Kamis, 14 Februari 2013

ANALISIS KARIES GIGI MOLAR PERTAMA PERMANEN DITINJAU DARI FAKTOR LUAR PADA MURID DI SDN KANDANG CUT KECAMATAN DARUL IMARAH ACEH BESAR TAHUN 2012


BAB I
PENDAHULUAN
  

A.  Latar Belakang Masalah
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis (Depkes RI, 2009).
Peningkatan kesehatan gigi merupakan salah satu tujuan terwujudnya derajat kesehatan masyarakat. Upaya ini perlu ditinjau dari aspek lingkungan, pengetahuan, pendidikan, kesadaran masyarakat dan penanganan kesehatan gigi termasuk pencegahan dan perawatan. Namun sebagian besar orang  mengabaikan kondisi kesehatan gigi secara keseluruhan. Perawatan gigi dianggap tidak terlalu penting, padahal manfaatnya sangat vital dalam menunjang kesehatan dan penampilan (Jane, 2004).
Pertumbuhan dan perkembangan gigi merupakan hal yang penting untuk dipahami oleh seorang dokter gigi dalam merawat pasien anak. Hal ini berkaitan dengan rencana perawatan yang akan dilakukan. Rencana perawatan sering kali dihubungkan dengan usia anak ketika anak tersebut memiliki keluhan pada giginya (Indriyanti,2006).
Anak usia sekolah merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap karies, karena umumnya masih mempunyai pengetahuan dan prilaku yang kurang terhadap karies gigi. Pada masa ini anak mulai belajar memperhatikan prilaku hidup dari lingkungan sekitar, mulai berinteraksi dengan banyak teman, mengenal dan meniru apa yang dilihat, dampaknya dapat berakibat menguntungkan atau merugikan bagi kesehatan gigi (Depkes RI, 1995). Itjingningsih (1991) juga berpendapat, orang tua perlu mengamati dan mencatat secara rutin perubahan yang terjadi didalam rongga mulut anak demi mengantisipasi gangguan dan kelainan gigi secara dini. Gangguan dan kelainan pada rongga mulut tersebut seperti karies gigi.
Pertumbuhan geligi tetap dimulai dengan geraham pertama bawah. Gigi ini sering dianggap sebagai geligi sulung, sehingga sering terjadi lubang gigi (karies gigi). Gigi molar pertama termasuk gigi posterior yang mempunyai ukuran terbesar dari semua gigi yang berfungsi untuk proses pengunyahan yaitu untuk menggiling dan menghancurkan makanan, karena fungsinya ini maka gigi molar rentan terhadap karies ( Riyanti, 2005).
Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pits, fissure, dan daerah interproksimal) meluas ke arah pulpa (Tarigan, 1995). Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya kejaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri (Kidd, 1991).
Sebagian besar karies menyerang gigi tetap pertama (molar pertama). Gigi tetap pertama (molar pertama rahang atas dan rahang bawah) tumbuh pada usia anak  6 tahun. Gigi tetap tersebut tidak menggantikan gigi susu manapun dan letaknya di belakang. Hampir semua orang tua berfikir gigi tersebut akan diganti, dan akibat pembersihan gigi yg kurang hampir 50%  gigi molar pertama pada anak-anak di usia 8 tahun gigi tersebut sudah karies atau lubang (Andini, 2007).
Karies gigi merupakan penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita oleh anak usia sekolah, terutama pada gigi molar pertama permanen yang hanya erupsi satu kali. Pada anak usia sekolah 90% karies terjadi, karies juga merupakan penyebab patologi primer atas penanggalan gigi pada anak-anak yang terjadi karena kurangnya perhatian anak dan pengetahuan orangtua terhadap erupsi gigi molar pertama permanen (Andini, 2007).
Survei Lotte School Tour selama sebulan yang melibatkan 10 ribu pelajar se-Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi menemukan fakta, dari 6.183 siswa sekolah yang dikunjungi 60 persennya menderita karies gigi. Hasil pemeriksaan dokter gigi pada seorang pelajar kelas V di SD Muhammadiyah 6 Tebet, Jakarta, ditemukan geraham atas kiri mengalami karies. Bila terlambat ditangani, gigi berlubang makin parah (Tempo, 2011).
Data dari WHO menunjukkan bahwa rerata pengalaman karies (DMF-T) pada anak usia 12 tahun berkisar 2,4. Berbagai indikator telah ditentukan WHO, antara lain anak umur 5 tahun 90%  bebas karies, anak umur 12 tahun mempunyai tingkat keparahan kerusakan gigi (indeks DMF-T) sebesar 1 gigi, penduduk umur 18 tahun bebas gigi yangdicabut (komponen M=0), penduduk umur 35-44 tahun memiliki minimal 20 gigi berfungsi sebesar 90%, dan penduduk umur 35-44 tanpa gigi (edentulous) ≥ 2%, penduduk umur 65 tahun ke atas masih mempunyai gigi berfungsi sebesar 75% dan penduduk tanpa gigi ≤ 5% (Depkes RI, 2007).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2007) provinsi Aceh tahun 2007,  menunjukkan prevalensi penduduk bermasalah gigi dan mulut sebesar 30,5%. Sebesar 59,1% penduduk umur 12 tahun keatas, mengalami karies pada giginya yang belum ditangani/karies aktif untreated, pada laki-laki 41,2% dan perempuan 40,9%, diperkotaan 39,5% dan diperdesaan 41,5% prevalensi karies aktif meningkat dengan bertambahnya umur.
Berdasarkan program UKGS yang dilaksanakan Puskesmas Darul Imarah bulan April-Mei 2012 pada beberapa SD dan MIN, diperoleh data prevalensi lubang gigi sebesar 58% lebih tinggi dari radang gusi sebesar 6%. Namun, dari pemeriksaan tersebut belum diketahui secara spesifik berapa prevalensi karies molar pertama permanen pada anak.
Dari pemeriksaan yang peneliti lakukan pada murid kelas IV s/d kelas VI di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar dengan jumlah 49 anak didapat bahwa 30 anak mengalami karies pada gigi molar pertama permanen. Hasil pemeriksaan tersebut diperoleh data karies gigi molar pertama permanen sebanyak 55 kasus, dimana dalam rongga mulut anak terdapat rata-rata 2 kasus karies gigi molar pertama permanen.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, bisa dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut yaitu: Bagaimanakah analisis karies gigi molar pertama permanen ditinjau dari faktor luar pada murid di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2012?

C.  Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor luar penyebab karies molar pertama permanen pada murid di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2012.
2. Tujuan Khusus
a.       Mengetahui faktor perilaku penyebab karies molar pertama permanen pada murid di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2012
b.      Mengetahui faktor lingkungan penyebab karies molar pertama permanen pada murid di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2012
c.       Mengetahui faktor pelayanan kesehatan penyebab karies molar pertama permanen pada murid di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2012
d.      Mengetahui faktor keturunan penyebab karies molar pertama permanen pada murid di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2012

D.  Manfaat Penelitian
1.    Teoritis
Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta pengalaman dalam melakukan penelitian studi kasus dibidang kesehatan gigi dan mulut. Khususnya tentang penyakit karies molar pertama permanen pada anak di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar.

2.    Praktis
Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai bahan bacaan informasi dasar untuk penelitian selanjutnya. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan untuk meningkatkan perilaku anak di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar dalam menjaga kesehatan gigi dan mulutnya.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A.  Karies Gigi
1.    Pengertian Karies Gigi
Karies gigi seperti yang didefinisikan oleh Newbrun (1978) adalah proses patologis berupa kerusakan yang terbatas dijaringan gigi mulai dari email terus ke dentin (Suwelo,1992). Karies adalah penyakit jaringan keras gigi yang ditandai dengan kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pits, fissure, dan daerah interproximal) meluas ke arah pulpa (Tarigan, 1995).
Menurut Schuur (1992), karies adalah suatu proses kronis yang disebabkan oleh terganggunya keseimbangan antara gigi dan lingkungan dalam rongga mulut. Karies dimulai dengan larutnya mineral email, sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat (medium makanan bagi bakteri), kemudian timbul destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitasi (pembentukkan lubang).
Karies gigi merupakan penyakit kronis nomor satu di dunia dan prevalensi penyakit tersebut meningkat pada jaman modern. Peningkatan tersebut dihubungkan dengan perubahan pola dan jenis makanan. Penyebaran penyakit karies dilihat sebagai fenomena gunung es.
Karies gigi disebabkan oleh erosi atau pengikisan jaringan keras yaitu email dan dentin oleh asam (Ramadhan, 2010). Tanda awal karies gigi berupa munculnya spot putih seperti kapur pada permukaan gigi (Pratiwi, 2009).

2.    Etiologi Karies Gigi
Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan dapat melus ke bagian yang lebih dalam dari gigi. Karies gigi bisa terjadi karena berbagai sebab yaitu : (1) karbohidrat, (2) mikroorganisme dan air ludah, serta (3) permukaan dan bentuk gigi (Tarigan, 1995).
Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa, dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai dibawah 5 dalam 1-3 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses kariespun dimulai. Panduan keempat faktor penyebab tersebut kadang-kadang digambarkan sebagai empat lingkaran yang bersitumpang. Karies baru bisa terjadi hanya kalau keempat faktor tersebut diatas ada (Kidd & Bechal, 1992).



3.    Proses Terjadinya Karies
Didalam mulut hidup berbagai macam jenis bakteri. Bakteri ini berkumpul membentuk suatu lapisan yang lunak dan lengket bernama plak yang menempel pada gigi. Plak ini biasanya akan sangat mudah menempel pada permukaan kunyah gigi, sela-sela gigi, keretakan pada permukaan gigi, disekitar tambalan gigi, dan di batas antara gigi dan gusi.
Sebagian bakteri yang terdapat dalam plak bisa mengubah gula atau karbohidrat yang berasal dari makanan dan minuman menjadi asam yang bisa merusak gigi dengan cara melarutkan mineral-mineral yang terdapat pada gigi. Proses hilangnya mineral dari struktur gigi ini dinamakan remineralisasi. Kerusakan gigi bisa terjadi apabila proses detemineralisasi lebih besar daripada proses remineralisasinya. Penggunaan pasta gigi yang mengandung flouride merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan proses remineralisasi ini. Pada tahap awal kerusakan, lubang gigi akan terlihat sebagai satu bercak berwarna putih yang terdapat pada permukaan gigi. Lalu asam yang berasal dari plak ini akan terus mengikis permukaan gigi tersebut dan membentuk suatu titik lubang yang lama-kelamaan akan membesar atau bertambah dalam (Ramadhan , 2010).
Menurut Ford (1992), karies gigi terjadinya dari karbohidrat (zat gula/sukrosa) dan sisa makanan pada plak dirubah oleh kuman menjadi asam, kemudian asam ini lah yang akan melarutkan zat kapur pada lapisan luar gigi maka akan mengakibatkan gigi berlubang. Proses karies dapat di gambarkan secara singkat sebagai berikut :
Substrat   +   Plak    +     Gigi          -------------->      Karies
(gula)            (bakteri)      (email atau dentin)                 (metabolism
e oleh bakteri)              (demineralisasi)  

Jika proses karies gigi diteliti secara lebih cermat, maka akan timbul pengertian tentang diet, hygiene oral, juga pengetahuan mengapa tempat-tempat tertentu pada gigi mudah terkena karies. Plak dan bakteri sangat berperan, tetapi diet lah yang paling berperan sebagai faktor penyebab karies. Perubahan diet merupakan faktor utama bagi peningkatan prevalensi karies gigi.

4.    Faktor Penyebab Terjadinya Karies
a.    Faktor dalam
Karies gigi adalah proses kerusakan yang dimulai dari email dan terus ke dentin. Karies gigi merupakan penyakit yang berhubungan dengan banyak faktor (multiple factor) yang saling mempengaruhi. Menurut Newburn (1977) karies dapat terjadi karena interaksi dari 4 faktor yaitu host (gigi dan saliva), agent penyebab penyakit (mikroorganisme dalam plak), faktor substrat serta waktu (Suwelo, 1992).
1)   Gigi dan Saliva (Host)
Komposisi gigi terdiri dari email dan dentin. Dentin adalah lapisan dibawah email. Struktur email sangat menentukan dalam proses terjadinya karies. Permukaan karies terluar lebih tahan terhadap karies dibanding lapisan dibawahnya, karena lebih keras dan padat (Suwelo, 1992). Gigi dengan fissure yang dalam mengakibatkan sisa-sisa makanan lebih mudah melekat dan bertahan di gigi, sehingga produksi asam oleh bakteri akan berlangsung dengan cepat dan menimbulkan karies gigi (Tarigan, 1995).
Variasi morfologi gigi juga mempengaruhi resistensi gigi terhadap karies. Morfologi gigi dapat ditinjau dari dua permukaan yaitu permukaan oklusal dan permukaan halus. Pada permukaan gigi yang cembung, daerah yang terlindung di bawahnya akan terjadi pengumpulan sisa makanan dan plak sehingga jika tidak dibersihkan akan mempermudah terjadinya karies.
Kawasan-kawasan gigi yang memudahkan peletakan plak sehingga menyebabkan karies yaitu (Kidd & Bechal, 1992) :
·         Pit dan Fisur pada permukaan oklusal oklusal molar dan premolar, pit bukal molar dan pit palatal insisif
·         Permukaan harus didaerah aproksimal sedikit dibawah titik kontak
·         Email pada tepisan didaerah leher gigi sedikit diatas tepi gingival
·         Permukaan akar yang terbuka merupakan daerah tempat melekatnya plak pada pasien dengan resesi gingival karenan penyakit periodentium
·         Tepi tumpatan terutama yang kurang menempel
·         Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan.
Pengaruh saliva terhadap gigi diketahui dapat mempengaruhi kekerasan email. Secara mekanis saliva berfungsi untuk membasahi rongga mlut dan makanan yang dikunyah. Saliva yang dikeluarkan oleh kelenjar parotis, kelenjar sublingualis dan kelenjar submandibularis. Menurut Kidd & Bechal (1992), saliva mampu meremineralisasikan karies yang masih dini karena banyak sekali mengandung ion kalsium dan fosfat. Kemampuan saliva dalam melakukan remineralisasi meningkat jika ada ion flour. Selain mempengaruhi komposisi mikroorganisme didalam plak, saliva juga mempengaruhi pH nya. Karena itu, jika aliran saliva berkurang atau hilang, maka karies mungkin akan tidak terkendali.
2)   Mikroorganisme (Agent)
Banyak yang telah membuktikan bahwa mikroorganisme didalam mulut yang berhubungan dengan karies antara lain bermacam stain Streptokokus, Laktobasilius, Aktinomises,dan lain-lain. Diperingatkan oleh Newburn (1977) untuk berhati-hati melaporkan penelitian mikroorganisme ini karena disetiap jenis dan permukaan gigi serta dilapisan tertentu jaringan karies terdapat mikroorganisme tertentu yang aktif ( spesifik). Miller (1981) sependapat dengan pernyataan diatas dan menyatakan memang terdapat berbagai mikroorganisme dengan spesies dan stain berbeda lokasi ataupun lapisan tertentu karies termasuk lapisan tertentu plak atau debris (Suwelo, 1992).
Mikroorganisme menempel pada gigi bersama dengan plak atau debris. Plak gigi adalah endapan lunak yang menempel pada permukaan gigi berwarna transparan seperti agar-agar mengandung banyak kuman. Plak akan tumbuh dan melekat pada permukaan gigi bila kita mengabaikan kebersihan gigi dan mulut (Houwink, 1993).

3)      Substrat
Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dimakan sehari-hari yang menempel di permukaan gigi. Substrat ini berpengaruh terhadap karies secara local didalam mulut. Substrat yang menempel dipermukaan gigi berbeda dengan makanan yang masuk kedalam tubuh yang diperlukan untuk mendapatkan energy dan membangun tubuh. Makanan pokok manusia ialah karbohidrat, lemak, dan protein (Suwelo,1992).
Bie Kien Nio (1995) berpendapat, jenis makanan keras lebih menghambat terbentuknya plak pada permukaan gigi dibandingkan dengan jenis makanan yang yang lunak. Jenis makanan yang asin juga menghambat terbentuknya plak dibandingkan dengan makanan yang manis, karena makanan manis merupakan energi bagi kuman. Begitu juga dengan makanan yang cair dapat menghambat terbentuknya plak, sedangkan makanan yang melekat dapat mempercepat pertumbuhan plak yang beresiko pada karies.
Namun, pada dasarnya semua karbohidrat dalam makanan merupakan substrat untuk bakteri, yang melalui proses sintesa akan dirubah menjadi asam dan polisakarida. Karbohidrat dengan molekul rendah seperti sakrose (gula bit, gula tebu, gula merah) glucose, fructose dan maltose, akan segera dirubah menjadi zat-zat yang merusak jaringan mulut. Resiko kerusakan jaringan mulut yang berkaitan dengan karbohidrat akan sangat berkurang bila secara teratur permukaan gigi dibersihkan dari plak dan bakteri (Tarigan, 1995).

4)   Waktu
Pengertian waktu disini adalah kecepatan terbentuknya karies dan lamanya frekuensi substrat menempel dipermukaan gigi. Kecepatan terbentuknya karies serta lamanya frekuensi substrat disebabkan kebiasaan anak menahan makanan di dalam mulut, dimana makanan tidak cepat-cepat ditelan. Selain faktor yang merupakan faktor langsung di dalam mulut yang berhubungan dengan karies, terdapat juga faktor tidak langsung, disebut faktor resiko luar yaitu faktor predisposisi dan faktor penghambat terjadinya karies. Faktor luar antara usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, lingkungan, sikap dan prilaku yang berhubungan dengan kesehatan gigi (Suwelo, 1992).
Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri dari periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Oleh karena itu, bila saliva ada didalam lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hintungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun. Dengan demikian sebenarnya terdapat kesempatan yang baik untuk menghentikan penyakit ini ( Kidd & Bechal, 1992).

a.    Faktor luar
Kesehatan seseorang merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor yaitu faktor intenal (dalam diri manusia) yang terdiri dari faktor fisik dan psikis maupun faktor eksternal (di luar diri manusia) yang terdiri dari faktor antara lain, sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya.
Menurut Suwelo (1992) terjadinya karies merupakan multi faktor yang terdiri dari faktor luar dan dalam. Faktor luar antara lain faktor dari usia, suku bangsa kultur, sosial penduduk, dan kesadaran, sikap serta perilaku individu terhadap kesehatan gigi.
Bloom (1974) juga mengungkapkan, banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, dalam hal ini kesehatan gigi dan mulut di gambarkan sebagai berikut (Notoatmodjo, 2003) :
                            Gambar 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan

Berikut ini beberapa hal yang dapat mempengaruhi terjadinya karies gigi:
1)    Jenis kelamin
Karies pada perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini disebabkan antara lain erupsi gigi perempuan lebih lama dalam mulut. Akibatnya gigi anak perempuan akan lebih lama berhubungan dengan faktor resiko terjadinya karies (Suwelo, 1992).

2)   Umur
Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah karies pun semakin bertambah. Hal ini jelas, karena faktor resiko terjadinya karies akan lebih lama berpengaruh terhadap gigi (Suwelo,1992).
Sepanjang hidup dikenal 3 phase dilihat dari sudut gigi geligi, yaitu (Tarigan, 1995) :
a)      Periode gigi campuran, disini molar 1 paling sering terkena karies pada umur 8-11 tahun
b)        Periode pubertas (remaja) umur antara 14-20 tahun. Pada masa pubertas terjadi perubahan hormonal yang dapat menimbulkan pembengkakan gusi, sehingga kebersihan mulut menjadi kurang terjaga. Hal inilah yang menyebabkan presentase karies lebih tinggi
c)        Umur antara 40-50 tahun. Pada umur ini sudah terjadi retraksi atau menurunnya gusi dan papil sehingga, sisa-sisa makanan sering lebih sukar dibersihkan

3)      Keturunan
Faktor keturunan/genetik merupakan faktor yang mempunyai pengaruh terkecil dari faktor penyebab karies gigi. Walaupun demikian, dari suatu penelitian terhadap 12 pasang orangtua dengan keadaan gigi yang baik, terlihat bahwa anak-anak dari 11 pasang orangtua memiliki keadaan gigi yang cukup baik. Disamping itu dari 46 pasang orangtua dengan persentase karies yang tinggi, hanya 1 pasang yang memiliki anak dengan gigi yang baik, 5 pasang dengan persentase karies sedang, sedangkan 40 pasang lagi dengan persentase karies yang tinggi (Tarigan, 1995).

4)   Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan yang paling penting pengaruhnya terhadap terjadinya karies antara lain air yang diminum, kultur sosial ekonomi penduduk. Penghasilan dan pendidikan penduduk yang tinggi akan mempengaruhi diet kebiasaan merawat gigi sehingga prevalensi karies gigi rendah. Menurut Angela (2005), ada 3 faktor karakteristik lingkungan yang merupakan indikator resiko karies tinggi yaitu :
a)      Penggunaan fluor
Tujuan penggunaan fluor adalah untuk melindungi gigi dari karies. Fluor bekerja dengan cara menghambat metabolisme bakteri plak yang dapat memfermentasi karbohidrat melalui perubahan hidroksil apatit pada enamel menjadi fluor apatit. Reaksi kimia:
 Ca10(PO4)6.(OH)2 + F           Ca10(PO4)6.(OHF)
Menghasilkan enamel yang lebih tahan terhadap asam sehingga dapat menghambat proses demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi yang merangsang perbaikan dan penghentian lesi karies.
Aeasenden dan Peebles (1974) mengatakan bahwa apabila fluor diberikan sejak dini dengan berbagai cara (dalam air minum dan makanan), maka email akan banyak menyerap fluor sehingga akan memberikan efek besar terhadap pencegahan karies. Konsentrasi fluorida dalam air berhubungan erat dengan jenis sumber air. Pada umumnya konsentrasi fluorida di air tanah lebih tinggi dari pada air permukaan.
b)      Riwayat sosial
Banyak penelitian menunjukkan bahwa prevalensi karies lebih tinggi pada anak yang berasal dari status sosial ekonomi rendah. Hal ini dikarenakan anak dari status ini makan lebih banyak makanan yang bersifat kariogenik, rendahnya pengetahuan akan kesehatan gigi dapat dilihat dari kesehatan mulut yang buruk, karies tinggi pada keluarga (karies aktif pada ibu), jarang melakukan kunjungan ke dokter gigi sehingga banyak karies gigi yang tidak dirawat.
c)      Kebiasaan makan
Penelitian Vipeholm (1945–1953) menyimpulkan bahwa konsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula di antara jam makan dan pada saat makan berhubungan dengan peningkatan karies yang besar. Faktor makanan yang dihubungkan dengan terjadinya karies adalah jumlah fermentasi, konsentrasi dan bentuk fisik (bentuk cair, tepung, padat) dari karbohidrat yang dikonsumsi, retensi di mulut, frekuensi makan dan snacks serta lamanya interval waktu makan. Anak yang berisiko karies tinggi sering mengkonsumsi makanan minuman manis di antara jam makan.

5)   Perilaku
Perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain yang oarang yang bersangkutan. Perilaku kesehatan merupakan respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman serta lingkungan. Respon terhadap stimulus yang sama dapat berbeda-beda pada tiap-tiap  orang yang berbeda  tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor yang lain dari orang yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2005).
Respons atau reaksi manusia, baik  bersifat pasif  (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau praktis). Sedangkan stimulus atau rangsangan disini terdiri 4 unsur pokok,yakni: sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Dengan demikian secara lebih terperinci perilaku kesehatan itu mencakup: (Notoadmodjo, 2007).
a)      Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia merespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit dan rasa aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku ini dimulai dari pencegahan penyakit,yakni:
·      Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behaviour)
·         Perilaku pencegahan penyakit (health preventive behaviour)
·         Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking behaviour)
·         Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behaviour).
b)      Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respon seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional
c)      Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni: respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.
d)     Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior) adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia
Prilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi prilaku manusia kedalam 3 domain, yakni : a) kognitif, b) afektif, dan c) psikomotor. Dalam perkembangan nya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yaitu (Notoatmodjo, 2003):
1.    Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior).
Tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif mencakup mempunyai 6 tingkatan yaitu:
·         Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
·      Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
·         Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk mengunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real(sebenarnya).
·      Analisis (aplikasi)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyebarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
·      Sintesis (synthesis)
Suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
·      Evaluasi (evaluasi)
Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan justikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.    Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.
Tingkatan sikap mencakup mempunyai 4 tingkatan yaitu :
·      Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
·      Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
·      Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
·      Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
3.    Tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain.
Tingkat tindakan mencakup mempunyai 3 tingkatan yaitu :
·      Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
·      Respons terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikasi praktek tingkat dua.
·      Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

1)   Pelayanan kesehatan
Sistem pelayanan kesehatan mencakup pelayan kedokteran (medical s ervices) dan pelayan kesehatan masyarakat (public healths sevices). Pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas) khususnya pelayanan kesehatan gigi merupakan salah satu program puskesmas yang ditujukan kepada keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya. Oleh karenanya, pelayanan kesehatan gigi dapat dilaksanakan di gedung puskesmas maupuan di luar puskesmas seperti sekolah dan posyandu. Pelayanan yang diberikan adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat, tidak berarti bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif  pemulihan terbatas (Depkes RI, 2000).
Pratiwi (2009), menyebutkan faktor kemudahan akses terhadap sarana pelayanan kesehatan merupakan faktor pemungkin (enabling factor) menurut Lawrence Green et al 2000. Diasumsikan dengan kemudahan akses ke pusat pelayanan kesehatan maka penduduk (masyarakat) disekitarnya akan lebih banyak menerima informasi kesehatan khususnya tentang kesehatan gigi dan mulut dibandingkan dengan masyarakat yang jauh dari akses pelayanan kesehatan. Apalagi biaya perawatan untuk kesehatan gigi yang relatif mahal akan meningkatkan motivasi seseorang untuk melakukan beberapa upaya pencegahan.

3.    Macam-Macam Karies Gigi dan Penyebarannya
Menurut  Tarigan (1995), macam-macam karies gigi yaitu:
a.    Karies superfisialis
Dimana karies baru mengenai enamel saja, sedangkan dentin belum terkena.
b.    Karies media
Dimana karies sudah mengenai dentin,  tetapi belum melebihi setengah dentin.
c.    Karies propunda
Dimana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa.
Menurut Black (1908) cit. Schuurs (1993), tempat-tempat yang sering terjadi karies (penyebarannya) di bagi atas lima kelas, yaitu:
·       Kelas I    : Kavitas atau karies yang terdapat pada semua pit-fisura gigi.
·       Kelas II : Kavitas atau karies yang terdapat pada permukaan aproksimal gigi-gigi (pre) molar.
·       Kelas III : Kavitas atau karies yang terdapat pada permukaan aproksimal gigi-gigi depan.
·       Kelas IV : Kavitas ssama dengan kelas III tetapi meluas sampai dengan sudut insisal.
·       Kelas V : Kavitas pada bagian sepertiga ginggival permukaan bukal dan lingual.

4.    Pengukuran Status Karies Gigi
Indeks karies gigi dapat berupa prevalensi karies dan indeks karies. indeks karies yaitu angka yang menunjukkan jumlah gigi seseorang atau sekelompok orang. Pengukuran karies dikenal sebagai indeks DMF dan merupakan indeks aritmatika karies yang kumulatif (Kidd & Bechal, 1992).
Menurut Herijulianti (2002), indeks karies gigi adalah angka yang menunjukan klinis penyakit karies gigi. Indeks karies yang bisa dipakai adalah:
Indeks DMF- T (DMF-Teeth)
D  = Decay        :Jumlah gigi karies yang masih dapat ditambal.
M = Missing      :Jumlah gigi tetap yang telah/harus dicabut karena karies
F  = Filling         :Jumlah gigi yang telah ditambal


A.  Molar Pertama Permanen
1.    Pengertian Molar Pertama
Molar pertama adalah gigi ke enam dari garis median. Pada umumnya gigi ini adalah gigi paling besar dari semua gigi, fungsinya yaitu untuk mengunyah makanan. Gigi tetap yang pertama muncul dalam rongga mulut adalah gigi molar 1, yang letaknya distal dari gigi molar 2, pada usia 6 tahun dan sering di sebut six year molar. Gigi ini terdiri dari molar pertama atas dan molar pertama bawah (Itjiningsih, 1991)
a.       Molar pertama atas
Gigi ini adalah gigi ke enam dari garis median dirahang atas. Pada umumnya gigi ini adalah gigi yang terbesar dirahang atas. Gigi ini mempunyai 4 cups, yang bertumbuh baik dan 1 cups tambahan yang disebut cups ke-5 atau cups carabelli. Cups terakhir ini, terdapat pada bagian palatal dari cups mesiopalatal, yang terbesar sehingga tak dapat terlihat. Secara normal gigi ini mempunyai 3 akar yang bertumbuh baik dan jelas terpisah pada apeksnya (Itjiningsih, 1991).
Berikut merupakan ciri dari molar pertama atas :
Pandangan bukal:
-          Terlihat satu cups
-          Cervikal line melengkung ke arah apeks
Pandangan mesial:
-          Terlihat dua cups
-          Cervikal line hampir lurus, melengkung sedikit ke arah oklusal
Pandangan palatal:
-          Terlihat satu cups
-          Cups bukal hampir tidak terlihat sebab tinggi cups sama

Pandangan distal:
-          Terlihat dua cups yang sama tingginya
-          Cervikal line hampir lurus
Pandangan oklusal:
-          Segi enam seperti premolar 1 atas tapi sudut-sudutnya lebih bulat
-          Permukaan bukal lebih lebar dari permukaan palatal
-          Cups palatal agak ke arah mesial
b.      Molar pertama bawah
Molar pertama bawah adalah gigi ke-6 dari garis median. Pada umumnya gigi ini adalah gigi yang terbesar di rahang bawah. Gigi ini mempunyai 5 cups yang bertumbuh baik: 2 cups bukal, (cups mesio-bukal , cups disto-bukal) distal cups, dan 2 cups lingual (cups mesio-lingual dan disto-lingual). Mempunyai 2 akar yang bertumbuh baik: 1 mesial dan 1 distal, yang lebar buko-lingual dan pada apeksnya nyata terpisah. Kadang-kadang terdapat 3 akar: 2 mesial dan 1 distal (Itjiningsih, 1991).
Berikut merupakan ciri dari molar pertama bawah :
Pandangan bukal:
-          Kelima cups terlihat sama
-          Distal cups lebih pendek daripada mesiobukal
-          Akar membengkok ke distal
-          Mempunyai dua akar
Pandangan mesial:
-          Terlihat dua cups  yaitu cups mesiobukal dan cups mesiolingual
-          Terlihat satu akar yaitu akar mesial yang lebar dan panjang daripada akar distal
-          Cups mesioligual tinggi dan runcing
Pandangan lingual:
-          Terlihat dua cups
-          Cups mesiolingual lebih besar daripada cups distolingual, antara kedua cups dipisahkan oleh lingual development groove akar mengecil ke lingual

Pandangan distal:
-          Terlihat kelima cups
-          Distal cups terletak lebih ke arah bukal
-          Akar  mesial terlihat sedikit
Pandangan oklusal:
-          Terlihat lima cups
-          Terdapat pit

2.    Pertumbuhan Gigi Molar Pertama Permanen
Menurut waktu pertumbuhan,  gigi susu adalah yang pertama kali tumbuh dalam rongga mulut anak. Dan suatu saat gigi tersebut akan tanggal dan diganti gigi tetap  pada anak umur 5 ½ - 11 tahun adalah periode gigi bercampur yaitu gigi susu dan gigi tetap. Gigi tetap adalah gigi yang tumbuh untuk menggantikan gigi susu yang sudah waktunya tanggal atau goyang, dan gigi yang tumbuh terakhir adalah gigi geraham yang tumbuh 15 tahun keatas (Depkes RI, 1995).
Pertumbuhan gigi adalah pertumbuhan bakal gigi sejak dalam rahim, tepatnya sejak trisemester pertama atau saat janin berusia 4 minggu dan berlangsung sampai bayi lahir. Mahfoedz (2006) mengungkapkan, benih gigi sulung mulai dibentuk ketika bayi di dalam kandungan itu berusia 6 sampai 8 minggu, semua gigi geligi sulung sudah mulai berkembang pada umur 6 bulan dalam kandungan. Sedangkan benih gigi permanen dibentuk pada waktu usia kehamilan 8 sampai 9 bulan.
Itjiningsih (1991) berpendapat, tidak semua gigi berkembang pada waktu yang sama, tanda-tanda pertama dari perkembangan gigi pada embrio di daerah anterior mandibula waktu usia 5 sampai 6 minggu, sesudah terjadi tanda-tanda perkembangan gigi di daerah anterior maksila kemudian berlanjut ke daerah posterior dari kedua rahang. Perkembangan dengan pembentukan lamina gigi. Dental lamina adalah suatu pita pipih yang terjadi karena penebalan jaringan epitel mulut yang meluas sepanjang batas oklusal dari mandibula dan maksila pada tempat mana gigi-gigi akan muncul kemudian dental lamina tumbuh dari permukaan sampai dasar mesenhim.
Tidak semua gigi geligi mengalami pergantian, gigi yang tidak mengalami pergantian atau dengan kata lain gigi yang hanya sekali erupsi (tumbuh), yaitu gigi molar tetap, dimana gigi molar pertama tetap tumbuh pada usia anak 6 tahun atau pada usia anak baru masuk sekolah dasar (Afrilina, 2006).
Setiap gigi mengalami tahap yang berturut-turut dari perkembangan selama siklus kehidupannya, yaitu  (Itjiningsih, 1991) :
1.      Tahap pertumbuhan
a)      Tahap inisiasi adalah permulaan pembentukan kuntum gigi dari jaringan epitel mulut
b)      Tahap proliferasi adalah pembiakan dari sel-sel dan perluasan dari organ enamel.
c)      Tahap histodeferensiasi adalah spesialisasi dari sel-sel, yang mengalami peerubahan histologi dalam susunannya (sel-sel epitel bagian dalam dari organ enamel menjadi ameloblas, sel-sel perifer dari organ dentin pulpa menjadi odontoblas)
d)     Tahap morfodiferensiasi adalah susunan dari sel-sel pembentuk sepanjang dentino enamel dan dentino cemental junction yang akan datang, yang memberi garis luar dari bentuk dan ukuran korona dan akar yang akan datang
2.      Erupsi intraoseous
a)      Tahap aposisi adalah pengendapan dari matriks enamel dan dentin dalam lapisan tambahan
b)      Tahap kalsifikasi adalah pengerasan dari matriks oleh pengendapan garam-garam kalsium
3.      Tahap erupsi
Adalah pergerakan gigi dalam rongga mulut
4.      Atrisi
Yaitu ausnya permukaan gigi karena lamanya pemakaian waktu berfungsi
5.      Resorpsi
Yaitu penghapusan dari akar-akar gigi susu oleh aksi dari osteoclast 

3.    Masa Erupsi Gigi Molar Pertama Permanen
Erupsi gigi merupakan suatu perubahan posisi gigi yang diawali dengan pertumbuhan dalam tulang rahang melalui beberapa tahap berturut-turut hingga mencapai posisi fungsional di dalam rongga mulut (Indriyanti, 2006). Gigi molar pertama mulai erupsi pada usia 6-7 tahun  yang merupakan gigi permanen pertama erupsi yang disebut six year molar. Gigi ini bukan gigi pengganti, artinya gigi ini langsung muncul pada deretan dibelakang gigi susu, baik pada rahang atas maupun rahang bawah.
Erupsi gigi memiliki 3 tahapan, yang pertama dikenal sebagai tahapan deciduous dentition (tahapan gigi sulung) yang muncul jika hanya terdapat gigi sulung pada mulut. Ketika gigi permanen pertama erupsi ke dalam mulut, gigi memasuki tahapan mixed dentition atau tahap gigi campuran/transisional. Setelah gigi sulung terakhir tanggal dari mulut, gigi berada pada fase gigi permanen (permanent dentition). Primary dentition dimulai pada saat kemunculan insisif central pada mandibula pada usia 8 bulan dan berakhir sampai molar permanen pertama muncul pada mulut yang biasanya pada umur 6 tahun (Paradipta, 2011). Houwink (1993) menambahkan, gigi molar pertama permanen dapat tubuh pada posisi yang normal yang mempengaruhi fungsi pengunyahan, estetika, dan berbicara.

B.  Karies Pada Gigi Molar Pertama Permanen
Sejak gigi erupsi sampai gigi tersebut tanggal semua, semua permukaan gigi yang terbuka mempunyai resiko terserang karies. Walaupun demikian, pola serangan karies ini pada umumnya dapat diramalkan (Ford, 1993).
Karies fisur adalah karies yang sering terjadi segera setelah erupsi dan suatu survey dari anak-anak Inggris tahun 1973 menunjukkan bahwa tiga tahun setelah erupsi separuh fisur molar permanen pertama telah terserang (Todd, 1975). Insidens karies fisur menurun sesuai dengan perjalanan waktu. Pertama, karena daerah yang rentan terserang, dan kedua karena permukaan email makin resisten dengan terdepositkannya flour dari makanan atau pasta gigi secara teratur pada permukaan gigi.
Serangan terhadap fisur merupakan bentuk paling umum dari karies dan fisur biasanya merupakan lokasi karies pertama pada gigi. Fisure sering menjadi karies dalam beberapa waktu setelah erupsi.
Baum, dkk (1997) menambahkan, dari hasil studi epidemiologik menunjukkan bahwa kebanyakan gigi molar yang erupsi di dalam mulut akan mengalami kerusakan pada permukaan oklusal. Penutupan ceruk dan fissure digunakan untuk menghentikan proses terjadinya karies. Pemakaian penutup adalah salah satu cara untuk mencegah hal tersebut dan telah dianjurkan sedikitnya untuk permukaan gigi anak-anak dan para remaja.
Fisur merupakan sarang plak yang baik dan akan susah sekali membuang plak tersebut dari tempat ini. Bulu sikat gigi tak akan dapat mencapainya kecuali pada fisur yang lebar. Sehingga karies pada fisur (oklusi yang luas) menyebabkan rusaknya mahkota klinik pada molar pertama. Mengingat fisur adalah daerah yang peka terhadap karies dan penegakan diagnosis pada tahap yang dini juga susah dilakukan, maka dokter gigi harus memutuskan untuk menutup fisur setelah gigi erupsi terutama molar pertama dan kedua biasanya merupakan calon utama (Kidd,  & Bechal, 1992).
Karies permukaan aproksimal tidak lazim terdeteksi segera setelah erupsi karena merupakan akibat erupsi gigi tetangganya sehingga pemukaan proksimal itu tidak  mudah lagi dilihat. Menjelang 6 tahun setelah erupsi, kebanyakan permukaan aproksimal yang rentan biaasanya telah terserang. Penyebabnya adalah diet gula yang sangat tinggi. Anak-anak biasanya senang akan makanan dan minuman yang manis, dan jika frekuensinya tidak terkendali, karies yang sangat luas akan cepat dapat berkembang (Ford, 1993).

C.  Pencegahan dan Penanggulangan Karies Molar
1.    Menyikat gigi
Menyikat gigi adalah cara umum yang dilakukan untuk membersihkan seluruh deposit debris dan plak pada permukaan gigi dan gusi. Terdapat bermacam-macam teknik menyikat gigi dan memijat gusi. Cara yang terbaik untuk seorang pasien tertentu,dapat ditentukan oleh dokter gigi/perawat gigi setelah memeriksa mulut pasien secara teliti (Houwink, 1993).
Teknik menyikat gigi yang benar adalah sebagai berikut :
1)   Kumur-kumur  sebelum menyikat gigi
2)   Menyikat permukaan gigi depan, atas dan bawah dengan gerakan naik turun, sedikitnya 8 kali gerakan untuk setiap permukaan
3)   Menyikat daerah pengunyahan dengan gerakan maju mundur
4)   Menyikat bagian dalam gigi bawah yang menghadap ke lingual dengan cara mencongkel
5)   Menyikat bagian dalam gigi atas yang menghadap ke palatal dengan cara mencongkel
6)   Setelah selesai, kumur-kumur 1 kali saja supaya fluor masih tertinggal di gigi
Frekuensi menyikat gigi adalah maksimal 3 x sehari (setelah makan pagi, makan siang dan sebelum tidur malam), atau minimal 2 x sehari (setelah makan pagi dan sebelum tidur malam). Kenyataannya menggosok gigi 3 x sehari tidak selalu dapat dilakukan, terutama ketika seseorang berada di sekolah, kantor atau tempat lain. (Ginandjar, 2007).

2.    Kumur-kumur dengan larutan fluor
Tujuan kumur-kumur dengan larutan fluor adalah untuk mendapatkan lapisan gigi yang lebih tahan terhadap serangan asam sehingga dapat membantu mengurangi kerusakan gigi jika digunakan secara teratur dan terus-menerus. Angela (2005), mengatakan bahwa obat kumur yang mengandung fluor dapat menurunkan karies sebanyak 20–50%. Seminggu sekali berkumur dengan 0,2% NaF dan setiap hari berkumur dengan 0,05% NaF dipertimbangkan menjadi ukuran kesehatan masyarakat yang ideal. Penggunaan obat kumur disarankan untuk anak yang berisiko karies tinggi atau selama terjadi kenaikan karies.

3.    Diet makanan
Nasehat diet yang dianjurkan adalah memakan makanan yang cukup jumlah protein dan fosfat yang dapat menambah sifat basa dari saliva, memperbanyak makan sayuran dan buah-buahan yang berserat dan berair yang akan bersifat membersihkan dan merangsang sekresi saliva, menghindari makanan yang manis dan lengket serta membatasi jumlah makan menjadi tiga kali sehari serta menekan keinginan untuk makan di antara jam makan (Angela, 2005).

4.    Penutup fisure (fissure sealant)
Ford (1993), mengungkapkan fissure merupakan daerah yang sedikit sekali kebagian manfaat fluoridasi air minum. Fisur anak-anak yang tiap harinya minum air yang telah ditambahi fluor ini tetap rentan terhadap karies. Oleh karena itu, aplikasi bahan penutup fisur untuk mencegah berkembangnya karies di fisur akan sangat bermanfaat. Suatu penutup fissure dari resin dapat diaplikasikan pada email setelah emailnya di bersihkan, diisolasi, dipersiapkan (dikondisikan), dan dikeringkan. Penutup fisur harus diaplikasikan oleh personel yang pandai sehingga biaya pencegahan ini memang mahal. Akan tetapi, pengaplikasian penutup fisur pada fisur yang memang mempunyai resiko tinggi menjadi karies, bermanfaat sekali bagi pencegahan karies terutama bagi pasien yang insidens kariesnya tinggi serta motivasinya rendah.

5.    Pendidikan kesehatan gigi dan mulut
Pendidikan kesehatan gigi dan mulut merupakan metode untuk memotivasi pasien agar membersihkan mulut mereka dengan efektif. Pendekatan ini sebaiknya tidak dianggap sebagai instruksi dokter tetapi lebih merupakan dorongan/ajakan agar pasien sadar akan pentingnya menjaga kebersihan mulut (Pratiwi, 2009).
Pendidikan kesehatan gigi mengenai kebersihan mulut, diet dan konsumsi gula dan kunjungan berkala ke dokter gigi lebih ditekankan pada anak yang berkaries. Pemberian informasi ini sebaiknya bersifat individual dan dilakukan secara terus menerus kepada ibu dan anak. Dalam pemberian informasi, latar belakang ibu baik tingkat ekonomi, sosial, budaya dan tingkat pendidikannya harus disesuaikan sedangkan pada anak yang menjadi pertimbangan adalah umur dan daya intelegensi serta kemampuan fisik anak. Informasi ini harus menimbulkan motivasi dan tanggung jawab anak untuk memelihara kesehatan mulutnya. Pendidikan kesehatan gigi ibu dan anak dapat dilakukan melalui puskesmas, rumah sakit maupun di praktek dokter gigi (Angela, 2005).
6.    Periksa gigi secara teratur
Pemeriksaan gigi secara teratur ke puskesmas, rumah sakit, dokter gigi setiap enam bulan sekali serta segera membawa anak berobat ke klinik gigi atau ke dokter gigi bila ditemukan kelainan atau penyakit gigi (Depkes RI, 2000).
Sihite (2011), menyebutkan bahwa kunjungan ke dokter gigi sangat diperlukan untuk menciptakan kontak dan ikatan kepercayaan pertama antara orang tua dengan dokter gigi, sehingga diharapkan kesadaran, perilaku, dan sikap yang positif dan bertanggungjawab mengenai prinsip-prinsip perawatan kesehatan gigi anak. Kontrol tiap enam bulan dilakukan meskipun tidak ada keluhan. Hal ini dilakukan untuk memeriksa apakah terdapat gigi lain yang berlubang selain yang telah ditambal, sehingga dapat dilakukan perawatan sedini mungkin. Terutama untuk anak-anak usia 6 sampai 11 tahun penting untuk memeriksakan kesehatan gigi dan mulutnya secara rutin, karena gigi mereka mengalami pergantian dari gigi susu ke gigi tetap.

7.    Tindakan kuratif
Tindakan kuratif terhadap gigi molar pertama permanen yang telah terinfeksi karies adalah dengan beberapa cara, berikut ini adalah uraian penjelasannya ;
1.    Restorasi gigi
Restorasi merupakan proses pembuangan karies dari suatu kavitas dan penumpatannya dapat mencegah penyebaran karies sehingga dapat dianggap suatu upaya pencegahan (kuratif) (Ford, 1993).
Di dalam karies ada suatu faktor infektif yang dapat dipindahkan. Organisme yang terdapat dalam lesi gigi sulung yang tidak dirawat merupakan salah satu yang bertanggug jawab atas timbulnya karies gigi tetap di sebelahnya. Merestorasi gigi yang karies pasti akan meningkatkan kesehatan mulut, dan dalam jangka panjang dapat menciptakan gigi geligi yang sehat dan utuh di kemudian hari. Restorasi gigi dapat membetulkan oklusi dan kontur gigi yang terkena karies, dan memungkinkan anak menikmati fungsi gigi yang benar selama pengunyahan. Jika fungsi telah dikembalikan, nyeri dibuang, dan infeksi dihilangkan, anak-anak ini mampu menikmati makanan yang lebih bervariasi (Kennedy, 1992).
Gigi molar pertama permanen merupakan gigi yang retan terhadap karies. Black, pada tahun 1924, menentukan bahawa pit, fisur dan daerah kontak di interproximal adalah daerah yang paling sering diserang karies. Ia menentukan bahwa merestorasi gigi tersebut harus mencakup daerah-daerah yang berbahaya tersebut, sehingga tepi kavitas  atau tepi tumpatan akan terletak pada apa yang disebutnya sebagai daerah yang ‘imun’, paling tidak tepi kavitas akan terletak didaerah mudah dibersihkan atau mudah bersih sendiri (self cleansing). Ini berarti bahwa kavitas kelas 1 tidak hanya terbatas pada daerah yang terkena karies, melainkan pit dan fisur pada permukaan oklusal harus tercakup dalam regangan kavitas. Tidak diletakkannya tepi kavitas pada daerah yang mudah bersih akan meningkatkan terbentuknya karies baru dikemudian hari (Kennedy, 1992).
2.    Perawatan saluran akar (endodonti)
Perawatan saluran akar merupakan perawatan utama untuk rasa sakit pada gigi. Rasa sakit yang tiba-tiba muncul merupakan kejadian yang amat tidak menyenangkan sehingga memaksa pasien untuk mencari pengobatan dengan segera. Pasien dapat kehilangan kepercayaan terhadap orang yang merawatnya selama ini karena perawatan endodonti yang harus dijalaninya memerlukan waktu lama (Tarigan, 2006).
          Jika gigi permanen muda mempunyai karies luas dan secara radiologik  dekat sekali ke pulpa atau telah mencapai pulpa, para klinisi harus mengevaluasi pasien secara ortodonti. Pentingnya mempertahankan estetika gigi permanen anterior sudah jelas harus dilakukan. Walaupun demikian, perawatan pulpa molar permanen pertama yang memakan waktu dan biaya banyak mungkin tidak harus dilakukan jika keasdaan giginya berjejal.
          Ada kalanya gigi permanen muda yang pulpanya sudah terinfeksi harus dipertahankan untuk selamanya atau kadang-kadang, dalam kasus molar pertama peramnen, dipertahankan untuk sementara waktu saja sambil menunggu gigi permanen lainnya erupsi  sebelum perawatan endodontinya dimulai. Faktor perawatan yang rumit adalah keadaan perkembangan apeks gigi. Sebagai patokan, penutupan akar gigi-gigi permanen terjadi tiga tahun setelah erupsi. Gigi-gigi tersebut seringkali telah terserang karies sampai mencapai pulpa  sebelum penutupan akarnya terjadi yang akan menyebabkan perawatan endodonti tidak berguna lagi. Sesuai dengan evaluasi ortodontinya gigi semacam ini perlu dipertahankan walaupun hanya untuk sementara waktu (Kennedy, 1992).

           

\
BAB III
METODE PENELITIAN


A.  Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yaitu suatu pengkajian secara rinci yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor luar penyebab karies gigi molar pertama permanen pada murid di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2012.

B.  Tempat dan waktu penelitian
1.      Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2012.
2.      Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 28 sampai dengan 29 September 2012.

C.  Subjek Penelitian
Subjek penelitian diperoleh dari hasil wawancara peneliti kepada responden yaitu berjumlah 7 murid yang mengalami karies gigi molar pertama permanen, teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling yaitu penelitian yang dilakukan dengan pertimbangan tertentu.
 Ciri-ciri purposive sampling dimana pengambilan sampel disesuaikan dengan kebutuhan dan dipilih sampai jenuh, serta penentuan sampel dilakukan saat peneliti mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung. Caranya yaitu peneliti mulanya memilih informan tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan informasi yang diperlukan, selanjutnya peneliti menggali informasi yang dimiliki oleh informan melalui wawancara dengan berdasarkan apa yang diucapkan, dirasakan, dan difikirkan oleh informan. Setelah mendapatkan informasi dari informan pertama, maka dilanjutkan dengan informan kedua dengan pertanyaan yang sama. Jika mendapatkan jawaban yang berbeda, maka lanjutkan lagi dengan informan yang ketiga dan seterusnya hingga dianggap telah jenuh. Data atau informasi dianggap jenuh apabila telah mendapatkan jawaban yang sama baik positif atau negatif dan informan tidak memberikan informasi baru.

D.  Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah menggunakan kuesioner (pertanyaan terbuka dan tertutup), lembar pengamatan, tape recorder dan dokumentasi.

E.  Teknik Pengumpulan Data
1.    Data Primer
Data yang diperoleh dengan melakukan wawancara dan observasi pada murid di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2012.
2.    Data Sekunder
Data yang diperoleh dari buku registrasi murid berupa nama, jenis kelamin dan alamat murid kelas IV s/d VI di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2012.

F.   Cara Pengolahan Data dan Analisa data
1.    Pengolahan data dilakukan dengan  cara :
a.    Editing yaitu melakukan pengecekan terhadap hasil pengisian kuesioner yang meliputi kelengkapan identitas dan jawaban yang diberikan oleh subjek penelitian
b.    Koding yaitu melakukan pengkodean data dengan angka atau kode tertentu pada setiap jawaban sehingga lebih mudah dan sederhana.
c.    Tabulating yaitu data yang telah dikumpulkan dan ditabulasi dalam tabel distribusi frekuensi.
2.    Analisa data
Kumpulan data yang telah diolah dan disajikan kemudian di analisis untuk mendapatkan gambaran atau informasi yang dapat menggambarkan suatu situasi yang kemudian dilakukan penarikan kesimpulan berdasarkan kejadian penelitian yang ada.




BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 


A.      Hasil Penelitian
1.      Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a.         SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar
Sekolah Dasar Negeri Kandang Cut terletak di Jalan Pola Malem, Desa Kandang Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar dengan batas wilayah sebagai berikut :
-     Sebelah utara berbatasan dengan Ulee Tuy
-     Sebelah barat berbatasan dengan Darul Kamue
-     Sebelah selatan berbatasan dengan Ulee Lung
-     Sebelah timur berbatasan dengan Tingkeum
Sekolah Dasar Kandang Cut merupakan gedung milik sendiri, dimana terdapat 8 ruang dengan 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang perpustakaan dan 6 ruang kelas. Jumlah guru di SDN Kandang Cut sebanyak 16 orang dengan 1 kepala sekolah, 2 guru bakti, 2 guru bantu, dan 11 guru PNS. Jarak sekolah dengan kantor camat ± 1 km. Luas tanah sekolah 1.958 M2, sedangkan luas bangunan seluruhnya 422 M2.

b.        Gambaran Umum Reponden
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yang dilaksanakan di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar yaitu pada tanggal 28 sampai dengan 29 September 2012. Responden dalam penelitian ini adalah murid kelas IV s/d VI SDN Kandang Cut yang mengalami karies pada gigi molar pertama permanen yang diambil dengan menggunakan purposive sampling.

2.      Data Umum
a.      Data murid kelas IV, V, dan VI
Distribusi responden berdasarkan data murid di kelas IV, V dan VI pada SDN kandang cut dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini :

Tabel 1
Distribusi Frekuensi Responden yang Mengalami Karies Molar Pertama Berdasarkan Kelas IV, V dan VI di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2012
No
Kelas
Jumlah
Persentase
1
Kelas IV
10
33,3%
2
Kelas V
11
36,7%
3
Kelas VI
9
30%
Jumlah
30
100%
                                                              
Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa kelas V memiliki jumlah murid yang mengalami karies molar pertama permanen paling banyak, yakni sebanyak 11 orang (36,7%).

b.      Jenis kelamin
Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada murid kelas IV s/d VI di SDN Kandang Cut dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini :

Tabel 2
Distribusi Frekuensi Responden yang Mengalami Karies Molar Pertama Berdasarkan Jenis Kelamin di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2012
No
Jenis Kelamin
Jumlah
Persentase
1
Laki-laki
14
46,7%
2
Perempuan
16
53,3%
Jumlah
30
100 %

Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa dari 30 murid yang mengalami karies gigi molar pertama permanen di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar mayoritasnya terdiri dari responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 16 orang (53,3%).

c.       Umur
Distribusi responden berdasarkan umur pada murid kelas IV sampai dengan kelas VI di SDN Kandang Cut dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini :

Tabel 3
Distribusi Frekuensi Responden yang Mengalami Karies Molar Pertama Berdasarkan Umur di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah
Aceh Besar Tahun 2012
No
Umur
Jumlah
Persentase
1
9 tahun
8
26,7%
2
10 tahun
14
46,6%
3
11 tahun
8
26,7%
Jumlah
30
100%
                                               
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa dari 30 murid yang mengalami karies gigi molar pertama permanen di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2012, proporsi yang paling banyak terdapat pada murid berumur 10 tahun sebanyak  14 orang (46,6%).

3.      Data Khusus
a.         Deskripsi Faktor Luar Penyebab Karies Molar Pertama Permanen
1)      Faktor prilaku
Pada faktor prilaku, responden di ambil dari hasil wawancara peneliti kepada murid SDN Kandang Cut dengan cara purposive sampling, artinya wawancara tersebut tidak dilakukan kepada semua murid, namun hanya sampai murid yang memberikan jawaban mendekati sama (jawabannya jenuh) yaitu  berjumlah 7 responden.
Hasil wawancara tersebut diketahui, sebagian besar responden yang diwawancarai menyatakan bahwa gigi berlubang adalah gigi yang berulat, terasa sakit dan ada bulatan hitamnya. Saat ditanyai tentang waktu yang tepat untuk menyikat gigi, responden menyatakan pagi di saat mandi, siang sehabis makan/ saat pergi ngaji dan les, sore di saat mandi dan malam sebelum tidur. Mereka makan makanan yang manis-manis dan lengket seperti coklat, permen yang dapat menyebabkan gigi berlubang. Setelah makan makanan yang manis tersebut, sebagian besar responden menyikat giginya, namun jika di sekolah biasanya mereka berkumur-kumur atau minum air putih. Menyikat gigi yang mereka lakukan adalah 2x sehari, ada juga yang menyikat gigi sekali dalam sehari. Saat menyikat gigi, bagian gigi yang mereka sikat itu adalah bagian depan, samping (pipi) kiri dan kanan di rahang atas maupun bawah, tetapi ada juga yg menyikat bagian pipi saja.
Kemudian responden akan berobat ke RS/puskesmas terdekat jika gigi gerahamnya terasa sakit. Namun, apabila gigi geraham berlubang, mereka tidak melakukan apa-apa dan membiarkan gigi tersebut berlubang makin besar. Untuk mencegah terjadinya gigi berlubang, mereka menyikat giginya. Tetapi saat ditanyai tentang berapa kali dalam setahun memeriksa gigi, sebagian responden menjawab mereka tidak pernah memeriksa giginya dalam setahun.

2)      Faktor lingkungan
Pada faktor lingkungan, peneliti mengajukan koesioner kepada responden dimana sudah terdapat pilihan jawabannya (pertanyaan tertutup). Adapun distribusi responden berdasarkan faktor lingkungan pada murid di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini :

Tabel 4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan Pada Murid di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah
 Aceh Besar Tahun 2012
Nono No No
Koesioner Faktor Lingkungan
Kategori
F
%
1
Apakah dirumah adik menggunakan air PDAM untuk diminum?
a.       ya
b.      tidak
2
5
28,6
71,4
2
Apakah adik menggunakan air sumur untuk di minum ?
a.       ya
b.      tidak
5
2
71,4
28,6
3
Apakah di sekolah adik suka makan/minum yang manis-manis ?
a.       ya
b.    tidak
7
0
100
0
4
Apakah orangtua adik melarang untuk jajan makanan/minuman yang manis-manis ?
a.       ya
b.      tidak
2
5
28,6
71,4
5
Apakah sejak kecil adik dibawa orangtua ke dokter gigi/puskesmas untuk memeriksa gigi ?
a.       ya
b.      tidak
5
2
71,4
28,6
6
Apakah orangtua mengajari adik cara memelihara kesehatan gigi ?
a.       ya
b.      tidak
6
1
85,8
14,2
                                                                        
Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa hanya (28,6%) yang menggunakan air PDAM dirumah daripada air sumur yaitu sebesar (71,4%). Di sekolah, semua responden suka makan makanan manis dan lengket sebesar (100%) dan orangtua mereka pun tidak melarang untuk jajan makanan tersebut (71,4%). Responden juga menyatakan sejak kecil dibawa orangtua ke dokter gigi/puskesmas untuk memeriksa gigi sebesar (71,4%), serta orangtua mereka juga mengajarkan cara memelihara kesehatan gigi anaknya sebesar (85,8%).

3)      Faktor pelayanan kesehatan
Bentuk pertanyaan tertutup juga diajukan peneliti untuk melihat kondisi pelayanan kesehatan yang diterima responden selama ini. Berikut ini merupakan distribusi responden berdasarkan faktor pelayanan kesehatan pada murid di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar yang dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini :

Tabel 5
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Pelayanan Kesehatan Pada Murid di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah
Aceh Besar Tahun 2012
Nono   No
Koesioner Faktor Pelayanan Kesehatan
Kategori
F

%
1
Apakah di sekitar sekolah adik terdapat tempat pelayanan kesehatan (puskesmas) ?
a.       ya
b.      tidak
5
2
71,4
28,6
2
Apakah jarak dari tempat tinggal adik ke puskesmas itu dekat?
a.       ya
b.      tidak
0
7
100
0
3
Apakah di sekolah adik pernah di kunjungi oleh petugas kesehatan gigi (dokter/perawat gigi) ?
a.        ya
b.      tidak
7
0
100
0
4
Apakah sekolah adik pernah di beri penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut oleh petugas kesehatan gigi (dokter/perawat gigi) ?
a.       ya
b.      tidak
7
0
100
0
5
Apakah adik merasa senang di kunjungi oleh petugas kesehatan gigi (dokter/perawat gigi) ?
a.       ya
b.      tidak
7
0
100
0

Berdasarkan tabel 5 di atas terlihat bahwa sebesar (71,4%) menyatakan di sekitar sekolah responden terdapat tempat pelayanan kesehatan (puskesmas) dan jarak dari sekolah ke puskesmas tidak dekat (100%). Di sekolah tersebut pernah dikunjungi oleh petugas kesehatan baik dokter/perawat gigi (100%). Responden menyatakan pernah diberikan penyuluhan tentang kesehatan gigi oleh petugas tersebut dan mereka senang dengan kedatangan petugas kesehatan dengan persentase masing-masing (100%).

4)      Faktor keturunan
Pada faktor keturunan, peneliti melakukan pengamatan pada gigi orangtua dari murid yang menjadi sampel penelitian untuk melihat adanya karies atau tidak. Adapun distribusi responden berdasarkan hasil pengamatan gigi geligi yang mengalami karies pada orangtua murid di SDN Kandang Cut dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini :            
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Keturunan Pada Orangtua Murid di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah
Aceh Besar Tahun 2012
No
Orangtua Murid
Berkaries
Tidak Berkaries
F
%
F
%
1
Ayah
7
100
0
0
2
Ibu
7
100
0
0
Jumlah
14
100
0
100

Dari tabel 6 diatas memperlihatkan bahwa dari 14 responden yang diamati, ternyata semua orangtua murid di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar mengalami gigi berlubang (karies) sebesar 100%.

B.       PEMBAHASAN
1.         Faktor Luar Penyebab Karies Molar Pertama Permanen dilihat Dari Faktor Prilaku
Faktor prilaku menjadi salah satu penyebab terjadinya karies gigi molar pertama permanen. Hasil wawancara peneliti kepada responden (dapat dilihat pada lampiran 2) tentang gigi berlubang diketahui bahwa gigi berlubang adalah gigi yang ada ulatnya, terasa sakit, serta ada bulatan hitam di giginya. Penulis berasumsi bahwa pengetahuan mereka tentang gigi berlubang masih minim, mereka mengira gigi berlubang merupakan gigi yang di makan oleh ulat yang ada di dalam rongga mulutnya. Padahal bukan ulat yang ada di dalam  rongga mulut melainkan kuman atau bakteri yang bertumpuk pada sisa makanan dan merusak gigi apabila tidak dibersihkan .
 Gigi berlubang (karies gigi) adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi meluas ke arah pulpa. Karies gigi dapat terjadi pada setiap orang yang dapat timbul pada suatu permukaan gigi dan dapat meluas ke bagian yang lebih dalam dari gigi (Sihite, 2011). Rendahnya pengetahuan mereka tentang gigi geligi dan perawatannya mengakibatkan tingkat karies menjadi tinggi, sehingga pengetahuan memiliki peranan penting karena pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Ketika ditanyai tentang waktu yang tepat untuk menyikat gigi, sebagian besar responden menjawab bahwa waktu yang tepat untuk menyikat gigi adalah pagi (saat mandi), siang (sesudah makan atau saat pergi ngaji/les), sore (saat mandi) dan malam hari (ketika hendak tidur). Penulis berasumsi, ternyata pengetahuan mereka tentang waktu yang tepat untuk menyikat gigi masih kurang. Mereka mengira saat mandi adalah waktu yang baik untuk menyikat gigi. Seharusnya waktu yang tepat adalah sesudah makan (makan pagi dan makan siang) dan hendak tidur, kebiasaan menyikat gigi pada saat mandi saja itu tidak betul. Sebab sesudah menyikat gigi disaat mandi, orang akan makan lagi (Machfoedz, 2008). Tujuan bersikat gigi sendiri adalah membuang plak (sisa makanan), sebab di dalam plak inilah kuman paling banyak tinggal. Karena itulah menyikat gigi yang betul adalah sehabis makan (pagi, siang, malam) ditambah hendak tidur, sebab antara saat makan malam dan hendak tidur mungkin saja kita masih makan cemilan.
Sebagian responden menyebutkan bahwa coklat, permen (makanan manis) yang dapat menyebabkan gigi berlubang. Penulis berpendapat bahwa makanan yang dijual disekolah adalah makanan dengan kandungan glukosa yang tinggi serta makanan berkarbohidrat. Di sini pengetahuan mereka sangat sedikit. Guru sendiri tidak melarang muridnya untuk jajan makanan yang manis karena mereka beranggapan makanan tersebut tidak berbahaya dan sebagian besar murid senang makan makanan yang manis-manis. Seperti yang diungkapkan oleh Suwelo (1992), makanan yang dapat menimbulkan kerusakan gigi antara lain : karbohidrat, yang berhubungan dengan proses terjadinya karies gigi adalah polisakarida, disakarida, monosakarida dan sukrosa terutama mempunyai kemampuan yang efesien terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Frekuensi dan bentuk fisik dari karbohidrat juga berperan penting dalam menentukan terjadinya karies. Karbohidrat dalam bentuk tepung/bersifat lengket serta mudah hancur dalam mulut lebih memudahkan tmbulnya karies dibandingkan bentuk fisik lainnya. Jenis makanan manis merupakan energi bagi kuman, sedangkan makanan yang melekat dapat mempercepat pertumbuhan plak yang beresiko pada karies (Bie Kien Nio, 1995).
Maka dari itu, disarankan makan makanan yang cukup jumlah protein dan fosfat yang dapat menambah sifat basa dari saliva, memperbanyak makan sayuran dan buah-buahan yang berserat dan berair yang akan bersifat membersihkan dan merangsang sekresi saliva, menghindari makanan yang manis dan lengket serta membatasi jumlah makan menjadi tiga kali sehari serta menekan keinginan untuk makan di antara jam makan (Angela, 2005).
Setelah makan makanan yang manis dan lengket tadi, responden menyatakan mereka akan menyikat giginya. Namun, hal ini dilakukan apabila mereka berada dirumah, jika disekolah mereka hanya berkumur-kumur atau minum air putih. Mengkonsumsi makanan manis yang mengandung sukrosa yang tinggi,  apabila tidak segera disikat maka akan menyebabkan terjadinya karies. Bakteri dan bahan lengket dari ludah yang disebut mucin, apabila dibiarkan akan mengakibatkan pembusukan yang disebabkan erosi pada email gigi sehingga terjadi  karies (Jane, 2004). Selain itu,  sebagian responden mengatakan bahwa mereka menyikat gigi dalam sehari adalah 2 x. Menurut Ginandjar (2007), menyikat gigi maksimal 3 x sehari (setelah makan pagi, makan siang dan sebelum tidur malam), atau minimal 2 x sehari (setelah makan pagi dan sebelum tidur malam). Kenyataannya menggosok gigi 3 x sehari tidak selalu dapat dilakukan, terutama ketika seseorang berada di sekolah, kantor atau tempat lain.
Saat menyikat gigi, mereka mengosok giginya dibagian depan, bagian samping (pipi) sebelah kiri dan kanan baik rahang atas maupun bawah. Namun ada juga yang menggosok gigi bagian pipi sebelah kiri maupun kanan saja. Penulis berasumsi seharusnya menyikat gigi dilakukan pada seluruh bagian gigi, ada banyak teknik menyikat gigi dan metode bass yang sering di anjurkan. Seperti diungkapkan Angela (2005), penyikatan gigi anak mulai dilakukan sejak erupsi gigi pertama anak dan tata cara penyikatan gigi harus ditetapkan ketika molar telah erupsi. Metode penyikatan gigi pada anak lebih ditekankan agar mampu membersihkan keseluruhan giginya bagaimanapun caranya, namun dengan bertambahnya usia diharapkan metode bass dapat dilakukan.
Apabila gigi geraham mereka terasa sakit, sebagian besar mereka mengatakan akan berobat ke RS atau puskesmas terdekat. Sikap responden terhadap kondisi gigi yang sakit sangat baik, mereka segera berobat ke RS/puskesmas apabila gigi mulai terasa sakit. Perilaku dalam menggunakan fasilitas kesehatan (health seeking behavior) seperti puskesmas dan RS merupakan bentuk respon masyarakat terhadap kesehatan gigi dan mulutnya. Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit (seperti karies gigi) dan atau kecelakaan (Notoatmodjo, 2007). Namun, jika gigi geraham berlubang, mereka tidak melakukan apa-apa dan membiarkan gigi tersebut berlubang makin besar. Menurut penulis, kesadaran mereka terhadap pemanfaatan puskesmas/RS belum maksimal, masih ada yang membiarkan giginya berlubang dan tidak melakukan tindakan segera untuk menambal giginya. Sihite (2011) mengatakan, penambalan gigi terhadap gigi yang berlubang sebaiknya dilakukan sedini mungkin sebelum kelainannya menjadi lebih berat lagi. Apabila kelainannya sudah lebih besar, maka gigi tersebut harus dilakukan perawatan terlebih dahulu.
Untuk mencegah terjadinya gigi berlubang, sebagian besar responden menjawab bahwa mereka akan menyikat giginya agar tercegah dari gigi berlubang. Penulis pun berpendapat jika mereka menyikat gigi hanya bagian gigi depan dan bagian pipi, kebanyakan gigi bagian belakang tidak dijangkau oleh sikat gigi. Ternyata pengetahuan responden masih minim. Seharusnya gigi bagian belakang penting untuk dibersihkan mengingat gigi molar merupakan gigi yang berfungsi untuk pengunyahan. Andlaw & Rock (1993) cit Pratama mengatakan, gigi molar satu permanen mudah diserang karies gigi karena bentuk anatomisnya, permukaannya memiliki pit dan fisur yang memudahkan retensi makanan dan merupakan tempat ideal bagi pertumbuhan bakteri karies. Selain itu, sulit bagi anak untuk membersihkan secara baik daerah pit dan fisur gigi molarnya dengan sikat gigi, karena sebagian besar bagian dalam pit dan fisur tidak dapat dicapai dengan bulu sikat gigi. dengan demikian gigi molar satu permanen paling mudah terkena karies dibandingkan gigi permanen lainnya (Pratama, 2012).
Baum, dkk (1997) juga menambahkan, kebanyakan gigi molar yang erupsi di dalam mulut akan mengalami kerusakan pada permukaan oklusal (gigi bagian belakang). Penutupan ceruk dan fissure digunakan untuk menghentikan proses terjadinya karies. Cara tersebut dianjurkan untuk mencegah terjadinya karies molar pada permukaan gigi anak-anak selain melakukan sikat gigi.
Sedangkan saat ditanyai tentang berapa kali dalam setahun memeriksa gigi, responden menjawab bahwa mereka tidak pernah sekalipun memeriksa giginya dalam setahun. Penulis berasumsi mereka memeriksa giginya ketika dalam kondisi sedang sakit saja. Perilaku dalam merawat kesehatan gigi menjadi tolak ukur untuk gigi yang sehat dan bebas karies. Melakukan pemeriksaan atau kontrol ke dokter gigi setahun 2 kali sangat di anjurkan. Tindakan ini merupakan suatu upaya kita dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut. Sihite (2011) mengatakan bahwa kontrol tiap enam bulan dilakukan meskipun tidak ada keluhan. Hal ini dilakukan untuk memeriksa apakah terdapat gigi lain yang berlubang selain yang telah ditambal, sehingga dapat dilakukan perawatan sedini mungkin. Selain itu juga untuk melihat, apakah telah terdapat kembali karang gigi dan kelainan-kelainan lainnya yang mungkin ada.

2.      Faktor Luar Penyebab Karies Molar Pertama Permanen dilihat Dari Faktor Lingkungan
Berdasarkan hasil persentase koesioner pada tabel 4 diketahui bahwa, faktor lingkungan memiliki peranan penting sebagai salah satu penyebab terjadinya karies gigi molar pertama permanen. Dalam mengkonsumsi air minum, banyak responden yang menggunakan air sumur untuk diminum sehari-hari yakni sebesar (71,4%) daripada air PDAM (28,6%).  Penulis berasumsi bahwa secara geografis letak tempat tinggal mereka yang jauh dari pusat kota menyebabkan mereka kesulitan memperoleh air PDAM sehingga mereka menggunakan air sumur untuk dikonsumsi sehari-hari. Selain itu, kandungan kadar flour dalam air sumur tidak diketahui secara pasti. Namun, jika air yang diminum mengandung sedikit flour maka solusinya biasa diberikan obat tetes/tablet Natrium Flourida atau dioleskan langsung oleh Drg/perawat gigi pada gigi yang cenderung mengalami karies.
Angela (2005) mengungkapkan, fluoridasi air minum merupakan cara yang paling efektif untuk menurunkan masalah karies pada masyarakat secara umum. Konsentrasi optimum fluorida yang dianjurkan dalam air minum adalah 0,7–1,2 ppm. Bila air minum masyarakat tidak mengandung jumlah fluor yang optimal, maka dapat dilakukan pemberian tablet fluor pada anak terutama yang mempunyai risiko karies tinggi.
Faktor lingkungan lainnya yang menjadi penyebab karies gigi molar yakni dilihat dari lingkungan sekolah dimana seluruh responden yaitu murid SDN Kandang Cut suka mengkonsumsi makanan/minuman manis yang dijual di kantin sekolahnya sebesar (100%). Kondisi ini juga didukung dengan tidak adanya larangan dari orangtua untuk jajan makanan yang manis-manis sebesar (71,4%). Asumsi dari penulis menyatakan bahwa orangtua mereka tidak mengetahui makanan yg di konsumsi anaknya sehari-hari di sekolah merupakan jenis makanan pemicu terjadinya karies gigi. Dari pernyataan Angela (2005), banyak penelitian menunjukkan bahwa prevalensi karies lebih tinggi pada anak yang berasal dari status sosial ekonomi rendah dikarenakan anak tersebut lebih banyak makan makanan yang bersifat kariogenik, rendahnya pengetahuan akan kesehatan gigi dapat dilihat dari kesehatan mulut yang buruk, karies tinggi pada keluarga (karies aktif pada ibu), serta jarang melakukan kunjungan ke dokter gigi sehingga banyak karies gigi.
Riyanti  (2005) juga menambahkan, sebenarnya anak boleh makan-makanan manis tetapi setelah itu sesegera mungkin menyikat gigi sehingga tidak ada lagi sisa makanan yang menempel pada gigi. Karies pada anak merupakan penyebab yang paling sering terjadi. Pemicunya adalah kombinasi faktor jenis makanan anak, lamanya sisa makanan dimulut dan cara pembersihan mulut.
Selain itu, pendidikan tentang kesehatan gigi juga di perlukan agar orangtua (ibu) dapat memelihara kesehatan gigi anak sejak dini. Sebesar (71,4%)  responden dibawa orangtuanya untuk memeriksa gigi ke puskesmas/RS sejak kecil dan sebesar (85,8%) orangtua mereka mengajari cara memelihara kesehatan gigi. Asumsi penulis menyatakan peran orangtua sangat diharapkan dalam upaya pemeliharaan kesehatan gigi anak. Pada dasarnya anak masih dalam taraf perlu bimbingan orangtua dalam hal merawat giginya. Ini terbukti dimana orangtua membawa anak memeriksa gigi ke puskesmas/RS serta mengajari mereka cara memelihara giginya.
Melalui pendidikan kesehatan gigi dan mulut, orangtua dapat memperoleh informasi seputar kesehatan gigi dan mulut khususnya tentang bagaimana cara merawat gigi anaknya. Pendidikan kesehatan gigi dapat dilakukan melalui puskesmas, rumah sakit maupun di praktek dokter gigi. Angela (2005) mengungkapkan, mengunjungi pusat pelayanan kesehatan sangat di anjurkan agar orangtua dan anak dapat memperoleh informasi penting tentang kesehatan gigi. Pemberian informasi ini sebaiknya bersifat individual dan dilakukan secara terus menerus kepada ibu dan anak serta harus menimbulkan motivasi dan tanggung jawab anak untuk memelihara kesehatan mulutnya.

3.      Faktor Luar Penyebab Karies Molar Pertama Permanen dilihat Dari Faktor Pelayanan Kesehatan
Selain prilaku dan lingkungan, faktor pelayan kesehatan juga termasuk kedalam penyebab terjadinya karies gigi molar pertama permanen. Dari hasil persentase koesioner pada tabel 5 di atas diketahui bahwa, pelayanan kesehatan merupakan faktor terpenting dalam menentukan kesehatan gigi seseorang. Sebesar (71,4%) menyatakan disekitar sekolah terdapat tempat pelayanan kesehatan (puskesmas). Selain itu, jarak dari tempat tinggal (rumah) ke puskesmas tersebut ternyata tidak dekat (100%). Penulis berasumsi, jauhnya puskesmas dengan tempat tinggal (rumah) mereka mengakibatkan prevalensi karies menjadi tinggi. Ini dikarenakan timbulnya rasa malas dan sulit untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan tersebut yang jarak tempuhnya tidak dekat. Sebaliknya, jika jarak ke pusat pelayanan kesehatan dekat, maka prevalensi karies gigi menjadi sedikit sehingga mudah bagi mereka untuk memeriksa kondisi giginya. Pratiwi (2009) menambahkan, dengan kemudahan akses ke pusat pelayanan kesehatan maka penduduk (masyarakat) disekitarnya akan lebih banyak menerima informasi kesehatan khususnya tentang kesehatan gigi dan mulut dibandingkan dengan masyarakat yang jauh dari akses pelayanan kesehatan.
Faktor pelayanan kesehatan yang lain adalah pernah adanya kunjungan petugas kesehatan gigi (dokter/perawat gigi) kesekolah tersebut sebesar 100%. Responden menyatakan pernah diberi penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut oleh petugas kesehatan gigi (100%) dan mereka juga senang dengan kedatangan petugas kesehatan gigi tersebut (100%). Menurut penulis sendiri, tim puskesmas ini sudah melakukan suatu upaya kesehatan terhadap anak-anak sekolah dasar dengan mengunjungi sekolah-sekolah. Program yang mereka lakukan antara lain memeriksa gigi geligi, memberikan penyuluhan tentang pendidikan kesehatan gigi, sikat gigi massal, dan lain-lain. Hal ini sangat membantu untuk menyadarkan anak-anak tentang pentingnya merawat kesehatan gigi dan mulut.

4.      Faktor Luar Penyebab Karies Molar Pertama Permanen dilihat Dari Faktor Keturunan 
Terjadinya karies pada gigi molar juga dapat disebabkan dari faktor keturunan. Berdasarkan tabel 4 dapat kita lihat (pada lampiran 3), hasil pengamatan peneliti terhadap 14 responden yang merupakan orangtua (ayah dan ibu) dari murid yang mengalami karies gigi molar pertama permanen di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2012 diperoleh data bahwa semua responden mengalami karies (gigi berlubang) sebesar 100%. Penulis berasumsi anak yang giginya berkaries, maka kemungkinan besar orangtuanya juga mengalami karies gigi. Kesadaran orangtua yang kurang tentang penting merawat giginya maupun gigi anaknya menjadi salah satu penyebab terjadinya karies. Seharusnya terjadinya karies gigi dapat dicegah lebih awal melalui pemahaman dan peran orangtua dalam memelihara kesehatan gigi anak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suwelo (1992) bahwa, tingkat pendidikan, pengetahuan, kesadaran, dan prilaku orangtua terhadap pemelihaharaan kesehatan gigi dan mulut merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya karies gigi pada anak.
Ini juga dibuktikan pada suatu penelitian terhadap 12 pasang orangtua dengan keadaan gigi yang baik, terlihat bahwa anak-anak dari 11 pasang orangtua memiliki keadaan gigi yang cukup baik. Disamping itu dari 46 pasang orangtua dengan persentase karies yang tinggi, hanya 1 pasang yang memiliki anak dengan gigi yang baik, 5 pasang dengan persentase karies sedang, sedangkan 40 pasang lagi dengan persentase karies yang tinggi (Tarigan, 1995). Faktor keturunan merupakan faktor yang memiliki pengaruh terkecil sebagai penyebab karies gigi.



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
  

A.      Kesimpulan
Hasil penelitian tentang Analisis Karies Gigi Molar Pertama Permanen ditinjau Dari Faktor Luar Pada Murid di SDN Kandang Cut Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2012, dapat disimpulkan bahwa :
1.    Faktor prilaku menunjukkan, dimana subjek penelitian masih kurang dalam aspek pengetahuan, sikap dan tindakan. Terlihat dari pendapat mereka bahwa gigi berlubang adalah gigi yang berulat. Mereka juga suka makan makanan manis dan lengket (coklat, permen) yang dapat menyebabkan gigi berlubang. Menurut mereka, waktu yang tepat untuk menyikat gigi adalah pagi (saat mandi), siang (sesudah makan atau saat pergi ngaji/les), sore (saat mandi) dan malam hari (ketika hendak tidur), mereka juga menyikat gigi hanya dibagian depan dan samping (pipi) kiri dan kanan. Jika gigi geraham sakit, mereka berobat ke RS, namun jika berlubang mereka tidak melakukan tindakan segera seperti menambal gigi ke RS/puskesmas. Mereka pun tidak pernah memeriksa giginya dalam setahun ke dokter gigi (6 bulan sekali).
2.    Faktor lingkungan menunjukkan, dimana (71,4%) menggunakan air sumur untuk diminum sehari-hari daripada air PDAM (28,6%) dan sebesar (100%) mereka suka mengkonsumsi makanan/minuman manis. Mereka pun tidak dilarang orangtuanya untuk jajan makanan/minuman manis serta mereka juga pernah dibawa orangtuanya untuk memeriksa gigi ke puskesmas/RS sejak kecil masing-masing sebesar (71,4%). Sebanyak (85,8%) orangtua mereka mengajari cara memelihara kesehatan gigi.
3.    Faktor pelayanan kesehatan menunjukkan, dimana (71,4%) menyatakan disekitar sekolah terdapat tempat pelayanan kesehatan (puskesmas). Jarak dari tempat tinggal ke fasilitas kesehatan (puskesmas) tidak dekat (100%). Adanya kunjungan petugas kesehatan gigi (dokter/perawat gigi) kesekolah tersebut serta pernah diberikan penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut oleh petugas tersebut masing-masing (100%). Mereka menyatakan senang dengan kedatangan petugas kesehatan gigi (100%).
4.    Faktor keturunan menunjukkan, dimana seluruh orangtua (ayah dan ibu) dari subjek penelitian mengalami gigi berlubang (karies gigi).

B.       Saran
1.    Bagi Responden
a.       Diharapkan responden dapat meningkatkan perilaku mereka dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut dengan cara menyikat gigi maksimal 3x sehari (sesudah makan pagi, makan siang, dan sebelum tidur malam), menghindari makan makanan/minuman yang manis dan lengket serta memeriksa gigi setiap 6 bulan sekali ke dokter gigi.
b.    Diharapkan responden dapat menggunakan pelayanan kesehatan (sarana maupun prasarana) dalam upaya meningkatkan kesehatan gigi dan mulut.

2.    Bagi Orangtua
Diharapkan kepada orangtua agar lebih memperhatikan kondisi gigi anak seperti melakukan kontrol setiap 6 bulan sekali ke puskesmas/klinik gigi serta membimbing anak dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut mereka.

3.    Bagi Guru di SDN Kandang Cut
a.    Diharapkan kepada para guru agar selalu memotivasi serta mengingatkan muridnya untuk memelihara kesehatan gigi dan mulut dengan cara menyikat gigi secara teratur, melakukan penambalan pada gigi yang berlubang khususnya gigi molar yang berfungsi dalam proses pengunyahan.
b.    Disarankan pihak sekolah dapat bekerjasama dengan petugas kesehatan puskesmas dalam membangun suatu usaha kesehatan gigi di sekolah (UKGS) dengan tujuan meminimalisir terjadinya karies gigi dan mencegah terbentuknya lubang gigi pada anak.
4.    Bagi Petugas Kesehatan
Bagi petugas kesehatan hendaknya memberikan pendidikan/penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut secara maksimal serta meningkatkan program kesehatan gigi dan mulut seperti UKGS agar murid-murid di sekolah memperoleh pengetahuan dalam upaya memelihara kesehatan gigi serta pencegahan terhadap terjadinya karies gigi.



DAFTAR PUSTAKA


Afrilina, G. Gracinia, J. 2006. 75 Masalah Gigi Anak Dan Solusinya. Elex Media
Komputindo. Jakarta

Andini, Asmaraningtyas. 2007. Pentingnya Pemeriksaan Dini Gigi Dan Mulut Anak. http://www.permatacibubur.com/en/see.php?id=pro45&lang=id  
di akses 2 Juli 2007

Angela, A. Jurnal. Pencegahan Primer Pada Anak Beresiko Karies Tinggi. (Majalah Kedokteran Gigi. Dent. J., Vol. 38. No. 3 Juli–September 2005: 130–133)

Bie Kien Nio. 1995. Preventif Dentistry. SPRG. Seksi Pendidikan Kesehatan Gigi. Bandung

Baum. Phillips and Lund. 1997. Ilmu Konservasi Gigi (terj). EGC. Jakarta. Hlm. 20
Chemiawan, E., Gartika, M., Indriyanti, R. 2004. Laporan Penelitian. Perbedaan Prevalensi Karies Gigi Pada Anak Sekolah Dasar Dengan Program UKGS dan Tanpa UKGS Tahun 2004. FKG Universitas Padjadjaran. Bandung

Darwita, RR., Dahlia, N., Budiharto. 2006. Keberhasilan Program UKGS dan Peran Guru. FKG Universitas Indonesia. Jakarta. (IJD 2006 ; Edisi Khusus KPPIKG XIV)

Depkes, RI. 1995. Tata Cara Kerja Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut di Puskesmas. Direktorat Kesehatan Gigi. Jakarta

                    2000. Pedoman Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut Puskesmas. Direktorat Kesehatan Gigi. Jakarta. Hlm. 12

        2007.  Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.

                    2008. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Nanggroe Aceh Darussalam.  

                    2009. Undang- Undang Republik Indonesia No. 36 Tentang Kesehatan. Jakarta
Ford, T. R. 1993. Restorasi Gigi. EGC. Jakarta. Hlm. 1-5, 15-20
Ginandjar, R.  2007. Cara Menyikat Gigi Yang Benar . www.pikiran-rakyat.com

Herijulianti, E. Indriani, T. S. Artini, S. 2002. Pendidikan Kesehatan Gigi. EGC. Jakarta

Houwink, B. Dirks, B. O. Cramwinclel, A. B. dkk. 1993. Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan (terj). Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm. 277-281

Indriyanti, R. Pertiwi, A. S. P.Sasmita, I. S. 2006. Jurnal. Pola Erupsi Gigi Permanen ditinjau dari Usia Kronologis Pada Anak Usia 6 Sampai 12 Tahun di Kabupaten Sumedang. FKG Universitas Padjadjaran. ( 29 Maret - November 2006)

Itjingningsih, W.H. NY. 1991. Anatomi Gigi. EGC. Jakarta. Hlm. 121-124,
213-223

Jane, Kemp and Clare Walters. 2004. Gigi Si Kecil. Erlangga. Jakarta
Kennedy, D.B. 1992. Konservasi Gigi Anak Edisi 3. EGC. Jakarta. Hlm. 1-15

Kidd, E. A. M.. Bechal, S. J. 1992. Dasar-dasar Karies Penyakit Penyakit dan Penanggulangannya.  EGC. Jakarta. Hlm.1-9,15-17.

Kompas. 2011. Opera Sabun Kocok Kabinet. Jakarta. Hlm. 12 (Edisi 24-30 Oktober 2011)

Machfoedz, I. 2008. Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut Anak-anak dan Ibu Hamil, Fitramaya. Yogyakarta. Hlm. 108

Notoadmodjo, S.  2002. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta

                              2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Hlm. 120-128

                              2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Ilmu Dan Seni. Rineka Cipta. Jakarta

Pratama, A. 2012. Usaha Pencegahan terhadap Perkembangan Karies pada Pit dan Fisur . http://www.adifkgugm.com/2012/02/usaha-pencegahan-terhadap-perkembangan.html. (di akses Minggu, 12 Februari 2012)

Pratiwi, D. 2009. Gigi Sehat dan Cantik. PT Kompas Media Nusantara. Jakarta.
Pratiwi, N. L. Basuki, H. Soeprapto, A. 2010. Jurnal. Pengaruh Akses Pelayanan Kesehatan, Performed Treament Index/Pti Requirement Treatment Index/Rti, Terhadap Perilaku Oral Hygiene. (Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 13 No. 2 April 2010: 169–180)
Ramadhan, A.G. 2010. Serba-serbi Kesehatan Gigi dan Mulut.  Bukune. Jakarta. Hlm. 23, 26

Riyanti, Eriska. 2005. Pengenalan Dan Perawatan Kesehatan Gigi Anak Sejak Dini. Seminar Sehari Kesehatan Psikologi Anak. (29 Mei 2005)

Riyanti, Eriska..dkk. 2005. Skripsi. Hubungan Pendidikan Penyikatan Gigi Dengan Tingkat Kebersihan Gigi Dan Mulut Siswa-Siswi Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Imam Bukhari. Universitas Padjadjaran Fakultas Kedokteran Gigi. Bandung

Sihite, J. N. 2011. Skripsi. Hubungan Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut Dengan Pengalaman Karies Dan Indeks Oral Higiene Pada Murid SMP. FKG Sumatera Utara. Medan

Suwelo, I.S. 1992. Karies Gigi Pada Anak Dengan Berbagai Faktor Etiologi:Kajian Pada Anak Usia Prasekolah, EGC, Jakarta, hal: 2, 8, 15, 21, 27.

Schuurs, A.H.B. 1992. Patologi Gigi Geligi-Kelainan Jaringan Keras Gigi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm. 156-162

Tarigan, R. 1995. Karies Gigi. Hipokrates. Jakarta. Hlm. 17-23, 40-47, 49-62


1 komentar:

  1. Sangat bagus sekali. Bolehkan saya minta daftar pustaka Tarigan, R. 1995. Karies Gigi. Hipokrates. Jakarta. yang tentang umur pubertas mengalami karies tinggi? saya mohon bantuannya untuk skripsi saya. Terimakasih.

    BalasHapus