat adalah campuran makanan
halus dan minuman yang dimakan sehari-hari yang menempel dipermukaan gigi.
Makanan pokok manusia adalah karbohidrat, lemak dan protein. Pada dasarnya
nutrisi sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan gigi saat
pembentukan matriks email dan kalsifikasi. Nutrisi berperan dalam membentuk
kembali jaringan mulut dan membentuk daya tahan terhadap infeksi juga caries.
Nutrisi berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan gigi dalam struktur,
ukuran, komposisi, erupsi dan ketahanan gigi terhadap karies (Suwelo, 1992).
d.
Faktor
waktu
Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali
mineral selama berlangsung proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut
terjadi atas periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Oleh karena
itu, bila saliva ada di dalam lengkungan gigi maka karies tidak menghancurkan
dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahunan (Kidd,
1991).
e.
Kebersihan Gigi dan Mulut
1)
Pengertian Kebersihan
Gigi dan Mulut
Kebersihan
gigi dan mulut merupakan suatu keadaan dimana gigi bebas dari plak dan calkulus
serta penyakit mulut lainnya, kebersihan mulut yang bagus akan membuat gigi dan
jaringan sekitarnya sehat. Beberapa cara sederhana untuk mendapatkan gigi yang
bersih dan sehat yaitu: menggosok gigi paling sedikit sekali sehari, bila
mungkin gosok gigi setiap habis makan, kurangi makanan yang mengandung gula,
hindarilah makanan tersebut diantara dua waktu makan, periksa secara teratur
pada dokter gigi Kebersihan mulut yang bagus akan membuat gigi dan jaringan
sekitarnya sehat. Seperti bagian-bagian lain dari dari tubuh, maka gigi dan
jaringan penyangganya mudah terkena penyakit, mereka harus mendapatkan perhatian
dan perawatan yang baik. (Budiardjo, 1985).
2)
OHI-S (Oral Hygiene Index Simplified)
Menurut Herijulianti tahun 2001 OHI-S merupakan
pemeriksaan gigi dan mulut (Green dan
Vermillion) dengan menjumlahkan Debris
Index (DI) dan Calculus Index (CI).
DI : adalah skor (nilai) dari endapan lunak yang terjadi karena
adanya sisa makanan yang melekat pada gigi penentu.
a. Pemeriksaan Debris
Kriteria penilaian debris adalah sebagai
berikut :
No
|
KRITERIA
|
NILAI
|
1.
|
Pada
permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris lunak dan tidak ada pewarnaan
ektrinsik.
|
0
|
2.
|
Pada permukaan gigi yang terlihat, ada
debris lunak yang menutupi permukaan gigi seluas sepertiga permukaan atau
kurang dari sepertiga permukaan/gusi.
Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada
debris lunak akan tetapi ada pewarnaan ektrinsik yang menutupi permukaan gigi
sebagian atau seluruhnya.
|
1
|
3.
|
Pada pemukaan gigi yang terlihat ada debris lunak yang
menutupi permukaan tersebut, seluas lebih dari sepertiga tetapi kurang dari
dua pertiga permukaan gigi dari tepi gusi.
|
2
|
4.
|
Pada permukaan gigi yang terlihat ada debris yang
menutupi permukaan tersebut seluas lebih dari dua pertiga permukaan gigi dari
tepi gusi.
|
3
|
1.
Pemeriksaan
dimulai dari A3 kalau ada ”debris” pada sonde diberi nilai 3
2.
Bila
pada bagian A3 berih dipindahkan ke A2, kalau ada
”debris” pada sonde diberi nilai 2.
3.
Bila
bagian A2 bersih dipindahkan ke A1, kalau ada ”debris”
pada sonde diberi nilai 1
4.
Bila
bagian A1 bersih maka diberi nilai 0
a. Pemeriksaan
Kalkulus
Kriteria penilaian kalkulus adalah sebagai berikut :
No
|
KRITERIA
|
NILAI
|
1.
|
Tidak ada karang gigi
|
0
|
2.
|
Pada permukaan gigi yang ada karang gigi
supra gingival yang menutupi gigi tidak lebih dari sepertiga permukaan dari
tepi gusi.
|
1
|
3.
|
~
Pada
permukaan gigi yang terlihat ada karang gigi supra gingival, kurang dari dua
pertiga permukaan dari tepi gusi.
~
Sekitar
bagian servical gigi terdapat sedikit karang gigi subgingival
|
2
2
|
4.
|
~
Pada
permukaan gigi yang diperiksa ada karang gigi supra gigival yang menutupi
permukaan gigi lebih dari dua pertiga permukaan dari tepi gusi.
~
Sekitar
bagian servical gigi ada karang gigi subgingival yang menutupi dan melingkari
seluruh bagian servical
|
3
3
|
Cara pemeriksaan
:
Pemeriksaan
dimulai dari bagian incisal/oklusal gigi dan untuk penilaiannya sebagai berikut :
1) Permukaan
gigi bersih
Nilai : 0
2)
kurang dari sepertiga permukaan gigi (dihitung
dari batas gusi) tertutup dengan karang gigi.
Nilai :
1
3)
Lebih dari sepertiga tetapi kurang dari dua
pertiga permukaan gigi (dihitung dari batas guisi) tertutup dengan karang gigi.
Nilai :
2
4)
Lebih dari dua pertigapermukaan gigi (dihitung
dari batas gusi) tertutup dengan karang gigi.
Nilai :
3
5)
Permukaan gigi bersih tetapi pada bagian
servical ada sedikit karang gigi.
Nilai :
2
6) Permukaan
gigi bersih tetapi pada bagian serical karang gigi yang melingkari gigi seperti
sebuah pita.
Nilai : 3
Menurut
standart W.H.O cit Herijulianti
(2001) penilaian OHI-S score adalah sebagai berikut:
OH1-S : 0,0 s/d 1,2 ® baik
OH1-S : 1,3 s/d
3,0 ® sedang
OH1-S : 3,1 S/D
6,0 ® buruk
2. Faktor yang
Mempengaruhi Terjadinya Karies Gigi
Masalah
kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan
dengan masalah lain diluar kesehatan itu sendiri. Demikian pula pemecahan
masalah kesehatan gigi dan mulut, tidak hanya dilihat seluruh segi yang ada
pengaruhnya terhadap masalah ”sehat sakit” atau kesehatan gigi dan mulut itu
sendiri.
Dikaji
menurut Hendri L. Blum banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan dalam hal ini
kesehatan gigi dan mulut digambarkan sebagai berikut :
Gambar
2 : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan
Keempat faktor tersebut
(keturuan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan) disamping berpengaruh
kepada kesehatan gigi dan mulut, juga saling berpengaruh satu sama lainnya.
Status kesehatan gigi dan mulut akan tercapai secara optimal bilamana keempat
faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal pula. Salah
satu faktor saja berada dalam keadaan yang terganggu (tidak optimal), maka
status kesehatan gigi dan mulut akan tergeser di bawah optimal.
1.
Keturunan
Seseorang yang mempunyai susunan gigi
berjejal (maloklusi) ada kemungkinan bawaan dari orang tuanya. Hasil studi
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya karies gigi memperlihatkan
orang-orang yang memiliki gigi yang berjejal lebih mudah terkena karies karena dengan gigi
berjejal sisa makanan mudah menempel di gigi dan sulit dibersihkan. Seseorang dengan
susunan gigi berjejal lebih banyak menderita karies dari pada yang mempunyai
susunan gigi baik. Selain itu, kebersihan gigi dan mulut yang buruk akan mengakibatkan persentase karies lebih
tinggi. Faktor keturunan/genetik merupakan faktor yang mempunyai pengaruh
terkecil dari faktor penyebab karies gigi. Walaupun demikian, dari suatu
penelitian melibatkan 12 pasang orang tua dengan keadaan gigi baik, ternyata
anak-anak dari pasangan orang tua tersebut sebagian besar memiliki gigi baik.
Sedangkan penelitian yang melibatkan 46 pasang orang tua dengan persentase
karies yang tinggi, didapat hanya 1 pasang yang memiliki anak dengan gigi baik,
5 pasang dengan persentase karies sedang dan 40 (empat puluh) pasang dengan
persentase karies tinggi (Suwelo,
1992).
2.
Lingkungan
Beberapa
faktor lingkungan yang paling penting pengaruhnya terhadap terjadinya karies
antara lain air yang diminum, kultur sosial ekonomi penduduk. Penghasilan dan
pendidikan penduduk yang tinggi akan mempengaruhi diet kebiasaan merawat gigi
sehingga prevalensi karies gigi rendah. Pada daerah dengan kandungan fluor yang
cukup dalam air minum (0,7 ppm sampai 1 ppm) prevalensi karies rendah. Bila
fluor diberikan sejak dini dengan kombinasi berbagai cara (dalam air minum dan
makanan), maka email akan banyak menyerap fluor sehingga akan memberikan efek
besar terhadap pencegahan karies (Suwelo,
1992).
3.
Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku dalam pandangan biologis
adalah merupakan suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan.
Perilaku adalah semua aktivitas manusia
baik yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati secara langsung. Perilaku
pemeliharaan kesehatan yang merupakan bagian dari perilaku kesehatan adalah
usaha-usaha yang dilakukan seseorang untuk memelihara kesehatan agar tidak
sakit dan usaha penyembuhan apabila sakit. Perilaku memiliki peranan yang
penting dalam mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut karena perilaku
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan gigi individu
atau masyarakat. Perilaku pemeliharaan kesehatan positif, misalnya kebiasaan
menggosok gigi, sebaliknya perilaku pemeliharaan kesehatan gigi negatif,
misalnya menggosok gigi secara tidak teratur sehingga menyebabkan kesehatan
gigi dan mulut menurun dengan dampak antara lain gigi mudah berlubang (Warni,
2009).
Perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut di rumah seperti menyikat
gigi dua kali sehari sesudah sarapan dan sebelum tidur,
mengurangi makanan dan minuman yang manis, dan persepsi
seseorang mengenai pentingnya kesehatan gigi dan mulut tersebut sehingga dapat
mendorong seseorang melakukan pemeliharaan gigi dan mulutnya merupakan segala
aktivitas dan keputusan seseorang untuk melakukan pencegahan dan deteksi dini
terhadap kesehatan gigi dan mulutnya (Delta, 2010). Kebiasaan seseorang yang paling berpengaruh
dalam meningkatkan resiko terjadinya karies adalah mengonsumsi makanan dan
minuman manis. Terjadinya karies bukan bergantung pada jenis makanan dan
minuman manis yang dikonsumsi tetapi bergantung pada frekuensi komsumsi makanan
dan minuman manis tersebut (Caobisco, 1995).
4.
Pelayanan
kesehatan
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut adalah salah satu pelayanan kesehatan
dasar di puskesmas yang harus ditingkatkan mutunya dengan melaksanakan
pelayanan yang sesuai dengan standard yang ada. Pelayanan kesehatan gigi
mencakup beberapa program, baik di dalam gedung maupun di luar gedung. Secara umum pelayanan
kesehatan masyarakat (Puskesmas) adalah merupakan sub sistem pelayanan
kesehatan khususnya kesehatan gigi dan mulut,yang tujuan utamanya adalah
pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan
sasaran masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pelayanan kesehatan
masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif
pemulihan terbatas. Diharapkan Puskesmas memberikan pelayanan terhadap
kesehatan gigi dan mulut tidak menimbulkan kesan menyakitakan atau sakit dengan
menerapken teknologi terkini dan harga terjangkau oleh masyarakat. Oleh karena
ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat bidang kesehatan gigi dan mulut
menyangkut kepentingan masyarakat banyak, maka peranan pemerintah mempunyai
porsi yang besar. Namun demikian karena keterbatasan sumber daya pemerintah,
maka potensi masyarakat perlu digali atau diikutsertakan dalam pelayanan
kesehatan gigi (Depkes RI, 2000).
5.
Faktor Jajanan
Menurut Suwelo (1992), adapun jenis makanan yang dapat mempengaruhi
terjadinya karies yaitu :
a.
Jenis Makanan yang Bersifat Kariogenik
Makanan kariogenik adalah makanan
yang sering di makan di antara dua waktu. Makanan yang mempunyai ciri-ciri PH
rendah, mengandung gula tinggi dan lengket.
Adapun jenis makanan yang mempunyai PH rendah adalah sebagai berikut :
1) Sukrosa (Gula)
Sukrosa adalah
gabungan dua macam gula yaitu glukosa dan fruktosa, dan mudah dipecah menjadi
kedua unsur tersebut di dalam unsur sebelum di serap oleh tubuh. Terdapat
berbagai bentuk putih atau coklat. Sukrosa lebih berbahaya bagi gigi karena
memproduksi lebih banyak pelekat glukosa dan membuat plak dalam mulut semakin
tebal dan lengket. Sukrosa adalah gula yang terbanyak dan paling di sukai
sebagai bahan tambahan pada pabrik makanan di seluruh dunia.
2) Glukosa
Gula ini
banyak terdapat di alam, juga ditambah pada sejumlah makanan dan minuman.
Glukosa tidak semanis sukrosa (lebih kurang 70 %), tetapi di gunakan untuk
memperkuat rasa buah-buahan pada minuman ringan dan selai.
3) Fruktosa
Gula ini
ditemukan pada buah-buahan dan sayur-sayuran tertentu, dan dalam madu. Rasanya
1,7 kali lebih manis dari sukrosa dan juga sebagai penambahan rasa pada selai,
minuman, buah-buahan dan lain-lain.
b.
Jenis Makanan yang Bersifat Non-Kariogenik
Makanan non kariogenik adalah makanan yang banyak mengandung protein dan
lebih sedikit karbohidrat dan tidak lengket. Secara alami terdapat dalam
beberapa buah-buahan masak (cherry,
pir, dan apel). Proses penyerapan di dalam usus berlangsus tidak sempurna dan
sangat lambat. Saat ini sorbitol dianggap kurang bersifat merusak gigi
(kariogenik karena bebas gula, kecuali bila di konsumsi berulang kali).
1)
Manitol (Gula
Manna)
Jenis manitol
terdapat didalam labu, bawang, seledri dan zaitun. Manitol mempunyai rasa manis
separuh dari sukrosa. Kandungan utamanya adalah manna, seperti manitol juga
diserap perlahan-lahan dan tidak sempurna didalam usus dan relatif aman bagi
gigi dan kesehatan umum.
2)
Xilytol
Xilytol banyak
terdapat di alam, misalnya dalam roseberry, plum kuning dan sejenis kol. Hasil
dari penelitian terus-menerus menunjukkan bahwa xilytol tidak menghasilkan asam
sama sekali pada plak, sehingga sangat aman sekali pada gigi (Besford, 1996).
A. Patogenesis Karies Gigi
Menurut Yuwono (1993), enzim dalam air ludah seperti amilase,
maltosa akan mengubah polisakarida menjadi glukosa dan maltosa. Glukosa akan
menguraikan enzim–enzim yang dikeluarlan oleh mikroorganisme terutama lactobacilus dan streptococcus akan menghasilkan asam susu dan asam
laktat, maka pH rendah dari asam susu (pH 5,5)
akan merusak bahan–bahan anorganik dari email (93 %) sehingga terbentuk lubang
kecil.
Bakteri pada plak memerlukan makanan untuk
kelangsungan hidupnya, makanan bakteri ini berasal dari karbohidrat yang ada
dalam makanan dan minuman kita. Kebanyakan karbohidrat harus diolah dulu
sebelum dapat dikonsumsi oleh manusia sehingga menghasilkan sejenis karbohidrat
yang disebut karbohidrat sederhana atau sukrosa. Sukrosa mudah diserap oleh bakteri-bakteri
pada plak, ampas dari pengolahan sukrosa oleh bakteri plak adalah asam yang
serupa dengan cuka. Asam tersebut merusak email, membuat email keropos sehingga
lambat laun akan timbul lubang gigi. Kerusakan pada email ini terjadi karena
asam melarutkan mineral dari email atau demineralisasi (Hamsafir, 2010).
Secara ringkas terjadinya karies gigi dapat
digambarkan sbb :
A. Anak
Usia Sekolah
Anak usia sekolah adalah anak yang
berumur 6-12 tahun yang masih sekolah pada tingkat sedolah dasar (SD), anak
usia sekolah sangat rentan terkena karies gigi karena mereka memiliki kegemaran untuk makan
makanan yang manis, sedangkan orang tua kurang mempedulikan kebiasaan untuk
menyikat gigi, jika seorang anak tidak mau menggosok gigi maka sebagai orang
tua sebaiknya dapat memaksa anaknya untuk menggosok gigi terutama saat menjelang tidur malam. Bila seorang anak tidak
terbiasa menggosok gigi maka dari
kebiasaan tersebut dapat menyebabkan
anak yang mengalami karies. Selain itu kebiasaan minum susu menjelang tidur
serta kebiasaan mengulum permen dan makan-makanan manis juga dapat menjadi
penyebab terjadinya karies gigi (Mustaida. 2008).
Kurangnya pengetahuan anak mengenai kesehatan gigi dibanding
orang dewasa mempengaruhi mereka dalam menjaga kebersihan gigi, sedangkan pola
makan yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi yaitu makanan yang
mengandung gula (kariogenik) yang melekat di permukaan gigi. Pola makan makanan yang mengandung
konsentrasi gula melebihi batas minimum, akan menghasilkan banyak asam.
Patogenitas plak atau Streptococcus
mutans merupakan mikroorganisme yang merubah gula menjadi asam, terjadi pembuatan polisakarida ekstraselluler yang
menyebabkan asam melekat pada permukaan gigi, dan Streptococcus mutans mengurangi permiabilitas plak sehingga plak
tidak mudah dinetralisir kembali. Sedangkan faktor kebiasaan menggosok gigi
juga mempengaruhi terjadinya karies gigi karena perilaku menggosok gigi
berpengaruh terhadap terjadinya karies. Hal ini berkaitan dengan proses
terjadinya karies itu sendiri, di mana apabila sukrosa tinggal dalam waktu yang
lama dalam mulut dan tidak segera dibersihkan akan menyebabkan kemungkinan
terjadinya karies (Irhama, 2012).
BAB III
METODELOGI
PENELITIAN
A.
Jenis
Penelitian
Penelitian ini bersifat studi kasus dengan jenis penelitian kualitatif dan bersifat studi
kasus tunggal yaitu untuk menggali dan mengkaji secara lebih rinci kejadian karies
gigi pada anak usia sekolah dilihat dari faktor penyebab dan factor yang mempengaruhi di
SD Negeri 1 Lamcot Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar
Tahun 2012.
B.
Tempat
dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan pada
tanggal 4 sampai dengan 8 Desember 2012 di SD Negeri 1 Lamcot Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar.
C. Subjek
Penelitian
Adapun
yang menjadi subjek penelitian ini adalah murid SD Negeri 1 Lamcot Kecamatan
Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar. Penentuan jumlah sampel berdasarkan teknik Porposive
Sampling yaitu
peneliti menentukan
sendiri sampel yang diambil karena ada pertimbangan tertentu. Ciri-ciri khusus
sampel Purposive Sampling adalah sementara, menggelinding seperti bola salju
(snowball), disesuaikan dengan kebutuhan, dan dipilih sampai jenuh. Jadi,
penentuan sampel dilakukan saat peneliti mulai memasuki lapangan dan selama
penelitian berlangsung (Sugiono, 2010). Caranya yaitu, Peneliti mulanya
memilih informan tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan informasi yang diperlukan, selanjutnya peneliti
menggali informasi yang dimiliki oleh informan melalui pemeriksaan
kebersihan gigi dan mulut serta wawancara dengan berdasarkan apa yang
diucapkan, dirasakan, dan difikirkan oleh informan. Setelah mendapatkan
informasi dari informan pertama, maka dilanjutkan dengan informan kedua dengan
pertanyaan yang sama. Jika mendapatkan jawaban yang berbeda, maka lanjutkan lagi
dengan informan yang ketiga dan seterusnya hingga dianggap telah jenuh. Data
atau informasi dianggap jenuh apabila telah mendapatkan jawaban yang sama dan
informan tidak memberikan informasi baru Penentuan sumber pada penelitian ini dengan kriteria, yaitu murid yang terkena karies. Banyaknya
sumber berjumlah 9
orang.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah KSP OHIS, kartu pemeriksaan saliva dan pedoman
wawancara.
E.
Cara
Pengumpulan Data
1. Data
Primer
Data ini diperoleh dari hasil pemeriksaan kebersihan gigi dan mulut, pemeriksaan
saliva serta wawancara dengan murid SD Negeri 1 Lamcot Kecamatan Darul Imarah
Kabupaten Aceh
Besar.
2. Data
Sekunder
Data ini diperoleh dari buku siswa SD 1 Lamcot yang berupa nama dan jumlah siswa
serta data dari laporan UKGS Puskesmas
Darul Imarah Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar.
F.
Cara
Pengolahan Data
Pengolahan
data dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu sebagai berikut :
1.
Editing,
yaitu memeriksa kuesioner-kuesioner yang masuk apakah dapat dibaca, apakah
semua pertanyaan telah terjawab
atau apakah ada ketidakserasian dan kesalahan-kesalahan lain.
2.
Coding, yaitu data yang telah terkumpul
diubah bentuknya ke bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode-kode,
sehingga lebih mudah dan sederhana.
3.
Analisa data, yaitu kumpulan data yang
di olah dan di sajikan kemudian di analisa untuk mendapatkan gambaran atau
informasi yang dapat menggambarkan suatu situasi yang kemudian di lakukan penarikan
kesimpulan berdasarkan kejadian atau kerangka konsep penelitian yang ada.
BAB
IV
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Data Umum
a.
Demografi dan Geografi
Sekolah
Dasar Negeri 1 Lamcot terletak di jalan Ir.Muhammad Tahir, Desa Lamcot Kecamatan
Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar dengan batas wilayah:
-
Sebelah Barat berbatasan
dengan Desa Lampeuneurut
-
Sebelah Timur
berbatasan dengan Desa Cot Mesjid
-
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lamdom
-
Sebelah Selatan
berbatasan dengan Desa Bayu
Sekolah Dasar
Negeri 1 Lamcot memiliki 6 ruang kelas belajar, 9 Rombel, 1 ruang guru, 2
toilet atau kamar mandi dan 1 dapur, saat ini Sekolah Dasar Negeri 1 Lamcot memiliki anak didik yang berjumlah 181 orang.
b. Deskripsi
karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Distribusi frekuensi berdasarkan
berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel
1
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pada Responden
di SD
Negeri 1 Lamcot Kecamatan Darul Imarah
Kabupaten Aceh Besar
Tahun 2012
No
|
Jenis Kelamin
|
Frekuensi
|
Persentase
|
1
|
Perempuan
|
5
|
55,56
|
2
|
Laki – Laki
|
4
|
44,44
|
Jumlah
|
9
|
100
|
Berdasarkan
tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa jenis kelamin yang paling banyak adalah yang
berjenis kelamin perempuan yaitu 5 oang (55,56 %).
2.
Data
Khusus
a. Deskripsi
Faktor Penyebab Terjadinya Karies Gigi
1)
Status
Kebersihan Gigi dan Mulut
Berdasarkan hasil pemeriksaan status kebersihan gigi
dan mulut pada responden di SD Negeri 1 Lamcot sebagian besar berkategori sedang. Keadaan kebersihan gigi dan mulut
pada sebagian besar responden yang berkategori sedang dikarenakan responden
jarang menyikat gigi, sehingga plak dan karang gigi menempel di sebagian
permukaan gigi.
2)
Pemeriksaan
Hidrasi Saliva (Aliran Saliva)
Berdasarkan hasil pemeriksaan hidrasi (aliran)
saliva sebagian besar responden memiliki
hidrasi saliva dengan kriteria sangat rendah (merah). Keadaan ini disebabkan
karena responden kurang menkonsumsi air dan melakukan pengunyahan untuk
merangsang aliran saliva.
3)
Pemeriksaan
Viskositas Saliva
Berdasarkan hasil pemeriksaan viskositas
(kekentalan) saliva sebagian besar responden memiliki viskositas saliva dengan
kriteria sangat rendah (merah). Karenan viskositas (kekentalan) saliva
dipengaruhi oleh aliran saliva, jika aliran saliva rendah, maka tingkat
kekntalan saliva juga rendan sehingga menyebabkan mulut terasa kering dan dapat
menimbukan karies karena aliran saliva sebagai feel-cleansing dalam mulut yang berfungsi mengangkat atau
membersihkan sisa-sisa makanan yang melekat pada permukaan gigi.
4)
Pemeriksaan
pH Saliva
Berdasarkan hasil pemeriksaan pH saliva sebagian
besar responden memiliki pH saliva
dengan kriteria cenderung asam. pH saliva mempengaruhi optimalisasi
kerja air ludah terhadap kekerasan email pada gigi, jika pH saliva cenderung
asam maka memungkinkan terjadinya karies pada gigi.
5)
Pemeriksaan
Kuantitas Saliva
Berdasarkan hasil pemeriksaan kuantitas (jumlah)
saliva sebagian besar responden memiliki kuantitas saliva dengan kriteria
sangat rendah. Rendahnya kuantitas saliva dikarenakan dari berbagai faktor
diantaranya kebiasaan buruk pada anak seperti bernafas melalui mulut.
6)
Pemeriksaan
Kapasitas Buffer Saliva
Berdasarkan hasil pemeriksaan kapasitas buffer
saliva sebagian besar responden memiliki kapasitas buffer saliva dengan
kriteria sangat rendah. Rendahnya kapasitas buffer saliva dikarenakan hidrasi
saliva menurun.
b. Deskripsi
Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Karies Gigi
1)
Perilaku
Aktif
Berdasarakan hasil
wawancara diperoleh bahwa sebagian besar murid yang diwawancarai berpendapat
bahwa jika sakit gigi mereka membiarkannya begitu saja tanpa memperdulikan rasa
sakit tersebut. Murid juga berpendapat bahwa, mereka tidak melakukan apa-apa
terhadap gigi yang berlubang, karena
gigi yang berlubang lama-kelamaan akan hilang dengan sendirinya. Murid
berpendapat bahwa mereka tidak akan memakan permen untuk merawat giginya. Murid
juga berpendapat mereka akan menyikat gigi untuk mencegah terjadinya lubang gigi,
sebagian murid berpendapat bahwa menyikat gigi hanya 1 kali sehari untk
mencegah gigi berlubang, sebagian besar murid berpendapat bahwa makanan yang
mengandung banyak air yang dapat mecegah terjadinya lubang gigi, sebagian besar
murid berpendapat bahwa tidak perlu membersihkan karang gigi untuk mencegah
terjadinya gigi berlubang dan mereka juga tidak pernah tahu kapan waktu yang
tepat dalam pembersihan karang gigi. Anak yang menderita karies gigi, pasti
lama kelamaan apabila tidak ditanggualangi dapat menimbulkan sakit gigi, yang
dapat menganggu proses tumbuh kembang anak karena sakit gigi ini berpengaruh
terhadap nafsu makan anak. Salah satu cara yang tepat dalam mencegah terjadinya
lubang gigi yaitu dengan membimbing dan mengajarkan anak bagaimana cara
menyikat gigi yang baik, benar dan dengan frekuensi waktu yang tepat, sehingga gigi
anak terbebas dari sisa makanan.
Berdasarkan petikan
wawancara salah satu murid tentang perilaku
aktif terhadap terjadinya karies gigi dapat dilihat sebagai berikut:
Peneliti : Kemana adik berobat, jika sakit gigi ?
Murid : Tidak keman-mana kak,dibiarkan begitu saja
Penilit :
Mengapa dibiarkan ?
Murid :
Karena mamak bilang, sakitnya akan hilang sendiri.
Peneliti
: Apakah sanggup menahan rasa sakit
gigi, jika dibiarkan?
Murid : disanggup-sanggupin kak
Peneliti
: Apa yang adik lakuakan jika ada gigi
yang berlubang?
Murid : Tidak mealakukan apa-apa kak, biarkan begitu
saja,karena lama-kelamaan giginya juga hilang,dan gigi tidak sakit lagi.
Peneliti :
Kapan saja adik memeriksakan gigi ?
Murid : Tidak tahu,karena tidak pernah memriksakan
gigi.
Peneliti : Apa yang adik lakukan untuk merawat gigi
agar terhindar dari lubang gigi ?
Murid :
Dengan tidak memakan permen.
Peneliti :
Apa yang adik lakukan untuk mencegah terjadinya lubang gigi ?
Murid : Dengan
cara rajin menyikat gigi
Peneliti : Berapa
kali dalam sehari adik menyikat gigi ?
Murid : 1
Kali dalam sehari
Peneliti : Kapan
saja waktunya?
Murid : Pada
saat mandi pagi saja, waktu mau berangkat sekolah
Peneliti : Makanan
apa saja yang dapat mencegah terjadinya lubang gigi?
Murid : Saya
pernah dengar kak, makanan yang banyak airnya
Peneliti : Contohnya
seperti apa makanan itu ?
Murid : Ya seperti buah-buahan, misalnya timun,
jeruk dan lain sebagainya kak
Peneliti : Apakah adik perlu
melakukan pembersihan karang gigi untuk mencegah terjadinya lubang gigi ?
Murid :
Tidak perlu kak
Peneliti
: Kapan waktu yang tepat untuk
membersihkan karang gigi ?
Murid : Tidak tahu kak,karena saya tidak pernah
membersihkan karang gigi itu
2) Pelayanan
Kesehatan
Hasil
wawancara dari aspek pelayanan kesehatan diperoleh bahwa sebagian besar murid
yang diwawancarai berpendapat bahwa di daerah tempat tinggal mereka ada sarana
pelayanan kesehatan gigi, murid juga berpendapat bahwa mereka tidak pernah
berobat ke tempat pelayanan kesehatan. Sebagian besar murid berpendapat jarak
tempat tinggal dengan tempat pelayanan kesehatan tidak dapat dijangkau. Murid
berpendapat bahwa mereka tidak pernah mendapatkan penyuluhan dari tenaga
kesehatan gigi .
Berdasarkan
petikan wawancara salah satu murid
tentang pelayanan kesehatan dapat dilihat sebagai berikut:
Peneliti : Apakah
di tempat adik tinggal ada sarana pealayanan kesehatan (Puskesmas) ?
Murid : Ada kak, tapi jauh dari rumah
Peneliti :
Sejauh mana dek ?
Murid :
emmm…jauh pokonya kak, ga tau bilang kekmana kak…
Peneliti : Apakah adik pernah berobat ke sarana pelayanan
kesehatan?
Murid : Tidak pernah kak
Peneliti :
Kenapa tidak pernah?
Murid :
Takut kak
Peneliti :
Kenapa takut dek ?
Murid :
Takut dengan jarum suntik kak, hehehehe
Peneliti : Apakah adik pernah mendapat penyuluhan dari tenaga pelayanan kesehatan gigi ?
Murid : Tidak
pernah kak
3) Faktor
Lingkungan
Hasil
wawancara dari faktor lingkungan diperoleh bahwa sebagian besar murid yang
diwawancarai mengatakan bahwa mereka memiliki sikat gigi dirumah. murid juga mengatakan
bahwa mereka memiliki sikat gigi sendiri-sendiri. Sebagian besar murid
berpendapat bahwa dirumah mereka tidak menggunakan air PDAM melainkan air sumur.
Murid juga berpendapat bahwa tidak pernah menggunakan air hujan untuk
dikonsumsi dan sebagian besar murid menjelaskan mereka tidak mengetahui apakah
orang tua mereka ada menabung untuk biaya kesehatan.
Berdasarkan
petikan wawancara pada beberapa murid tentang faktor lingkungan terhadap terjadinya
karies gigi dapat dilihat sebagai berikut:
Peneliti :
Apakah adik memiliki sikat gigi dirumah ?
Murid : Ya
kak…
Peneliti : Apakah
sikat gigi yang adik miliki kepunyaan sendiri?
Murid : Ya
kak, masing-masing dirumah punya 1 sikat gigi satu orang
Peneliti : Apa
di rumah adik menggunakan air dari PDAM/PAM ?
Murid : Tidak kak, saya pakai air sumur di rumah
Peneliti :
Apakah adik menggunakan air hujan untuk dikonsumsi ?
Murid : Tidak
kak
Peneliti : Apakah orang tua adik menabung untuk biaya
kesehatan?
Murid : Saya
tidak tahu kak…
4) Keturunan
Hasil
wawancara dari faktor keturunan diperoleh bahwa sebagian besar respoden yang
diwawancarai memiliki gigi berjejal. Sebagian besar responden menjelaskan bahwa
ayah atau ibu mereka juga memiliki
susunan gigi berjejal dengan penjelasan
bahwa gigi berjejal yaitu gigi yang berlapis (tidak rapi).
5) Faktor
Jajajan
Hasil
wawancara dari faktor jajanan diperoleh bahwa sebagian besar murid yang
diwawancarai mengatakan mereka suka sekali makan coklat. Murid juga mengatakan
mereka sanagat suka dengan permen, murid juga berpendapat mereka suka dengan
buah-buahan berserat, sebagian besar murid berpendapat mereka tidak suka minum
susu, dan murid berpendapat mereka sangat suka makan es cream.
B.
Pembahasan
Hasil
penelitian yang dilakukan peneliti melalui pemeriksaan dan wawancara dengan
murid SD Negeri 1 Lamcot yang terkena karies gigi yang dilakukan pada tanggal 4
sampai dengan 8 Desember 2012 dengan jumlah responden yang didapat sebanyak 9
orang, dilakukan pembahasan sebagai berikut:
1.
Faktor
penyebab terjadinya karies gigi
a.
Status
Kebersihan Gigi dan Mulut
Berdasarkan
hasil pemeriksaan status kebersihan gigi dan mulut pada responden di SD Negeri
1 Lamcot sebagian besar berkategori
sedang. Keadaan kebersihan gigi dan mulut pada sebagian besar responden
yang berkategori sedang dikarenakan responden jarang menyikat gigi, sehingga
plak dan karang gigi menempel di sebagian permukaan gigi.
Penulis berasumsi bahwa kebersihan
gigi dan mulut yang buruk pada anak usia sekolah ini, karena mereka sangat
malas dan tidak membiasakan menyikat gigi secara teratur serta mereka tidak
tahu pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut sebagai permulaan mencegah
terjadinya suatu penyakit gigi. Menurut
Boediharjo (1985), kebersihan gigi dan mulut merupakan suatu keadaan dimana
gigi bebas dari plak dan calkulus serta penyakit mulut lainnya, kebersihan
mulut yang bagus akan membuat gigi dan jaringan sekitarnya sehat. Kebersihan
gigi dan mulut yang baik akan membuat gigi dan jaringan sekitarnya sehat,
seperti bagian-bagian lain dari tubuh, maka jaringan gigi dan penyangganya
tidak mudah terkena penyakit. Agar gigi tahan terhadap penyakit, gigi harus
mendapatkan perawatan dan perhatian yang lebih baik diantaranya dengan
menggosok gigi paling sedikit satu kali sehari, bila mungkin gosok gigi setiap
habis makan, mengurangi makanan yang mengandung gula serta memeriksakan gigi
secara teratur pada dokter gigi. Menurut
Suwelo (1992), apabila seseorang mengabaikan kebersihan gigi dan mulut maka
sisa-sisa makanan yang tertinggal dan menempel pada gigi-geligi dalam mulut
dapat menimbulkan berbagai penyakit pada jaringan keras gigi dan jaringan
penyangganya. Untuk mengatasi hal tersebut perlu diutamakan kebiasaan
memelihara kebersihan gigi dan mulut yang baik.
b.
Pemeriksaan
Hidrasi Saliva
Berdasarkan
hasil pemeriksaan hidrasi (aliran) saliva sebagian besar responden memiliki hidrasi saliva dengan kriteria
sangat rendah (merah). Penulis berasumsi bahwa
penurunan aliran saliva dapat disebabkan karena kurang menkonsumsi air atau
merangsang aliran saliva dengan mengunyah permen karet atau sebagainya. Menurut Mozartha (2008), saliva memiliki feel-cleansing, dimana aliranya dapat
berfungsi sebagai pembilas sisa-sisa makanan dan kotoran dari dalam mulut. Jadi
apabila saliva menurun maka akan menyebabkan timbulnya rasa tidak nyaman, lebih
rentan terjadinya ulserasi (luka), infeksi pada jaringan periodontal dan dapat
menimbulkan karies pada gigi.
c.
Pemeriksaan
Viskositas Saliva
Berdasarkan
hasil pemeriksaan viskositas (kekentalan) saliva sebagian besar responden
memiliki viskositas saliva dengan kriteria sangat rendah (merah). Karenan
viskositas (kekentalan) saliva dipengaruhi oleh aliran saliva, jika aliran
saliva rendah, maka tingkat kekntalan saliva juga rendan sehingga menyebabkan
mulut terasa kering dan dapat menimbukan karies karena aliran saliva sebagai feel-cleansing dalam mulut yang
berfungsi mengangkat atau membersihkan sisa-sisa makanan yang melekat pada
permukaan gigi. Penulis berasumsi bahwa kekentalan
saliva dipengaruhi oleh aliran saliva yang menyebabkan mulut terasa kering. Menurut
Indriani (2002), viskositas saliva berperan dalam kemampuan saliva membersihkan
sisa-sisa makanan dalam rongga mulut, hal ini akan menentukan keefektifan
saliva dalam mengurangi waktu kontak antara karbohidrat dengan gigi yang dapat
menimbulkan karies gigi.
d.
Pemeriksaan
pH Saliva
Berdasarkan
hasil pemeriksaan pH saliva sebagian besar responden memiliki pH saliva dengan kriteria cenderung asam. pH saliva
mempengaruhi optimalisasi kerja air ludah terhadap kekerasan email pada gigi,
jika pH saliva cenderung asam maka memungkinkan terjadinya karies pada gigi. Penulis
berasumsi bahwa, banyaknya air liur di
dalam mulut merupakan hal utama untuk pencegahan karies. Saliva adalah suatu
cairan oral yang kompleks yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil
yang ada pada mukosa oral. Saliva mempunyai sifat anti karies,para peneliti
merasa putus asa dalam usahanya mencoba mencari faktor dalam saliva yang
langsung dan khusus berhubungan erat dengan insiden karies. Salah satu penyebab
kegagalan itu adalah fakta bahwa karies merupakan penyakit yang terjadi secara intermiten yang mencakup baik horpesnya,
kumannya, maupun substraknya.
Menurut Tarigan (1990), apabila
seseorang mempunyai pH yang normal atau sesuai dengan yang diperlukan oleh gigi
maka kemungkinan terkena karies akan semakin kecil. pH saliva yang normal akan
mempengaruhi optimalisasi kerja air ludah untuk bekerja mempengaruhi kekerasan
email pada gigi. Secara mekanis air ludah ini berfungsi untuk membasahi rongga
mulut dan makanan yang dikunyah, sifat enzymatis
air ludah ini ikut di dalam system pengunyahan untuk memecahkan unsur-unsur
makanan.
e.
Pemeriksaan
Kuantitas Saliva
Berdasarkan
hasil pemeriksaan kuantitas (jumlah) saliva sebagian besar responden memiliki
kuantitas saliva dengan kriteria sangat rendah. Penulis
berasumsi bahwa kuantitas saliva dipengaruhi oleh banyak faktor diantarnya
kebiasaan buruk anak yaitu bernafas melalui mulut, kapsitas saliva dapat
berkurang pada saat- saat tertentu, seperti pada saat sedang tidur. Menurut
Davis (2008), rendahnya kuantitas saliva disebabkan adanya perubahan besar pada
glandula parotis, karena secara bertahap akan terjadi perubahan jaringan yang
menyusunnya. Dari masa nak-anak sampai dewasa, pergantian jaringan ini terjadi
sampai sekita 50 %. Selain perubahan jaringan terjadi pula perubahan pada
sel-selnya, dan juga penurunan sintetis protein, yang berakibat pada penurunan
produksi salivanya.
f.
Pemeriksaan
Kapasitas Buffer Saliva
Berdasarkan
hasil pemeriksaan kapasitas buffer saliva sebagian besar responden memiliki
kapasitas buffer saliva dengan kriteria sangat rendah. Penulis
berasumsi bahwa rendahnya kapasitas buffer pada saliva disebabkan karena
hidrasi atau aliran saliva menurun. Menurut Suyono (2006), munurunya kapasitas
buffer saliva dipengaruhi oleh sekresi ludah parotis, sehingga jika sekresi
parotis menurun maka kapasitas buffer saliva menurun dan pH pun ikut menurun.
2.
Faktor
yang mempengaruhi terjadinya karies gigi
a.
Perilaku
Aktif
Hasil wawancara dari aspek perilaku
aktif anak usia sekolah diperoleh bahwa sebagian besar murid yang diwawancarai
berpendapat bahwa jika sakit gigi mereka membiarkannya begitu saja tanpa
memperdulikan rasa sakit tersebut. Murid juga berpendapat bahwa, mereka tidak
melakukan apa-apa terhadap terhadap gigi yang berlubang, karena gigi yang
berlubang lama-kelamaan akan hilang dengan sendirinya. Murid berpendapat bahwa
mereka tidak akan memakan permen untuk merawat giginya. Murid juga berpendapat
mereka akan menyikat gigi untuk mencegah terjadinya lubang gigi, sebagian murid
berpendapat bahwa menyikat gigi hanya 1 kali sehari untk mencegah gigi
berlubang, sebagian besar murid berpendapat bahwa makanan yang mengandung
banyak air yang dapat mecegah terjadinya lubang gigi, sebagian besar murid
berpendapat bahwa tidak perlu membersihkan karang gigi untuk mencegah
terjadinya gigi berlubang dan mereka juga tidak pernah tahu kapan waktu yang
tepat dalam pembersihan karang gigi. Anak yang menderita karies gigi, pasti
lama kelamaan apabila tidak ditanggualangi dapat menimbulkan sakit gigi, yang
dapat menganggu proses tumbuh kembang anak karena sakit gigi ini berpengaruh
terhadap nafsu makan anak. Salah satu cara yang tepat dalam mencegah terjadinya
lubang gigi yaitu dengan membimbing dan mengajarkan anak bagaimana cara
menyikat gigi yang baik, benar dan dengan frekuensi waktu yang tepat, sehingga
gigi anak terbebas dari sisa makanan.
Penulis berasumsi bahwa perilaku
yang kurag baik pada murid, disebabkan karena murid tidak memperdulikan tentang
kesehatan gigi dan mulut sehingga mereka tidak menjaga kesehatan gigi dan mulut
terutama dalam hal menjaga kebersihan gigi dan mulut yang merupakan tahap awal
dalam mencegah terjadinya karies gigi pada anak .
Menurut Notoatmodjo
(2003), perilaku adalah semua aktivitas manusia baik yang dapat diamati maupun tidak dapat
diamati secara langsung. Perilaku memiliki peranan yang penting dalam
mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut karena perilaku merupakan salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan gigi individu atau masyarakat.
Perilaku pemeliharaan kesehatan positif, misalnya kebiasaan menggosok gigi,
sebaliknya perilaku pemeliharaan kesehatan gigi negatif, misalnya menggosok
gigi secara tidak teratur sehingga menyebabkan kesehatan gigi dan mulut menurun
dengan dampak antara lain gigi mudah berlubang (Warni, 2009).
Perilaku
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut di rumah seperti menyikat gigi dua kali
sehari sesudah sarapan dan sebelum tidur, mengurangi makanan dan minuman yang manis, dan persepsi
seseorang mengenai pentingnya kesehatan gigi dan mulut tersebut sehingga dapat
mendorong seseorang melakukan pemeliharaan gigi dan mulutnya merupakan segala
aktivitas dan keputusan seseorang untuk melakukan pencegahan dan deteksi dini
terhadap kesehatan gigi dan mulutnya (Delta, 2010). Kebiasaan seseorang yang paling berpengaruh
dalam meningkatkan resiko terjadinya karies adalah mengonsumsi makanan dan
minuman manis. Terjadinya karies bukan bergantung pada jenis makanan dan
minuman manis yang dikonsumsi tetapi bergantung pada frekuensi komsumsi makanan
dan minuman manis tersebut (Caobisco, 1995).
b.
Pelayanan
Kesehatan
Hasil wawancara dari aspek
pelayanan kesehatan diperoleh bahwa sebagian besar murid yang diwawancarai
berpendapat bahwa di daerah tempat tinggal mereka ada sarana pelayanan kesehatan
gigi, murid juga berpendapat bahwa mereka tidak pernah berobat ke tempat
pelayanan kesehatan. Sebagian besar murid berpendapat jarak tempat tinggal
dengan tempat pelayanan kesehatan tidak dapat dijangkau. Murid berpendapat
bahwa mereka tidak pernah mendapatkan penyuluhan dari tenaga kesehatan gigi.
Penulis berasumsi bahwa jarak tempat tinggal dengan sarana kesehatan sangat
mempengaruhi terhadap status kesehatan gigi dan mulut seseorang, selain jauh
dari tempat tinggal dan tida dapat dijangkau dengan berjalan kaki, sehingga
memerlukan biayauntuk transfortasi dan sebagainya membuat anak atau orang tua
anak malas dalam melakukan perawatan atau pemeriksaan gigi di sarana pelayanan
kesehatan.
Menurut Depkes RI (2000), pelayanan kesehatan gigi dan mulut adalah salah satu pelayanan
kesehatan dasar di puskesmas yang harus ditingkatkan mutunya dengan
melaksanakan pelayanan yang sesuai dengan standard yang ada. Pelayanan
kesehatan gigi mencakup beberapa program, baik di dalam gedung maupun di luar
gedung. Secara
umum pelayanan kesehatan masyarakat (Puskesmas) adalah merupakan sub sistem
pelayanan kesehatan khususnya kesehatan gigi dan mulut,yang tujuan utamanya
adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan)
dengan sasaran masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pelayanan
kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan
rehabilitatif pemulihan terbatas. Diharapkan Puskesmas memberikan pelayanan
terhadap kesehatan gigi dan mulut tidak menimbulkan kesan menyakitakan atau sakit
dengan menerapken teknologi terkini dan harga terjangkau oleh masyarakat. Oleh
karena ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat bidang kesehatan gigi dan
mulut menyangkut kepentingan masyarakat banyak, maka peranan pemerintah
mempunyai porsi yang besar.
c.
Faktor
Lingkungan
Hasil wawancara dari faktor
lingkungan diperoleh bahwa sebagian besar murid yang diwawancarai mengatakan
bahwa mereka memiliki sikat gigi dirumah. murid juga mengatakan bahwa mereka
memiliki sikat gigi sendiri-sendiri. Sebagian besar murid berpendapat bahwa
dirumah mereka tidak menggunakan air PDAM melainkan air sumur. Murid juga
berpendapat bahwa tidak pernah menggunakan air hujan untuk dikonsumsi dan
sebagian besar murid menjelaskan mereka tidak mengetahui apakah orang tua mereka
ada menabung untuk biaya kesehatan.
Penulis berasumsi air sumur yang
dikonsusmi anak sehari-hari dapat menyebabkan karies dimana air sumur hanya
sedikit mengandsung fluor yang merupakan zat yang mencegah terjadinya karies
gigi. Menurut Suwelo (1992), beberapa
faktor lingkungan yang paling penting pengaruhnya terhadap terjadinya karies
antara lain air yang diminum, kultur sosial ekonomi penduduk. Penghasilan dan
pendidikan penduduk yang tinggi akan mempengaruhi diet kebiasaan merawat gigi
sehingga prevalensi karies gigi rendah. Pada daerah dengan kandungan fluor yang
cukup dalam air minum (0,7 ppm sampai 1 ppm) prevalensi karies rendah. Bila
fluor diberikan sejak dini dengan kombinasi berbagai cara (dalam air minum dan
makanan), maka email akan banyak menyerap fluor sehingga akan memberikan efek besar
terhadap pencegahan karies.
d.
Keturunan
Hasil wawancara dari faktor
keturunan diperoleh bahwa sebagian besar murid yang diwawancarai memiliki gigi
berjejal. Sebagian besar murid menjelaskan bahwa ayah atau ibu mereka juga memiliki susunan gigi berjejal. Penulis
berasumsi bahwa gigi berjejal sangat sulit dibersihakan apabila ada sisa
makanan yang melekat didalam mulut sehingga lama kelamaan sisa makanan yang
menempel terurai oleh bakteri dan menimbulkan lubang pada gigi.
Menurut Suwelo (1992), orang-orang
yang memiliki gigi yang berjejal lebih mudah terkena karies, dengan gigi berjejal sisa makanan mudah
menempel di gigi dan sulit dibersihkan. Seseorang dengan susunan gigi berjejal
lebih banyak menderita karies dari pada yang mempunyai susunan gigi baik. Faktor
keturunan/genetik merupakan faktor yang mempunyai pengaruh terkecil dari faktor
penyebab karies gigi.
e.
Faktor
Jajanan
Hasil wawancara dari faktor jajanan
diperoleh bahwa sebagian besar murid yang diwawancarai mengatakan mereka suka
sekali makan coklat. Murid juga mengatakan mereka sanagat suka dengan permen,
murid juga berpendapat mereka suka dengan buah-buahan berserat, sebagian besar
murid berpendapat mereka tidak suka minum susu, dan murid berpendapat mereka
sangat suka makan es cream. Penulis berasumsi bahwa anak-anak sangat menyukai
makanan yang manis dan lengket, sepeti permen, es cream dan lain
sebagainya. Mereka menganggap makanan
seperti itu sangat menyenangkan apabila dimakan, tanpa mengetahui dampak yang
terjadi setelahnya, yaitu karies gigi yang dapat timbul apabila tidak
membesihkan sisa makanan yang lengket di permukaan gigi.
Menurut
Budiharjo (1985), sering mengkonsumsi jajanan manis (makanan kariogenik) dapat
merusak gigi, bila kurang menjaga kebersihan gigi dan mulut. Oleh karena itu
dianjurkan untuk mengurangi jajanan manis, pilihlah makanan kecil yang sedikit
mengandung gula. Anak-anak sangat menyukai jajanan tersebut karena makanan
tersebut sangat enak dan menyenangkan apabila dimakan, contonya seperti permen,
es krim gulali dan sebagainya, makanan tersebut apabila setelah dimakan dan
tidak langsung dibersihkan, maka dalam waktu yang cepat akan memudahkan bakteri
untuk berkembang biak dan menempel pada gigi sehingga merusak gigi dan menimbulkan
lubang pada gigi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan tentang kejadian karies gigi
pada anak usia sekolah dilihat dari faktor penyebab dan faktor yang mempengaruhi
di SD Negeri 1 Lamcot Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Faktor
penyebab terjadinya karies gigi
a.
Status kebersihan gigi
dan mulut pada responden di SD Negeri 1 Lamcot berkategori sedang. Keadaan kebersihan gigi dan mulut pada
sebagian besar responden yang berkategori sedang dikarenakan responden jarang
menyikat gigi, sehingga plak dan karang gigi menempel di sebagian permukaan
gigi.
b.
Hasil
pemeriksaan hidrasi (aliran) saliva sebagian besar responden memiliki hidrasi saliva dengan kriteria
sangat rendah (merah). Keadaan ini disebabkan karena responden kurang
menkonsumsi air dan melakukan pengunyahan untuk merangsang aliran saliva.
c.
Hasil
pemeriksaan viskositas (kekentalan) saliva sebagian besar responden memiliki
viskositas saliva dengan kriteria sangat rendah (merah). Karenan viskositas
(kekentalan) saliva dipengaruhi oleh aliran saliva, jika aliran saliva rendah,
maka tingkat kekntalan saliva juga rendan sehingga menyebabkan mulut terasa
kering dan dapat menimbukan karies karena aliran saliva sebagai feel-cleansing dalam mulut yang
berfungsi mengangkat atau membersihkan sisa-sisa makanan yang melekat pada
permukaan gigi.
d.
Hasil
pemeriksaan pH saliva sebagian besar responden memiliki pH saliva dengan kriteria cenderung asam. pH saliva
mempengaruhi optimalisasi kerja air ludah terhadap kekerasan email pada gigi,
jika pH saliva cenderung asam maka memungkinkan terjadinya karies pada gigi.
e.
Hasil
pemeriksaan kuantitas (jumlah) saliva sebagian besar responden memiliki
kuantitas saliva dengan kriteria sangat rendah. Rendahnya kuantitas saliva
dikarenakan dari berbagai faktor diantaranya kebiasaan buruk pada anak seperti
bernafas melalui mulut.
f.
hasil
pemeriksaan kapasitas buffer saliva sebagian besar responden memiliki kapasitas
buffer saliva dengan kriteria sangat rendah. Rendahnya kapasitas buffer saliva
dikarenakan hidrasi saliva menurun.
2. Faktor
yang mempengaruhi terjadinya karies gigi
a. Hasil
wawancara dari segi perilaku aktif menunjukkan bahwa perilaku murid kurang baik
dalam mencegah terjadinya karies, karena murid tidak memperdulikan kesehatan
giginya seperti melakukan perawatan gigi, menyikat gigi hanya 1 kali dalam
sehari.
b. Hasil
wawancara dari segi pelayanan kesehatan menunjukkan bahwa murid tidak pernah
mengunjungi sarana pelayanan kesehatan karena jarak dari tempat tinggal ke
sarana pelayanan kesehatan tidak dapat dijangkau.
c. Hasil
wawancara dari segi faktor lingkungan menunjukkan bahwa murid memiliki sikat
gigi sendiri-sendiri di rumah dan di rumah murid mengkonsumsi air sumur
dikarenakan tidak ada air PDAM.
d. Hasil
wawancara dari segi faktor keturunan menunjukkan bahwa sebagian besar murid
memiliki gigi berjejal dan orang tua murid juga memiliki gigi berjejal yang
dengan mudah menimbulkan karies gigi karena sulit dibersihkan.
e. Hasil
wawancara dari segi faktor jajanan menunjukkan bahwa muridsangat senang
mengkonsumsi makanan manis dan lengket seperti permen, es cream dan coklat.
B. Saran
1.
Bagi Murid
Diharapkan
kepada murid SD Negeri 1 Lamcot agar dapat meningkatkan perilaku tentang
kesehatan gigi dan mulut serta menjaga kesehatan gigi dan mulut dengan cara
membersihkan gigi dengan menyikat gigi secara teratur yaitu 3 kali sehari,
menngunjungi klinik gigi setiap 6 bulan sekali, mengurangi makanan manis dan lengket
agar terhindar dari penyakit karies gigi yang dapat menganggu kegiatan belajar
dalam sehari-hari.
2. Bagi
Guru
Diharapkan
bagi guru agar dapat mengajarkan serta menerapkan anak bagaimana cara menyikat
gigi yang baik serta dapat memberi informasi kepada murid tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan
mulut sehingga dapat mencegah terjadinya karies gigi pada anak.
3. Bagi
Petugas Kesehatan
Diharapkan
kepada petugas kesehatan gigi hendaknya dapat memberikan pendidikan dan
penyuluhan kesehatan gigi kepada anak-anak secara berkala, agar anak-anak dapat
belajar dan memahami bagaimana cara menjaga kesehatan gigi dan mulut sehingga
terhindar dari penaykit gigi dan mulut khususnya karies gigi.
4.
Bagi Orang Tua
Diharapkan
pada orang tua agar dapat memperhatikan kesehatan gigi dan mulut anak, dengan
menganjurkan anak untuk menyikat gigi secara teratur dan menghindari makanan
manis dan lengket yang dapat menyebabkan timbulnya karies gigi serta
menganjurkan anak untuk banyak mengkonsumsi makanan berserat untuk mencegah
timbulnya karies gigi.
DAFTAR PUSTAKA
Amerogen,
V.N, 1992. Ludah dan Kelenjar Ludah Arti
Bagi Kesehatan Gigi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
Anonim
2008, www.lifestyle,okezone.com
read 2008 12/02/27/169793/27/ Gigi Kurang bersih picu terjadinya karies. Diakses tanggal 23 Mei 2012.
Arifin, R, 2007. Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat. http://www.menigkatkan
derajatkesehatanmasyarakat.co.id/. diakses tanggal
10 April 2012.
Besford, 1996. Mengenai Gigi Anda,
Arcan. Jakarta.
Boedihardjo., 1985, Pemeliharaan Kesehatan Gigi Keluarga, hal. 3,11, 14,17, AUP.
Surabaya.
Cobisco, 1995. Dental Caries. http://www.dentalcaries.com/. diakses tanggal 1 Mei 2012.
Dengkeng, E. S, 2007. Dentofasial
Jurnal Kedokteran Gigi. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
Dentistrymolar, 2010. Pencegahan Gigi berlubang (Karies), http://dentistrymolar.wordpress.com/2010/04/16/pencegahan-gigi-berlubang-(karies)/, diakses
tanggal 7 Febuari 2012.
Depkes, 2000. Pedoman Upaya Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Puskesmas.
Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
--------, 2009. Undang-Undang Kesehatan, Departemen
Kesehatan RI. Jakarta.
Fatmasari, D, 2009. Manajemen
Asuhan Klinik Kesehatan Gigi Poltekkes Depkes Semarang.
Frankari, 2004. Tingkat Pengetahuan siswa tentang Kesehatan Gigi dan Mulut. http://kesehatangilut.blogspot.com/2011/03/tingkat-pengetahuan-siswa-tentang.html. diakses tanggal 7 Juli 2012.
Hamsafir, Evan, 2010. Definisi Karies Gigi, (Online), diakses
tamggal 25 Mei 2011. http://www.infogigi.com/karies-akar/definisi-mengenai-karies-gigi-html.
Herijulianti,
dkk, 2001. Pendidikan Kesehatan Gigi
Keluarga, EGC. Jakarta.
Houwink, B, dkk,
1993. Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan,
UGM. Yogyakarta.
Irhamna, 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Karies Gigi
Pada Murid di SDN 11 Muara Telang Kabupaten Banyuasin. http://jihanmeivitadanaura.com/2012/02/faktor-faktor-yang-berhubungan-dengan.html. diakses tanggal 20 Agustus 2012.
Julica, M.P, 2009. Tugas Ikgp Perencanaan Promkes Siswa SMA. http://Mawarputrijulica. Wordpress.com.
Kainforlanta, 2007. Tahan
Pemeriksaan Saliva. http://www.kesad.mil/taxonomi/term/21/07/html.
Kidd, Edwina A.M, dkk, 1991. Dasar-Dasar Karies Penyakit dan
Penanggulangannya, EGC. Jakarta.
Mozartha, Martha, 2011. Perilaku Ibu Tentukan Kesehatan Gigi Anak. http://gigi.klikdokter.com/subpage.php?id=&sub=74. Diakses tanggal 5 Mei 2012.
---------------------, 2008. Tingkat Keasaaman Saliva Dapat Menimbulkan Karies Gigi. http://gigi.klikdokter.com/subpage.php?id=&sub=74. Diakses tanggal 24 November 2012.
Nanda, 2005.
Anak Usia Sekolah Rentan Terkena Karies Gigi. http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/05/09/12/lrevhf-sekitar-85-persen-anak-usia-sekolah-menderita-karies-gigi. diakses tanggal 26 Mei 2012
Notoadmotjo, S,
2003. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu
Perilaku, EGC. Jakarta.
Pratiwi,
Donna, 2007. Gigi Sehat, PT. Kompas
Media Nusantara. Jakarta.
Riskesdas, 2007. Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar, Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Sandira, Iqbal, 2007. Karies Gigi, http://www.mail-archive.co.id/dokter@itb.ac.id/msg. diakses tanggal 16 Mei 2012.
Schuurs, A.H.B,
dkk, 1992. Patologi Gigi- Geligi; Kelainan- kelainan JARINGAN Keras
Gigi, Gadjah
Mada Universitas. Yogyakarta.
Suwelo, Ismu
Suharsono,
1992, Karies Gigi
Pada Anak dengan Berbagai Faktor Etiologi; Kajian pada Anak Usia Sekolah,
EGC.
Jakrta.
Syarifi, Sahip, 2008. Minum Susu Menggunakan Botol Menyebabkan Karies Parah pada Anak. http://sahipsyarifibawean.blogspot.com/2008/11/meminum-susu-menggunakan-botol.html. diakses tanggal 25 Mei 2012.
Tarigan, Rasinta, 1993, Karies Gigi. Hypokrates. Jakarta.
Warni,
L, 2009. Tesis Hubungan Perilaku Murid SD
kelas V dan VI pada kesehatan Gigi dan Mulut Terhadap Status Karies Gigi di
Wilayah Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009. USU. Medan.
0 komentar:
Posting Komentar