Selasa, 12 Februari 2013

PENYAKIT KARIES GIGI PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DITINJAU DARI ANALISIS SALIVA DIPOLI GIGI RUMAH SAKIT TK III ISKANDAR MUDA KOTA BANDA ACEH TAHUN 2012



BAB I    
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah atau masyarakat (Depkes RI, 2009).
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi kesehatan tubuh secara keseluruhan. Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk muka. Mengingat kegunaannya yang demikian penting maka penting untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut sedini mungkin agar dapat bertahan lama dalam rongga mulut. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih jauh dari harapan, hal ini terlihat dari penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita oleh 90% penduduknya. Penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita masyarakat di Indonesia adalah penyakit periodontal dan karies gigi (Antasari, 2005).
Masalah kesehatan gigi di Indonesia terutama karies gigi masih merupakan hal yang menarik. Berdasarkan SKRT 2004 karies merupakan masalah dalam kesehatan gigi dan mulut di Indonesia, dengan prevalensi 90,50%. Tingginya prevalensi karies gigi serta belum berhasilnya usaha untuk mengatasi, mungkin disebabkan oleh faktor distribusi penduduk, lingkungan, prilaku, dan pelayanan kesehatan gigi, serta keturunan dalam masyarakat Indonesia. Usaha untuk mengatasi sampai sejauh ini belum menunjukkan hasil nyata bila diukur dengan indikator kesehatan gigi miva asyarakat yaitu prevalensi karies gigi (Anonim, 2008).
Meningkatnya prevalensi karies gigi dan mudah timbul infeksi didalam rongga mulut yaitu lidah terasa tebal sehingga timbul gangguan pengecapan pada lidah. Mukosa mulut terasa terbakar dan timbul kandidiasis dan liken, planus, serta gingiva terasa turun dan nyeri bila ditekan, akibat turun gingiva maka gigi penderita diabetes mellitus tampak menonjol keluar dari soket serta jaringan periodontal terjadi peradangan disertai kroposnya tulang alveoris, adanya xerostomia, menurunnya macrophage dan neutropil untuk melawan mikroorganisme sehingga dapat meningkatkan karies gigi (Anonim, 2006).
Penyakit diabetes mellitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang, ditandaidengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolute maupun relative, penyakit diabetes mellitus bersifat menahun alias kronis, penderitanya dari semua lapisan umur serta tidak membedakan kaya maupun miskin (Mahendra dkk, 2008).
Penyakit diabetes mellitus menimbulkan manifestasi didalam rongga mulut yang meliputi saliva, lidah, mukosa gingival, jaringan periodontium dan gigi. pada penderita diabetes mellitus yang tidak terawat dengan baik sering kali timbul hiposalivasi (berkurangnya sekresi ludah) sehingga saliva menjadi kental dan mulut terasa kering yang disebut xerostomia diabetic (Mealey, 2006).
Penyakit diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme dari distribusi gula oleh tubuh, penderita diabetes mellitus tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tidak mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga terjadi kelebihan gula didalam darah (Mealer dkk, 2006).
Kenyataan yang menunjukkan adanya hubungan yang erat antara faktor lokal dan faktor sistemik, yaitu adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat mengakibatkan meningkatnya karies gigi dan memperberat gingivitis maupun penyakit periodontal. Sebaliknya penyakit gigi dan jaringan sekitarnya dapat mempengaruhi stabilitas kadar gula darah. Kerusakan jaringan periodontal pada penderita diabetes mellitus lebih parah dibandingkan dengan yang bukan penderita diabetes mellitus, meskipun pada kelompok yang bukan penderita diabetes mellitus, meskipun pada kelompok yang bukan penderita diabetes mellitus memiliki penumpukan plak yang lebih banyak dibandingkan (Novertasari, 2010).
Saliva merupakan campuran berbagai cairan yang terdapat dalam rongga mulut. Kelenjar ini berasal dari kelenjar saliva mayor dan minor. Saliva berfungsi sebagai cairan pembersih didalam rongga mulut, sehingga diperlukan dalam jumlah yang cukup, kekurangan saliva akan membuat tingginya jumlah plak didalam mulut (Pratiwi, 2007).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rumah sakit TK III Iskandar Muda Kota Banda Aceh Tahun 2012, tercatat pasien yang berkunjung ke poli gigi periode Januari sampai Agustus 2012 sebanyak 7216 orang, dan pasien yang mengalami diabetes mellitus 1760 serta pasien diabetes mellitus yang mengalami karies gigi sebanyak 216 (12,2%), dan kasus penyakit gigi lainnya 1544 (87,8%). Berdasarkan hasil wawancara dan pemeriksaan awal yang telah dilakukakan, ditemukan 5 orang pasien diabetes milletus yang juga mengalami karies gigi.
B.  Tujuan
1.      Tujuan umum
Mengetahui penyakit karies gigi pada pasien diabetes mellitus ditinjau dari analisis saliva di Rumah sakit TK III Iskandar Muda Kota Banda Aceh Tahun 2012.

2.      Tujuan khusus
a.    Mengetahui kejadian karies gigi ditinjau dari aliran saliva pada pasien diabetes mellitus di Rumah sakit TK III Iskandar Muda Kota Banda Aceh tahun 2012.
b.    Mengetahui kejadian karies gigi ditinjau dari viskositas saliva pada pasien diabetes mellitus di Rumah sakit TK III Iskandar Muda Kota Banda Aceh tahun 2012.
c.     Mengetahui kejadian karies gigi ditinjau dari pH saliva pada pasien diabetes mellitus di Rumah sakit TK III Iskandar Muda kota Banda Aceh Tahun 2012.
d.   Mengetahui kejadian karies gigi ditinjau dari kuantitas saliva pada pasien diabetes mellitus di Rumah sakit TK III Iskandar Muda Kota Banda Aceh Tahun 2012.
e.    Mengetahui kejadian karies gigi ditinjau dari kapasitas buffer saliva pada pasien diabetes mellitus di Rumah sakit TK III Iskandar Muda kota Banda Aceh Tahun 2012.
f.     Mengetahui status karies gigi pada pasien diabetes mellitus di Rumah Sakit TK III Iskandar Muda kota Banda Aceh Tahun 2012
C.  Manfaat Penelitian
1.        Manfaat Teoritis
Menambah pengetahuan dan pengalaman penulis dalam melaksanakan ilmiah dibidang kesehatan gigi dan mulut.
2.         Manfaat Praktis
Sebagai informasi mengenai hal-hal yang mempengaruhi karies gigi ditinjau dari saliva pada pasien diabetes mellitus bagi kesehatan gigi dan mulut sehingga dapat meningkatkan kesadaran diri dan senantiasa menjaga kesehatan gigi dan mulut.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.      Karies Gigi
1.    Pengertian Karies Gigi
            Karies gigi adalah suatu proses kronis yang dimulai dengan larutnya mineral email, sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari subtrat (medium makanan bagi bakteri), yang mengakibatkan timbul destruksi komponen-komponen organik dan akhirnya terjadi kavitasi atau pembentukan tulang (Schuurs, dkk, 1992).
            Karies termasuk salah satu penyakit yang banyak dialami orang, yang disebabkan oleh erosi atau pengikisan jaringan keras gigi yaitu email dan dentin oleh asam (Ardyan, 2010). Karies juga merupakan penyakit jaringan keras gigi akibat aktivitas bakteri sehingga melunaknya jaringan keras gigi yang diikuti dengan terbentuknya kavitas. Bakteri tersebut mampu meragikan gula dalam karbohidrat sehingga menghasilkan asam yang dapat menurunkan pH rongga mulut. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi secara perlahan-lahan (Martariwansyah, 2008).
       Penyakit yang mendominasi di Indonesia menurut statistik adalah karies gigi. Karies gigi bisa terjadi pada siapapun, walaupun pada umumnya sering muncul pada anak-anak dan remaja. Karies gigi merupakan alasan utama hilangnya gigi pada usia muda. (Effendy, 2010).
2.         Penyebab Karies Gigi
            Karies adalah hasil interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak atau biofilm, dan diet (khususnya komponen karbohidrat yang dapat difermentasikan oleh bakteri plak menjadi asam, terutama asam latat dan asetat) sehingga terjadi demineralisasi jaringan keras gigi dan memerlukan cukup waktu untuk kejadiannya. (Megananda, 2011). Faktor etiologi terjadinya karies dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

a.      Gigi
Komposisi gigi terdiri dari email dan dentin. Dentin adalah lapisan dibawah  email. Struktur email sangat menentukan dalam proses terjadinya karies. Permukaan email terluar lebih tahan terhadap karies dibandingkan lapisan dibawahnya karena lebih keras dan padat. Gigi dengan fissure yang dalam mengakibatkan sisa-sisa makanan lebih mudah melekat dan bertahan di gigi, sehingga produksi asam oleh bakteri akan berlangsung dengan cepat dan menimbulkan karies gigi (Tarigan, 1995).
b.   Saliva
Saliva berperan penting pada proses karies. Fungsi saliva yang adekuat penting dalam pertahanan melawan serangan karies. Mekanisme fungsi perlindungan saliva, meliputi : aksi pembersihan bakteri, aksi buffer, aksi antimikroba dan remineralisasi.
Aksi pembersihan bakteri, terjadi karena saliva mengandung molekul karbohidrat-protein (glikoprotein) yang menyebabkan beberapa bakteri mengelompok (aglutinasi) dan ditelan. Setiap hari normalnya dibentuk 1,5 liter saliva. Saliva juga mengandung urea dan buffer lain yang membantu melarutkan asam dalam plak. Aksi antimikroba plak terjadi karena kandungan bermacam-macam protein dan antibody yang dapat menghambat bahkan membunuh bakteri. Disamping itu saliva juga mengandung ion-ion kalsium, fosfat, kalium, dan kadang kala fluoride yang membantu remineralisasi.
   Berkurangnya saliva secara signifikan meningkatkan laju pertumbuhan karies. Berkurangnya aliran saliva akan berakibat pada tertekannya pH dalam jangka waktu yang lama (Megananda, 2011).
c.    Mikroorganisme/Plak dan Diet Sukrosa
Karies adalah penyakit infeksi yang disebabkan pembentukan plak kariogenik pada permukaan gigi yang menyebabkan demineralisasi pada gigi. Bakteri yang ada didalam rongga mulut adalah Streptococcus mutans, yang merupakan organisme penyebab karies karena sifatnya menempel pada email, menghasilkan dan dapat hidup di lingkungan yang asam, berkembang pesat di lingkungan yang kaya sukrosa dan dapat menghasilkan bakteriosin.
Dengan terpaparnya plak terhadap nutrient (terutama sukrosa), metabolism dalam plak menghasilkan asam yang mnyebabkan demineralisasi struktur gigi. Jika nutrient atau plak dihilangkan, ion-ion dari saliva (natrium, kalium, atau kalsium) meremineralisasi struktur gigi, dalam upaya memperbaiki komponen ion di dtruktur gigi.
d.   Waktu 
   Menurut Megananda, 2011 bahwa siklus proses karies membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyebabkan kavitasi. Perkembangan melalui email sering kali lambat sehingga lesi email kadang kala tetap tanpa perubahan selama 3-4 tahun. Laju perkembangan karies melalui dentin juga lambat sehingga proses berjalan panjang, memberi kesempatan untuk remineralisasi yang dapat mencegah tidak sampai terjadi kavitas.
   Karies gigi merupakan penyakit kronis, kerusakan berjalan dalam periode bulan atau tahun. Kecepatan terbentuknya karies serta lamanya frekuensi substrat disebabkan kebiasaan anak menahan makanan di dalam mulut, dimana makanan tidak cepat-cepat ditelan. Selain faktor  yang merupakan faktor langsung  di dalam mulut yang berhubungan dengan karies, terdapat juga faktor tidak langsung, disebut faktor  resiko luar, yaitu faktor predisposisi dan faktor penghambat terjadinya karies. Faktor luar antara lain  usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, lingkungan, sikap dan prilaku yang berhubungan dengan kesehtan gigi (suwelo, 1992).
1.    Proses terjadinya karies
Karies gigi terjadinya dari karbohidrat  (zat gula / sukrosa) dan sisa makanan  pada plak dirubah oleh kuman menjadi asam, kemudian asam inilah  yang akan melarutkan zat kapur pada lapisan luar gigi maka akan mengakibatkan gigi berlubang (ford, 1992).
Proses karies dapat di gambarkan secara singkat sebagai berikut :
Substrat +  plak  +             Gigi    Karies
(gula)            (bakteri)      (email atau dentin)     (metabolism oleh bakteri)              (demineralisasi)  
            Jika proses karies gigi diteliti secara lebih cermat maka akan tumbuh pengertian tentang diet, hygiene oral, juga pengetahuan mengapa tempat-tempat tertentu pada gigi tergantung umurnya mudah terkena karies. Plak dan bakteri sangat berperan, tetapi dietlah yang paling berperan sebagai faktor penyebab karies. Perubahan diet merupakan faktor utama bagi peningkatan prevalensi karies gigi (ford, 1992).
2.    Indeks karies
Indeks karies gigi adalah angka yang menunjukkan klinis penyakit karies gigi. Index karies yang biasa dipakai untuk gigi tetap DMF – T dan untuk gigi susu def – t (Herijulianti, 2002).
a.    Indeks DMF-T
D = Decay              : Jumlah gigi karies yang masih dapat ditambal
M = Missing           : Jumlah gigi tetap yang telah/harus dicabut karena karies
F = Filling               : Jumlah gigi yang telah ditambal.
b.    Indeks def-t
d = decay               : Jumlah gigi karies yang masih dapat ditambal
e = missing             : Jumlah gigi tetap yang telah/harus dicabut karena karies
f = filling                : Jumlah gigi yang telah ditambal.
Menurut WHO tahun 2003 bahwa kategori status karies gigi adalah :
Sangat Rendah            : 0,8 – 1,1
Rendah                        : 1,2 – 2,6
Sedang                        : 2,7 – 4,4
Tinggi                          : 4,5 – 6,5
Sangat Tinggi             : > 6,5.

3.        Pencegahan karies gigi
Menurut J. Frecken, dkk (1999) karies dapat dicegah dengan 3 aktivitas, yaitu:
a.       Menghilangkan plak seluruhnya dengan hati-hati dan efektif paling tidak satu kali dalam sehari.
b.      Membatasi frekuensi makan makanan dan minuman manis.
c.       Segera berobat ke klinik gigi puskesmas atau dokter gigi.
d.      Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut secara berkala 6 bulan sekali ke puskesmas atau dokter gigi.

A.  Diabetes Mellitus
1.    Pengertian diabetes Mellitus
Penyakit diabetes mellitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang, ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemi) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolute maupun relative, penyakit diabetes mellitus bersifat menahun alias kronis, penderitanya dari semua lapisan umur serta tidak membedakan kaya ataupun miskin (Mahendra,dkk, 2008).

2.    Jenis Diabetes Mellitus
Ada beberapa jenis diabetes mellitus, ada yang disebut diabetes mellitus pada anak (diabetes juvenilis) dan diabetes pada orang dewasa (maturity-onset diabetes), karena istilahnya kurang tepat akhirnya diganti dengan sebutan diabetes mellitus tipe 1 dan diabetes mellitus tipe 2 (Mahendra,dkk, 2008).
a.    Jenis Diabetes Mellitus 1
          Kekerapan diabetes mellitus tipe 1 di Negara barat lebih kurang 10% dari diabetes mellitus tipe 2 sedangkan di daerah tropis jauh lebih sedikit. Gambaran klinik biasanya timbul pada masa kanak-kanak dan ada juga yang timbul pada masa dewasa. Kekerapan tertinggi ditemuknan di Eropa Utara dan Selatan. Akhirnya tampak bahwa kekerapan diabetes mellitus tipe 1 di Eropa meningkat. Tidak seperti di Amerika Serikat yang rata-rata diabetes mellitusnya stabil (Mahendra,dkk, 2008).
b.    Jenis Diabetes mellitus
          Diabetes mellitus tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari 90%). Timbunya makin sering makin sering setelah umur 40 tahun dengan catatan pada decade ke-7 kekerapan diabetes mellitus mencapai 3 sampai 4 kali lebih tinggi dari pada orang dewasa. Pada keadaan dengan kadar glukosa darah yang tidak terlalu tinggi atau belum ada komplikasi, biasanya pasien tidak berobat kerumah sakit atau ke dokter. Hal ini menyebabkan jumlah pasien diabetes mellitus yang tidak terdiagnosis, tanpa interverensi yang efektif, dan menngkatnya faktor resiko yang disebabkan oleh karena gaya hidup yang salah seperti kegemukan, kurang olah raga dan pola makan yang tidak sehat (Mahendra dkk, 2008).

3.    Etiologi Diabetes Mellitus
          Faktor-faktor yang mengganggu pembuataan insulin dan metabolism hidrat arang dalam sel-sel sehingga menyebabkan hiperglikemia daan glikosuria merupakan gejala-gejala yang spesifik sekali untuk diabetes mellitus, dengan kemajuan-kemajuan dibidang patologi, biokimia dan imunoligi kini diketahui bahwa diabetes mellitus mempunyai etiologi lebih dari satu (etiologi yang berbeda-beda), dimana faktor genetik dan lingkungan memegang peranan yang besar (Tjokroprawiro, 2006).
          Diabetes mellitus dapat juga terjadi karena faktor keturunan tetapi bagaimana terjadi transmisi-transmisi dari seorang penderita ke anggota keuarga lain belum diketahui, ada yang mengatakan diabetes mellitus diturunkan secara resesif dan ada pula yang menerangkan transmisi ini secara over dominan. Selanjutnya infeksi oleh virus dianggab sebagai trigger faktor pada mereka yang sudah mempuyai predisposisi genetic terhadap diabetes mellitus dan nutrisi yang berlebihan serta stress juga bisa menyebabkan hiperglikemia penyebab diabetes mellitus meningkat (Tjokroprawiro, 2006).

4.    Manifestasi Diabetes Mellitus didalam mulut
          Khusus dibidang kedokteran gigi diabetes mellitus menampakkan gejala pada rongga mulut yang lebih tepatnya merupakan komplikasi dari diabetes mellitus itu sendiri. Beberapa komplikasi yang sering dihubungkan dengan diabetes mellitus dalam jangka waktu yang lama (Syaify 2004 cit Mathews, 2002).
Menurut Hafni Lubis (2001) manifestasi diabetes mellitus dirongga mulut meliputi:
a.  Xerostomia (mulut kering)
     Pada penderita diabetes mellitus keadaan ini sering dihubungkan dengan gangguan pengecapan, lidah lunak, sakit dan rasa terbakar. Perubahan Vaskularisasi terjadi pada gingival dan palatum menyebabkan keadaan yang tidak menyenangkan.
b. Saliva
     Perubahan saliva mempengaruhi kesehatan rongga mulut selain karena aliran saliva menurut penelitian pada penderita diabetes mellitus menunjukkan meningkatnya kalsium dan glukosa dalam saliva.
c.  Candidiasis
     Infeksi candidiasis sering dihubungkan karena komplikasi diabetes mellitus, meningkatnya glukosa dalam saliva memungkinkan pertumbuhan jamur, selain karena peranan xerostomia.
d. Penyakit periodontal
     Inflamasi gingival kehilangan tulang dan pembentukan poket dilaporkan sering terjadi pada penderita diabetes mellitus hal ini terjadi atas dasar yaitu:
1. Angiopathy dihubungkan dengan hiperglikemia menyebabkan perubahan metabolisme jaringan.
2. Meningkatnya glukosa dalam saliva menyebabkan berkembangnya bakteri dan pembentukan plak.
3. Meningkatnya kalsium dalam saliva menyebabkan pembentukan calculus dan deposit merupakan iritasi lokal.
4. Menghambat macrophage dan neutrophil akan meningkatnya pertumbuhan bakteri dan plak.
e.  Karies
     Tingginya glikosa dan kalsium dalam saliva, adany xerostomia, menurunnya macrophage dan neutrophil untuk melawan mikroorganisme sehingga dapat meningkatnya karies.

5.    Gejala Klinik Diabetes Mellitus
Tiga serangkai dari gejala diabetes mellitus adalah polyuria (sering buang air kecil), polydipsia (mudah haus), dan polyphagia (banyak makan).Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi.Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dl, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang (Tjokroprawiro, 2006).
            Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri). Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori yang hilang ke dalam air kemih,penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi  hal ini penderita seringkali merasa lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (poliphagi). Gejala lainnya adalah pandangan kabur,pusing, mual-mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi (Tjokroprawiro, 2006).

6.    Pengobatan dan Pencegahan Diabetes mellitus
a. Teruskan memakai insulin atau obat yang telah ditetapkan/diberikan dengan resep dokter,
b. Mengontrol kadar gula darah secara teratur,
c. Minum cairan (yang tidak manis) dalam jumlah yang cukup,
d. Berolahragalah secara teratur,
e. Makanlah makanan dengan gizi seimbang,
f. Jauhi stress dan emosional,
g. Berhenti merokok,
h. Mengoptimalkan kadar kolesterol,
i. Menjaga berat badan yang stabil ( Mahendra dkk, 2008).

7.        Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Pada Penderita Diabetes Mellitus
            Kadar gula darah yang tidak terkontrol menyebabkan penderita diabetes beresiko lebih tinggi untuk mengalami masalah kesehatan mulut. Diabetes yang tidak terkontrol mengganggu sel darah putih dan sel-sel imun seperti neutrofil, monosit dan makrofag yang berfungsi untuk pertahanan tubuh. Hal ini menyebabkan kemampuan tubuh untuk melawan bakteri menjadi menurun, dan penderita menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Ditambah lagi dengan adanya peningkatan kadar sel radang dalam cairan saku gusi,menyebabkan jaringan periodontal lebih mudah terinfeksi dan menyebabkan kerusakan tulang (Mozartha,2008).
            Penderita Diabetes Mellitus rentan terhadap masalah-masalah dalam rongga mulut seperti :
a.       Mulut kering (Xerostomia)
Diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan aliran saliva (air ludah), sehingga mulut terasa kering. Saliva memiliki efek self-cleansing, di mana alirannya dapat berfungsi sebagai pembilas sisa-sisa makanan dan kotoran dari dalam mulut. Jadi bila aliran saliva menurun maka akan menyebabkan timbulnya rasa tak nyaman,lebih rentan untuk terjadinya ulserasi (luka), infeksi pada jaringan periodontal, dan lubang gigi (Mozartha, 2008).
b.      Luka sukar sembuh
Diabetes yang  tidak terkontrol membuat penyembuhan luka pada penderita diabetes lebih lama dan lebih sulit dari pada orang normal,karena adanya gangguan aliran darah ke tempat terjadinya luka (Tjokroprawiro, 2006).
c.     Oral thrush
Penderita diabetes yang sering mengkonsumsi antibiotik untuk memerangi infeksi sangat rentan mengalami infeksi jamur pada mulut  dan lidah. Apalagi penderita diabetes yang merokok, resiko terjadinya infeksi jamur jauh lebih besar Prayitno (2003).
Menurut Prayitno (1993), hal-hal yang harus diperhatikan mengenai kesehatan gigi dan mulut pada penderita diabetes  adalah sebagai berikut :
a.       Jaga kadar gula darah sedekat mungkin dengan kadar gula darah normal, terutama dengan cara menerapkan gaya hidup sehat dikehidupan kita, agar produktivitas yang kita lakukan tetap berjalan sebagaimana mestinya.
b.      Jaga kebersihan gigi dan mulut sebaik mungkin, agar memperkecil resiko terjadinya karies,ginggivitis, ataupun penyakit periodontal. Masalah yang terjadi di rongga mulut penderita diabetes dapat mengarah ke penyakit lain.
c.       Jangan lupa informasikan mengenai kondisi diabetes bila berkunjung ke dokter gigi, terutama bila hendak mencabut gigi. Seperti yang telah di jelaskan di atas, luka pada penderita diabetes sukar sembuh. Ini termasuk juga luka setelah pencabutan gigi. Selain itu juga ada resiko terjadinya infeksi sekunder dan pendarahan yang cukup banyak setelah tindakan oleh dokter gigi. Oleh karena itu dokter gigi akan membersihkan tindakan premedikasi bila dipandang perlu, sebelum melakukan tindakan perawatan pada penderita diabetes.
d.      Kecuali sangat mendesak, sebaiknya hindari perawatan gigi bila kadar gula darah sedang tinggi. Normalkan dahulu kadar gula darah,baru kunjungi dokter gigi kembali.
e.       Pemakaian alat-alat seperti gigi tiruan atau kawat orthodontik perlu mendapat perhatian khusus. Pemakai gigi tiruan harus melepas gigi tiruan sebelum tidur dan dibersihkan dengan seksama agar meminimalkan kemungkinan terjadinya infeksi jamur karena kebersihan yang tidak terjaga.

B.   Saliva
1.    Pengertian Saliva
            Saliva merupakan campuran berbagai cairan yang terdapat dalam rongga mulut. Cairan ini berasal dari kelenjar saliva mayor dan minor. Saliva berfungsi sebagai cairan pembersih dalam mulut,sehingga diperlukan jumlah yang cukup. Kekurangan saliva akan membuat tingginya jumlah plak dalam mulut (Pratiwi,2007).
            Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur (Anonim,2010).
2.    Fungsi Saliva
Saliva memiliki beberapa fungsi, yaitu :
a.       Melicinkan dan membasahi rongga mulut sehingga membantu proses mengunyah dan menelan makanan
b.      Membasahi dan melembutkan makanan menjadi bahan setengah cair ataupun cair sehingga mudah ditelan dan dirasakan
c.       Membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan dan kuman
d.      Mempunyai aktivitas antibacterial dan sistem buffer 
e.       Membantu proses pencernaan makanan melalui aktivitas enzim ptyalin (amylase ludah) dan lipase ludah
f.       Berpatisipasi dalam proses pembekuan dan penyembuhan luka karena terdapat faktor pembekuan darah dan epidermal growth factor  pada saliva
g.      Jumlah sekresi air ludah dapat dipakai sebagai ukuran tentang keseimbangan air dalam tubuh
h.      Membantu dalam berbicara (pelumasan pada pipi dan lidah)
(Anonim,2010).

3.  Komposisi Saliva
            Ludah diproduksi secara berkala dan susunannya sangat bergantung pada umur, jenis kelamin, makanan saat itu, intensitas dan lamanya rangsangan, kondisi biologis, penyakit tertentu dan obat-obatan. Manusia memproduksi sebanyak 1000-1500 cc air ludah dalam 24 jam (Regina,dkk, 2010).
            Komposisi saliva terdiri dari air,bahan organik dan bahan anorganik.Komponen bahan organik terdiri dari protein,asam lemak, lipida ,glukosa,asam amino, urea dan amoniak. Sedangkan komponen bahan anorganik terdiri dari Na+,K+, Ca2+, Mg2+,Cl-, HCO3 dan fosfat. Banyaknya manifestasi dirongga mulut pada penderita diabetes mellitus maka analisa mengenai saliva dapat memberi pertimbangan dalam menegakkan diagnosa penyakit diabetes mellitus. Melalui pemeriksaan saliva dapat diketahui seberapa besar perubahan komposisi saliva pada penderita diabetes mellitus dan dewasa ini saliva bahkan digunakan sebagai media untuk membantu menegakkan diagnosa penyakit diabetes mellitus (Handayani,  2010).

4.  Analisis Saliva
            Analisis saliva adalah suatu pemeriksaan cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral (Meriam, dkk, 2009).

5.  Pemeriksaan saliva 
            Pemeriksaan saliva terdiri dari 5 tahap adalah :
a.       Tahap 1. Pemeriksaan dengan visual,melihat tingkat hidrasi (aliran saliva / flow rate).
b.      Tahap 2. Pemeriksaan dengan visual, melihat tingkat kekentalan.
c.       Tahap 3. Pemeriksaan PH saliva istirahat dengan PH test strip.
d.      Tahap 4. Pemeriksaan produksi saliva dengan stimulasi untuk mengetahui jumlah/banyaknya.
e.       Tahap 5. Pemeriksaan produksi saliva terstumulasi dengan buffer test strip, untuk mengetahui kualitas efektifitas saliva menetralisir asam dalam rongga mulut.
Langkah 1: Pemeriksaan Visual (Untuk mengetahui tingkat hidrasi  (aliran saliva  flow rate) .
Tarik bibir bawah, keringkan mukosa labial dengan kasa secara hati-hati, periksa mukosa dibawah sinar yang memadai. Amati butiran saliva yang keluar dari muara glandula minor. Bila waktu keluarnya saliva lebih dari 60 detik, berarti aliran saliva dibawah normal atau sangat rendah, bila waktu keluarnya 30-60 detik  aliran saliva rendah dan apabila aliran saliva kurang dari 60 detik, berarti aliran saliva normal.
Kodifikasi :
Lebih dari 60 detik   = flow rate Sangat rendah    → merah
30 – 60                    =  flow rate Rendah              → Kuning      
Kurang dari 30 detik = flow rate normal               → Hijau
Langkah 2 : Pemeriksaan Visual (Untuk mengetahui viskositas saliva)
Secara visual dapat diamati viskositas saliva tanpa stimulasi yang sehat adalah Jernih, konsistensi seperti air. Bila tampak menyerabut, berbusa atau bergelembung, atau sangat lengket,ini berarti bahwa kandungan air rendah disebabkan “production rate” saliva rendah.
Kodifikasi :
Sangat lengket / berbusa    = Viskositas kental      → merah
Berbusa / gelembung         = Viskositas moderat → kuning
Seperti air / jernih               = Viskositas  normal   → hijau

Langkah 3 : Pemeriksaan PH ada saliva istirahat dengan test strip.
Dalam pemeriksaan saliva ini pasien diintruksikan meludah kedalm cawan. Letakkan PH strip salivsa ke dalam cawan selama 10 detik. Kemudian periksa perubahan warna dari strip saliva tersebut. Bandingkan dengan gambaran standard.
Kodifikasi:
pH 5,0-5,8 keasaman tinggi                       → Merah
pH 6,0-6,6 keasaman moderat                   → Kuning
pH 6,8-7,8 keasaman sehat                        → Hijau

Langkah 4 : Pemeriksaan saliva terstimulasi
Dalam pemeriksaan saliva pada langkah ini, pasien diintruksikan untuk mengunyah sepotong wax (permen karet tanpa rasa) selama 30 detik,kemudian meludah ke dalam cawan, dilanjutkan mengunyah selama 5 menit, kemudian ludahkan ke dalam cawan, kumpul saliva kemudian tunggu sampai waktu 5 menit, setelah itu periksa jumlah saliva di dalam cawan hasil pengunyahan wax tersebut.
Kodifikasi:
Kurang dari 3,5 ml = kuantitas sangat rendah       → Merah
Antara 3,5-5,0 ml = kuantitas rendah                    → Kuning
Lebih dari 5,0 ml = kuantitas normal                     → Hijau
Langkah 5 : Pemeriksaan kapasitasa buffer.
Pemeriksaan kapasitas buffer mengindikasikan efektivitas saliva untuk menetralisasi asam didalam mulut, yang berasal dari makanan, plak gigi atau dari sumber internal (gastric reflux). Bikarbonat adalah unsur penting dalam sistem buffer saliva. Sedangkan saliva istirahat (saliva tanpa stimulasi) mengandung unsur bikarbonat sangat rendah. Saliva terstimulasi mempunyai kandungan bikarbonat 60 kali lebih besar.
Buka buffer test strip dari pembungkus foil dan letakkan diatas tisu absorben  dengan sisi test menghadap keatas kemudian gunakan pipet,sedot saliva secukupnya dari cawan pengumpul saliva,teteskan satu tetes pada setiap pad (satu strip ada 3 pad). Segera miringkan test strip  agar saliva tersedot tisu absorben. Hal ini untuk mencegah kelebihan saliva sehingga mempengaruhi ketepatan pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan segera setelah 5 menit terjadi perubahan warna.
Hasil pemeriksaan setelah 5 menit.
Warna        Point
Hijau                      4
Hijau / biru              3
Biru                        2
Biru / merah            1
Merah                     0


Kodifikasi :
Hasil penjumlahan dari 3 pads.
Point               Buffer                         Warna
0-5                   sangat rendah              merah
6-9                   rendah                         kuning
10-12               normal                         hijau    (Ilham, 2010).



BAB III
METODE PENELITIAN

A.      Jenis Penelitian
            Penelitian ini bersifat study kasus dengan analisa deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran tentang penyakit karies gigi pada penderita diabetes mellitus ditinjau dari analisis saliva di Rumah Sakit TK III Iskandar Muda Kota Banda Aceh Tahun 2012.

B.       Tempat dan Waktu Penelitian
            Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit TK III Iskandar Muda kota Banda Aceh Tahun 2012, direncanakan pada bulan September tahun 2012.

C.      Populasi dan sampel
1.         Populasi
        Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes mellitus yang berkunjung pada tanggal 2 sampai dengan 10 Oktober di Rumah Sakit TK.III Iskandar Muda Kota Banda Aceh Tahun 2012.
2.         Sampel
        Sampel dalam penelitian ini menggunakan metode accidental sampling atau berdasarkan kasus yang kebetulan ada  (pasien yang menderita diabetes mellitus dan juga mengalami karies gigi).
C.       Instrument Penelitian
1.      Kartu status pasien
2.      Alat diagnosa set
3.      Kamera digital
4.      Saliva chek 


D.       Metode Pengumpulan Data
1.        Data Primer
            Data ini diperoleh langsung dengan cara mengumpulkan hasil pemeriksaan kesehatan gigi dan saliva pasien di Rumah Sakit TK III Iskandar Muda Kota Banda Aceh tahun 2012.
2.    Data Sekunder
            Data tentang pasien yang mengalami penyakit karies gigi dan juga mengalami diabetes mellitus pada tahun 2012 diperoleh dari poli gigi Rumah Sakit TK III Iskandar Muda Kota Banda Aceh Tahun 2012.

E.        Cara Pengolahan Data
1.        Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
a.       Editing, yaitu memeriksa hasil pengisian kartu status.
b.      Coding, yaitu data terkumpul diubah bentuknya ke bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode-kode sehingga lebih mudah dan sederhana.
c.       Tabulating, yaitu pemindahan data dari kartu status kedalam tabel.
2.        Analisa Data
Analisa data dari hasil suvei dilakukan dengan deskriptif, yaitu agar dapat menggambarkan dan menjelaskan data yang terdapat dalam tabel sesuai karakteristik data yang ditampilkan, termasuk angka minimum dan maksimum serta presentase dari tiap-tiap tabel.






BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.      Hasil Penelitian
       Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dari tanggal 2 Oktober sampai dengan 10 Oktober Tahun 2012 terhadap 10 pasien di Rumah sakit TK. III Iskandar Muda Kota Banda Aceh Tahun 2012, hasil penelitian dibawah ini.
a.        Data Umum
1.        Geografis
       Rumah Sakit TK. III Iskandar Muda Kota Banda Aceh terletak di wilayah Kota Banda Aceh tepatnya di jalan T. Hamzah Bendahara No. 1 Kuta Alam
Banda Aceh dengan luas tanah 37.446 M dengan batas-batas sebagai berikut:
a.   Sebelah Utara              : Jalan kesehatan
b.   Sebelah Timur             : Sungai tanggul
c.   Sebelah Selatan           : Jl. T. Hamzah Bendahara
d.  Sebelah Barat              : Komplek TNI-AD
2.        Demografis
       Rumah Sakit TK. III Iskandar Muda Kota Banda Aceh terletak di wilayah Kota Banda Aceh yang mempunyai kapasitas 146 tempat tidur (TT). Jenis pelayanan yang dilaksanakan adalah:
a.          Jenis pelayanan spesialis yang ada:
Penyakit dalam, penyakit anak, penyakit bedah, penyakit kebidanan dan kandungan, penyakit syaraf, penyakit mata, penyakit telinga, hidung dan mulut, dan penyakit gigi atau bedah mulut dan rahang.
       b.  Instalansi pelayanan berupa instalansi rawat jalan, instalansi rawat inap,    instalansi gawat darurat (buka 24 jam), instalansi kamar bedah dan bedah sentral, radiologi (buka 24 jam), instalansi farmasi (buka 24 jam), instalansi laboratorium (buka 24 jam), instalansi gigi, instalansi gizi, instalansi pemeliharaan sarana rumah sakit.
       c.    Pelayanan transportasi dengan 5 mobil ambulance

22
       d.   Data kepegawaian  Rumah Sakit TK. III iskandar Muda
              Rumah Sakit TK. III Iskandar Muda mempunyai tenaga pelayanan berstatus PNS dan kontrak karya dengan jumlah sebagai berikut:
1. Tenaga Medis (Dokter spesialis / umum / dokter gigi) : 35 orang
2.   Tenaga Dokter Spesialis
a.       Dokter Spesialis Penyakit Dalam
b.      Dokter Spesialis Bedah
c.       Dokter Spesialis Anak
d.      Dokter Spesialis Mata
e.       Dokter Spesialis Kebidanan dan kandungan
f.       Dokter Spesialis THT
3.  Tenaga Perawat (Nurse / AMK / SPK) : 128 orang
4.  Tenaga Bidan (D-IV / D-III kebidanan) : 12 orang
5.  Tenaga Farmasi / Apoteker : 2 orang
6.  Paramedis Non Perawat : 20 orang
7.  Tenaga Administrasi dan Manajemen (M.Si / M.Kes / SKM / SE / S.Sos, dsb) : 20 orang
8.  Tenaga Non kesehatan (pekarya kesehatan) : 67 orang

b.      Data Khusus
1.      Hidrasi Saliva pada pasien Diabetes Mellitus dapat  dilihat pada tabel 3 dibawah ini :
Tabel 1
Distribusi Frekuensi hidrasi (aliran) saliva pada Pasien diabetes mellitus di Rumah Sakit TK. III Iskandar Muda Tahun 2012
No
Hidrasi Saliva
Jumlah Pasien
%
1.
2.
3.
Normal/hijau (<30 detik)
Rendah/Kuning (30-60 detik)
sangat rendah/Merah(>60 detik)
0
3
7
0
30
70
Total
10
100

              Berdasarkan tabel 1 diatas diketahui dari pemeriksaan Hidrasi Saliva dari 10 pasien yang diperiksa ternyata mayoritas berkriteria sangat rendah (Merah) adalah 7 orang (70%).

2.      Viskositas Saliva pada pasien Diabetes Mellitus dapat dilihat pada pada tabel 4 dibawah ini:
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Viskositas (kekentalan) saliva pada Pasien diabetes mellitus di Rumah Sakit TK. III Iskandar Muda Tahun 2012
No
Viskositas Saliva
Jumlah Pasien
%
1.
2.
3.
Normal (Hijau)
Moderat(Kuning)
Kental (Merah)
0
3
7
0
30
70
Total
10
100

         Berdasarkan tabel 2 diatas diketahui dari pemeriksaan Viskositas Saliva dari 10 pasien yang diperiksa ternyata mayoritas berkriteriaViskositas kental (Merah) adalah 7 orang (70%).

3.         pH Saliva pada pasien Diabetes Mellitus dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini :
Tabel 3
Distribusi Frekuensi pH saliva pada Pasien diabetes mellitus di Rumah Sakit TK. III Iskandar Muda Tahun 2012
No
pH Saliva
Jumlah Pasien
%

1.
2.
3.
Keasaman tinggi /Merah (5,0-5,8)
Keasaman moderat /Kuning (6,0-6,6)
Keasaman sehat/Hijau (6,8-7,8)
3
6
1
30
60
10

Total
10
100

         Berdasarkan tabel 3 diatas diketahui dari pemeriksaan pH Saliva dari 10 pasien yang diperiksa ternyata mayoritas berkriteria Keasaman Moderat (kuning) adalah 6 orang (60%)
4.      Kuantitas Saliva pada pasien Diabetes Mellitus dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini :
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Kuantitas saliva pada Pasien diabetes mellitus di Rumah Sakit TK. III Iskandar Muda Tahun 2012
No
Kuantitas Saliva
Jumlah Pasien
%
1.
2.
3.
Normal/Hijau (>5,0 mL)
Rendah/Kuning (3,5-5,0 mL)
Sangat rendah/Merah (<3,5 mL)
1
3
6
10
30
60
Total
10
100

         Berdasarkan tabel 4 diatas diketahui dari pemeriksaan Kuantitas Saliva dari 10 pasien yang diperiksa ternyata mayoritas berkriteria sangat rendah (Merah) adalah 6 orang (60%).

5.      Kapasitas Buffer pada pasien Diabetes Mellitus dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini :
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Kapasitas buffer salivapada Pasien diabetes mellitus di Rumah Sakit TK. III Iskandar Muda Tahun 2012
No
Kapasitas buffer saliva
Jumlah Pasien
%
1.
2.
3.
Sangat rendah/Merah (0-5 poin)
Rendah/kuning (6-9 poin)
Normal/Hijau (10-12 poin)
2
6
2
20
60
20
Total
10
100


         Berdasarkan tabel 5 diatas diketahui dari pemeriksaan Kapasitas Buffer dari 10 pasien yang diperiksa ternyata mayoritas berkriteria rendah (Kuning) adalah 6 orang (60%)
B.        Pembahasan
a.         Penyakit Karies gigi ditinjau dari hidrasi (aliran) Saliva pada penderita Diabetes Mellitus 
              Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat dari 10 pasien yang diperiksa ternyata pemeriksaan hidrasi saliva yang kriteria terbanyak adalah sangat rendah yaitu 7 orang (70%). Penulis berpendapat bahwa hidrasi saliva pada pasien diabetes mellitus menjadi rendah disebabkan oleh obat-obatan yang dikonsumsi sehingga faktor terjadinya karies gigi lebih cepat.
 Selain kebersihan gigi dan mulut, faktor yang mempengaruhi terjadinya karies gigi pada penderita diabetes mellitus dapat terjadi melalui penurunan aliran saliva secara signifikan, penurunan aliran saliva yang terjadi akibat komplikasi neuropati otonom, neuropati otonom dapat mempengaruhi system saraf simpatis dan parasimpatis yang mengontrol sekresi saliva (anonim, 2010). Menurunnya aliran saliva sebagai akibat dari xerostomia (mulut kering) yang disebabkan oleh obat-obatan antikolinergik yang dikonsumsi oleh penderita diabetes mellitus karena sifat obat-obatan antikolinergik itu membuat mulut kering (Baterls, 2010).
b.         Penyakit Karies gigi ditinjau dari viskositas (kekentalan) Saliva pada penderita Diabetes Mellitus
              Berdasarkan tebel 2 dapat dilihat dari 10 pasien yang diperiksa ternyata pemeriksaan viskositas saliva yang berkriteria terbanyak adalah dengan criteria sangat rendah (merah) yaitu 7 orang (70%). Penulis berpendapat bahwa kentalnya saliva dipengaruhi oleh xeroptomi diabetic (mulut kering pada pasien) karena sedikitnya jumlah saliva membuat saliva menjadi kental dan sulit untuk mengalir dengan normal. Menurut Tjokroprawiro (2006) ludah diabetes sering kali menjadi lebih kental, sehingga mulutnya terasa kering yang disebut xerostomi diabetic. Keadaan ini akan berangsur-angsur hilang jika diabetes mellitus dirawat dengan baik. Keadaan kental ini dapat mengganggu kesehatan rongga mulut, mudah mengalami infeksi pada rongga mulut.
c.             Penyakit Karies gigi ditinjau dari pH Saliva pada penderita Diabetes Mellitus
              Pemeriksaan pH saliva dapat dilihat pada tabel 3, berdasarkan pemeriksaan pada 10 pasien dapat dilihat bahwa ternyata proporsi pH saliva yang berkriteria terbanyak adalah keasaman moderat yaitu 6 orang (60%). Penulis berpendapat bahwa pH saliva juga merupakan salah satu faktor penentu bagi seorang mudah atau tidakya terkena karies gigi sejak erupsi elemen gigi geligi langsung berhubungan dengan saliva. Saliva merupakan cairan protektif yang penting dalam mencegah terjadinya karies gigi, kelainan penyakit periodontal dan penyakit mulut lainnya. Salah satu metode pencegahan karies gigi yaitu dengan meningkatkan kualitas saliva. Kualitas saliva dapat di tentukan dari komposisi saliva, sekresi, kecepatan aliran saliva, viskositas saliva (kekentalan), dan derajat keasaman saliva. Pada penurunan pH proses demineralisasi akan cepat meningkat sedangkan, pada kenaikan pH dapat terbentuk Kristal-kristal dan pembentukan karang gigi yang cepat. Semakin lama saliva beristirahat yaitu selama gigi tidak mengunyah makanan, maka pH saliva semakin tinggi viskositas dan pH saliva memegang peranan penting selama proses terjadinya karies gigi. Apabila seseorang mempunyai pH yang normal atau sesuai yang diperlukan oleh gigi maka kemunginan terkena karies akan semakin kecil. pH saliva yang normal akan mempengaruhi optimalisasi kerja air ludah untuk bekerja yaitu mempengaruhi kekerasan email pada gigi. Secara mekanis air ludah ini berfungsi untuk membasahi rongga mulut dan makanan yang dikunyah (Pratiwi, 2007).
d.            Penyakit Karies gigi ditinjau dari kuantitas Saliva pada penderita Diabetes Mellitus
              Berdasarkan tabel 4 hasil pemeriksaan pada 10 pasien diabetes mellitus yang juga mengalami penyakit karies gigi, ternyata proporsi kuantitas saliva yang kriteria terbanyak adalah sangat rendah yaitu 6 orang (60%). Prnulis berpendapat bahwa kuantitas saliva pada pasien diabetes mellitus sangat rendah karena kurang mengkonsumsi sayuran dan buah yang berserat sehingga kuantitas salivanya menjadi sangat rendah sehingga mudah terjadinya karies. Pada proses pengunyahan permen karet yang tidak mengandung gula akan meningkatkan sekresi saliva tampak dalam kecepatan aliran saliva. Sekresi saliva dalam jumlah yang tinggi menyebabkan saliva lebih encer dan kuantitasnya lebih banyak sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya karies gigi (Afianti, 2010).

e.             Penyakit Karies gigi ditinjau dari kapasitas Buffer pada penderita Diabetes Mellitus
              Beradasarkan tabel 5 hasil pemeriksaan kapasitas buffer saliva pada 10 pasien diabetes mellitus yang juga mengalami penyakit karies gigi, ternyata hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa mayoritas 6 pasien (60%). Dengan kriteria kapasitas buffer salivanya rendah (kuning), penulis berpendapat bahwa rendahnya kapasitas buffer terjadi karena rendahnya pH saliva pada penderita diabetes mellitus karena pH di pengaruhi oleh kuantitas saliva. Menurut Nungraha (2006). Penderita diabetes mellitus dapat terjadi xerostomia akibat penurunan sekresi air ludah karena dieresis. Penurunan sekresi ini terutama dari kelenjar parotis cenderung membuat pH menurun, disamping itu terjadi kenaikan kadar glukosa cairan mulut yang akan dimetabolisme oleh bakteri mulut menjadi asam. Kondisi ini juga menurunkan pH air ludah karena pH air ludah mempengaruhi kapasitas buffer yang terutama dipengaruhi kecepatan sekresi ludah parotis. Sehingga jika sekresi parotis menurun maka pH pun menurun dan kapsitas buffer pun ikut menurun. Penurunan pH ini juga terjadi Karena peningkatan konsentrasi glukosa darah diikuti peningkatan konsentrasi glukosa dalam ludah kelenjar parotis, glukosa dalam ludah ini akan dimetabolisme oleh bakteri mulut dan menghasilkan asam.



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

1.      Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari pembahasan pada penderita Diabetes Mellitus yang mengalami Karies gigi didapat bahwa:
1.     Aliran saliva pada 10 pasien Diabetes Mellitus yang diperiksa mayoritasnya adalah sangat rendah (Merah) sebanyak 7 pasien (70%).
2.     Viskositas saliva pada 10 pasien Diabetes Mellitus yang diperiksa mayoritasnya adalah adalah kental (merah) sebanyak 7 pasien (70%).
3.     pH saliva pada 10 pasien Diabetes Mellitus yang diperiksa mayoritasnya adalah keasaman moderat (kuning) sebanyak 6 pasien (60%).
4.     Kuantitas saliva pada 10 pasien Diabetes Mellitus yang diperiksa mayoritasnya adalah sangat rendah (merah) sebanyak 6 pasien (60%).
5.     Kapasitas buffer saliva pada 10 pasien diabetes mellitus yang diperiksa di mayoritasnya adalah rendah (kuning) sebanyak 6 pasien (60%).

2.        Saran
       Berdasarkan kesimpulan diatas disarankan sebagai berikut:
1.        Bagi pasien diabetes mellitus yang mengalami karies gigi
a.    Bagi pasien yang menderita penyakit diabetes mellitus untuk mengontrol gula darah secara rutin karena kondisi gula darah yang baik akan memperbaiki penyakit penyakit jaringan pendukung gigi.
b.   Banyak mengkonsumsi sayuran dan buah yang banyak mengandung air.
c.    Gunakan sikat gigi yang baik dengan teknik penyikatan yang baik dan benar serta gunakan pasta gigi yang mengandung fluoride.
d.   Konsumsi permen karet yang tidak mengandung gula agar terangsang kelenjar saliva untuk menghasilkan saliva sehingga bebas dari karies gigi.
e.    Bila gigi berlubang segera kunjungi rumah sakit atau puskesmas terdekat untuk dilakukan perawatan dengan penambalan pada gigi yang berlubang.
f.    Bila ada gigi yang sudah tanggal segera diganti dengan gigi palsu.



 
2.      Bagi petugas kesehatan gigi
      Agar lebih banyak meningkatkan upaya promotif dan preventif dengan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut kepada pasien diabetes mellitus yang berkunjung kerumah sakit agar mampu meningkatkan kebersihan gigi dan mulut.




DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2006. Diabetes mellitus dan penyakit periodontal <http://yureyco87.wordpress.com/2008/05/20/penyakit-periodontal-pada-penderita/.

Antasari, 2005. Peran Tenaga Kesehatan Masyarakat. http://ikpk-L.indonesia.blogsport.com

Astoeti, Tri Erri, 2006, Total Quality Manajement Dalam Pendidikan Gigi di Sekolah. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Bartels,         2010 Saliva analysis and periodontal dieses http;///just anather.wordpress.com

Dalimunthe. S.H, dkk, 2005. Periodontologi, USU. Medan

Depkes R.I, 2009. Undang-undang Republik Indonesia No.36 tentang kesehatan. Jakarta.
Ford, 1992, Restorasi gigi Jakarta : EGC

Handayani, J. 2010. Pemerisaan Komposisi Saliva Pada Penderita Diabetes Mellitus. http://repository.usu.ac.id

Herijulianti, E. indriani, T. S. Artini, S. 2002. Pendidikan kesehatan gigi. Jakarta: EGC

Houwink. N, 1993 Ilmu Kedoteran Gigi Pencegahan. EGC. Jakarta

Mahendra, dkk. 2008. Care Your Save Diabetes Mellitus, Penebar Pluss. Jakarta   

Mathariwansyah, 2008. Gigi Kuat Mulutku Sehat, Bandung: Hayati Qualita  

Mealey, L. B, dkk, 2006. Dibetes Mellitus and Periodontal Disease http://justanather.wordpress.com

Mozartha, Martha, 2010. Kesehatan Gigi dan Mulut pada Penderita Diabetes Mellitus, http://www.klikdokter.com/artikel/detail/150310

Noevertasari Blisha, 2010. Hubungan penyakit periodontal dengan diabetes mellitus. http://blisha.wordpress.com/2010/10/28

Paskah Leonardo, 2007. Pencegahan penyakit periodontal. www.wikimu.com/news/displynews

PDGI, 1984. Gejala penderita diabetes mellitus didalam rongga mulut No. 40 triwulan II

Pratiwi. D, 2007. Gigi Sehat. Kompas. Jakarta

Prayitno, 1993. Periodontologi Klinik, Universitas Indonesia, Jakarta

Putri, M.H, dkk, 2011. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras Dan Jaringan Pendukung Gigi. EGC. Jakarta

Ramadhan, A. G, 2010. Serba-serbi Kesehatan Gigi Dan Mulut. Bukunee. Jakarta

Sudoyo, A.W, dkk, 2006. Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.

Tarigan, R. 1995. Karies Gigi Hipokrates . Jakarta

Tjokroprawiro, A, 2006. Diabetes Mellitus Klarisivikasi Diagnosis Terapi Edisi Baru PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.





0 komentar:

Posting Komentar