Selasa, 26 Juni 2012

BUDAYA REMAJA PUNK DI ACEH


IDENTITAS PUNK DI ACEH

Layaknya remaja di belahan bumi manapun, remaja aceh pun memiliki kecenderungan mencari identitas diri. Mereka mulai mencoba-coba hal-hal yang memberikan stimulasi baru tentang kehidupan mereka, memberika arti tentang tingkah laku mereka yang mendapatkan dukungan sosial.

Punk di Aceh merupakan sebuah pergerakan yang masih tidak terlalu terlihat. Mulanya komunitas punk muncul sebagai sebuah identitas baru bagi remaja Aceh. Kemunculannya lebih dikarenakan oleh faktor pengaruh lingkungan budaya Barat dan luar Aceh yang memberikan stereotipe baru bagi remaja. Komunitas ini muncul pada tahun 90-an dengan anggota dari berbagai jenjang usia untuk saat ini serta berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Namun demikian, kebanyakan yang terlihat di Aceh lebih kepada remaja. Kegiatan remaja punk ini akan mudah ditemui di daerah taman Putroe Phang yang berlokasi di pusat ibukota Banda Aceh. Setiap harinya mereka terlihat duduk di jembatan di daerah tersebut. Kegiatan yang mereka lakukan salah satunya adalah membuat konser musik yang beraliran punk-rock.

Remaja punk di Aceh lebih berorientasi pada anak-anak remaja yang berumur belasan tahun yaitu pada remaja pada jenjang pendidikan SMP dan SMA. Perilaku yang mereka tampakkan adalah cenderung tidak menampilkan gaya mereka pada masyarakat luas terutama dalam hal kesehariannya atau dengan kata lain masih ragu dalam menunjukkan identitas. Memiliki rasa curiga pada orang-orang yang baru mereka kenali. Namun demikian, ketika dalam kegiatan atau acara tertentu mereka akan berpenampilan layaknya anak punk lainnya, yaitu rambut Mohawk, celana dan baju kulit atau hanya sekedar kaos oblong, memakai rantai sebagai aksesoris, sepatu boot dan sebagainya.

Remaja punk di Aceh menyatakan diri mereka sebagai orang-orang yang terbuka kepada orang lain dan mampu melakukan komunikasi yang baik dengan orang lain. Namun demikian, selama proses pencarian data, saya menemukan mereka banyak memberikan defence mechanism (mekanisme pertahanan diri) kepada orang lain yang ada di sekitar mereka. Hal ini mungkin dikarenakan mereka memiliki kecenderungan untuk mewaspadai orang-orang baru yang ada di sekeliling mereka. Terlepas dari hal tersebut, kami melihat bahwa mereka terlihat mampu melakukan komunikasi dengan baik dengan orang-orang lain yang ada di sekitar mereka. Mereka masih mampu membangun kelekatan dengan orang-orang lain yang tidak termasuk ke dalam kelompok mereka sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari, beberapa di antara mereka mampu melakukan sosialisasi dengan kelompok masyarakat secara luas. Hal ini tergambarkan oleh beberapa dari mereka ada yang masih bersekolah di SMA favorit.

Selain itu. Kegiatan konser musik yang digelar merupakan konser musik yang terbuka untuk khalayak ramai. Konser ini terlihat lebih untuk menampilkan karakter mereka dan mempertegas adanya remaja Punk di Aceh sendiri.
Sama halnya dengan remaja punk yang ada di luar aceh, Gaya hidup tersebut berlandaskan pada ideologi kebebasan yang mereka anut. Namun bukan bebas dalam arti sebebas-bebasnya, tetapi masih dalam batas tertentu menurut standar mereka yang dianggap tidak sampai merugikan orang lain. Gaya hidup yang diperlihatkan komunitas punk adalah sikap kebebasan, gaya hidup di jalanan, dengan segala pengaruhnya. Tidak terlihat orientasi ke depan. Semua hal dilakukan dan dijalani pada masa sekarang. Semua hal dibiarkan mengalir apa adanya. Begitu pula dalam memandang dan menyikapi hidup. Namun dalam semua hal terkait gaya hidup dan pandangan hidup komunitas punk di Aceh, banyak terjadi paradoks. Hal ini dapat dipahami sebagai bagian dari era post-modernisme.

Pengaruh keberadaan komunitas punk di Aceh juga berdampak pula terhadap masyarakat sekitar. Komunitas punk, dengan segala image negatif yang melekat padanya, dapat dijadikan contoh pengaruh budaya luar yang tidak baik dan tidak cocok diterapkan di Aceh mengingat Aceh sebagai Serambi Mekkah. Aceh dikenal sebagai daerah yang berlandaskan Islam menjadi kontradiksi sendiri yang ada di dalam aplikasinya. Tak jarang, para remaja Punk ini sering ditangkap oleh Wilayatul Hisbah, sebagai polisi syariat yang ada di Aceh.

Meskipun demikian, dibeberapa daerah Aceh lainnya juga terdapat remaja punk. Bahkan di antara perkembangan remaja yang ada Aceh, ada pula komunitas remaja Punk di daerah lain, misalnya Aceh Selatan. yang memiliki perkembangan yang lebih baik dan memiliki orientasi yang lebih jelas dibandingkan dengan remaja Punk yang ada di Banda Aceh. Remaja punk di aceh selatan ini menunjukkan pergerakan yang lebih mentolerin nilai-nilai islam terkaitan dengan norma-norma agama. Mereka memiliki penampilan yqang sama yaitu berupa rambut yang tetap Mohawk namun tetap menjalani kehidupan sehari-hari dengan masyarakat yang ada.

Selain itu, kami lebih melihat bahwa remaja punk di Aceh merupakan identitas yang memberikan pilihan nyata bagi remaja. Terlepas dari penilaian yang diberikan oleh masyarakat, kami melihat sendiri bahwa mereka memiliki sikap-sikap positif tentang orang-orang lain yang ada di sekitar mereka.

REMAJA PUNK DALAM TEORI PSIKOLOGI REMAJA

Remaja sebagai periode tertentu dari kehidupan manusia merupakan suatu konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara barat,istilah remaja di kenal dengan “adolensence” (kata benda adolescentia = remaja), yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa.
Untuk merumuskan sebuah definisi yang memadai tentang remaja tidaklah mudah sebab kapan masa remaja berakhir dan kapan anak remaja tumbuh menjadi dewasa tidak dapat ditetapkan secara tetap. Dalam masa perkembangan remaja adanya perubahan-perubahan lainnya yang mengikuti masa remaja terjadi berupa perkembangan fisik, perkembangan kognitif dan perkembangan psikososial.

Berkaitan dengan remaja punk, adanya teori Erikson yang dapat menjelaskan keadaan remaja yaitu pada tahap ke-5, identity vs identity confusion, yang terjadi selama masa remaja. Hal ini adalah karena tahap tersebut merupakan peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahap ini sangat menentukan perkembangan kepribadian masa dewasa. Pada tahap ini, anak dihadapkan dengan pencarian jati diri. Ia mulai merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, perasaan bahwa ia adalah individu unik yang siap memasuki suatu peran yang berarti di tengah masyarakat, baik peran yang bersifat menyesuaikan diri maupun yang bersifat memperbaharui. Tetapi, karena peralihan yang sulit dari masa kanak-kanak ke dewasa di satu pihak dan karena kepekaan terhadap perubahan sosial dan historis di pihak lain, maka anak akan mengalami krisis identitas. Bila krisis ini tidak segera diatasi, maka anak akan mengalami kebingungan peran atau kekacauan identitas, yang dapat menyebabkan anak merasa terisolasi, cemas, hampa, dan bimbing. Dalam hal ini, layaknya seorang remaja lainnya, remaja punk juga mengalami keadaan yang di sampaiakn oleh Erikson, bahwa mereka juga memiliki keinginan untuk menemukan identitas dirinya sendiri. Pencarian jati diri menjadi sebuah landasan yang membuat para remaja memilih untuk menjadi anak punk, atau lain sebagainya. Dalam hal ini, remaja yang memasuki kehidupan punk memiliki keinginan untuk mendapatkan sebuah gambaran tentang dirinya yang sesuai dengan pengetahuan yang telah ia dapatkan. Individu yang memiliki kekacauan identitas bukanlah petunjuk kepada seseorang yang memilih pergaulan remaja Punk, hanya saja bagaimana konteks yang dimiliki oleh remaja punk itu sendiri yang menjadi tolak ukurnya. Apakah remaja punk tersebut membawa individu dalam kehidupan yang lebih berkembang dalam masyarakat atau sebaliknya.

Selain itu, perkembangan kehidupan sosial remaja juga di tandai dengan gejala meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam kehidupan mereka. Hartup (1982) misalnya mencatat bahwa pengaruh teman sebaya memberikan fungsi-fungsi sosial dan psikologis yang penting bagi remaja. Bahkan dalam studi lain ditemukan bahwa hubungan teman sebya yang harmonis selama masa remaja, dihubungkan dengan kesehatan mental yang positif pada usia setengah baya. Namun demikian, sejumlah ahli teori lainnya menekankan penagruh negatif dari teman sebaya terhadap perkembangan anak-anaak dan remaja. Bagi sebagian remaja, ditolak atau diabaikan oleh teman sebaya. Lebih dari itu, teman sebaya dapat memperkenalkan remaja pada alkohol obat-obatan (narkoba), kenakalan, dan berbagai bentuk perilaku yang dipandang orang dewasa sebagai maladaptif.

Punk sebagai remaja yang masih mencari identitas tentunya juga tidak terlepas dari pengaruh teman-teman sebaya (peer). Seorang remaja yang memilih untuk masuk ke dalam komunitas punk dapat saja dikarenakan oleh pengaruh teman-temannya, keadaan teman-teman yang lebih memiliki kelekatan yang lebih tinggi ketimbang kelekatan dengan orang tua tentunya menjadi faktor mengapa seorang anak memilih untuk memasuki komunitas punk. Selain itu, hubungan seorang anak dengan orang tuanya memberikan pengaruh yang kuat bagi perkembanagn sosial remaja. Ketika remaja yang tidak memiliki kontrol yang baik dari orang tuanya dan kelekatan yang tidak baik akan memberikan pengaruh yang buruk baik seorang remaja. ketika seorang anak menjadi seorang yang memasuki komunitas punk dan menjadi remaja yang memiliki kekacauan identitas sehingga menjadi individu yang memiliki kesehatan mental yang buruk.

Pengaruh teman sebaya dalam komunitas punk juga memberikan pengaruh baik setiap individu yang menajdi anggota komunitas tersebut. Jika orientasi yang dimiliki oleh para remaja punk tersebut bebas, maka tak ayal kebebasan dalam bergaya hidup yang tidak sesuai dengan norma masyarakat dan berdampak negatif menjadi sebuah simbol bagi remaja tersebut. Oleh sebab itu, pengaruh teman sebaya tidaklah dapat dipisahkan dalam pemberian nilai dalam komunitas punk itu sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar