
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pembangunan
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehataan yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang
produktif secara sosial dan ekonomis dan upaya kesehatan adalah setiap kegiatan
atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, dan berkesinambungan
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dalam bentuk pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan
oleh pemerintah atau masyarakat (Depkes, 2009).
Derajat
kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yaitu : lingkungan,
perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Karena itu upaya untuk memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat harus ditujukan kepada 4 faktor
utama tersebut secara bersama, pendidikan atau promosi kesehatan pada
hakikatnya adalah upaya intervensi yang ditujukan kepada faktor perilaku. Namun
pada hakikatnya 3 faktor lain perlu intervensi seperti pendidikan atau promosi
kesehatan, karena faktor perilaku juga berperan pada faktor tersebut. Apabila
lingkungan baik dan sikap masyarakat positif maka lingkungan dan fasilitas
tersebut niscaya akan dimanfaatkan atau digunakan oleh masyarakat (Notoatmodjo,
2003).
Mengingat
pentingnya kesehatan dalam segala segi kehidupan induvidu, keluarga dan
masyarakat, maka upaya kesehatan khususnya upaya perawatan yang meliputi upaya
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan dan pemulihan diarahkan
bagi seluruh masyarakat dengan peningkatan peran serta masyarakat agar dapat
melaksanakan upaya kesehatan secara mandiri (Depkes R.I, 2001).
Peningkatan
kesehatan gigi merupakan salah satu tujuan terwujudnya derajat kesehatan
masyarakat. Upaya ini perlu ditinjau dari aspek lingkungan, pengetahuan,
pendidikan, kesadaran masyarakat dan penanganan kesehatan gigi termasuk
pencegahan dan perawatan. Namun sebagian besar orang mengabaikan kondisi
kesehatan secara keseluruhan, perawatan gigi dianggap tidak terlalu penting
padahal manfaatnya sangat vital dalam menunjang kesehatan dan penampilan (Jane,
2004).
Oral
hygiene (kebersihan mulut) yang baik akan membuat gigi dan jaringan sekitarnya
sehat seperti bagian-bagian yang lain dari tubuh, maka gigi dan jaringan
penyangganya mudah terkena penyakit. Agar gigi tahan terhadap penyakit, maka
harus mendapatkan perhatian dan perawatan yang baik (Boedihardjo, 1985).
Menurut Daliemunthe (2001) ada beberapa faktor resiko lainya yang mempengaruhi
keparahan gingivitis yaitu umur, jenis kelamin, ras, taraf pendidikan,
penghasilan dan daerah tempat tinggal. Ada juga beberapa faktor resiko lainnya
yang mempengaruhi keparahan gingivitis yaitu oral hygiene yang buruk,
defisiensi nutrisi, flourasis, dan kebiasaan buruk.
Penyakit
gusi yang sering terjadi adalah peradangan pada gusi yang bahasa kedokterannya
disebut gingivitis. Penyakit awalnya dari dental plak yang merupakan campuran
lengket terdiri dari partikel-partikel makanan, lendir dan bakteri. Plak
terbentuk karena kurang membersihkan gigi sehingga menumpuk dileher gigi dan
memasuki ruang-ruang tempat antara perbatasan gigi dan gusi, plak tersebut
lama-kelamaan akan menjadi endapan keras yang disebut calculus yang terbentuk
pada gigi. Radang gusi lebih sering terjadi karena kurangnya merawat kebersihan
gigi dan mulut sehingga terjadi penumpukan plak yang kemudian dapat mengiritasi
gusi (Hembing Tue, 2007).
Gingivitis
adalah peradangan pada gusi dengan tanda-tanda klinis perubahan warna lebih
merah dari pada normal, gusi membengkak, dan berdarah pada tekanan ringan.
Biasanya tidak menimbulkan rasa sakit hanya keluhan gusi berdarah bila sikat
gigi (Situmorang, 2005).
Berdasarkan
Survey Kesehatan Rumah Tangga - Survey Kesehatan Nasional tahun 2010, penyakit
periodontal menduduki urutan kedua dengan jumlah penderita 42,8 % penduduk
Indonesia, dan dari data Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011 untuk wilayah
Aceh kasus penyakit periodontal mencapai 2.812 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa
masih tingginya angka penyakit gigi dan mulut yang masih terjadi di masyarakat
saat ini, dikarenakan oleh faktor kebersihan gigi dan mulut yang jelek.
Sedangkan dari hasil pemeriksaan
awal dari penulis pada beberapa orang yang tinggal di Asrama Aceh Selatan, dari
58
orang yang diperiksa 32
orang diantaranya mengalami penyakit gingivitis. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
gingivitis, sehingga penulis tertarik ingin meneliti faktor
penyebab dan faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit gingivitis di asrama Aceh Selatan Lampineung Banda Aceh tahun 2012.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka bisa dirumuskan permasalahan penelitian ini
sebagai berikut yaitu : bagaimana mengetahui faktor penyebab dan faktor yang
mempengaruhi terjadinya penyakit gingivitis di asrama Aceh Selatan Lampineung
Banda Aceh tahun 2012?
C.
Tujuan
Penelitian
1. Tujuan
Umum
Mengetahui
kejadian penyakit
gingivitis di asrama Aceh Selatan Lampineung Banda Aceh tahun 2012.
2. Tujuan
Khusus
a. Mengetahui
faktor penyebab penyakit
gingivitis pada mahasiswa yang tinggal di asrama Aceh Selatan Lampineung Banda Aceh tahun 2012.
b. Mengetahui
faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit gingivitis di asrama Aceh Selatan Lampineung Banda Aceh tahun 2012.
D.
Manfaat
Penelitian
1. Menambah
pengetahuan, wawasan dan pengalaman dalam bidang ilmu kesehatan gigi dan mulut.
2. Dapat
memberikan informasi tentang gambaran penyakit gingivitis pada warga yang
tinggal di Asrama Aceh Selatan Lampineung
Banda Aceh tahun 2012.
3. Hasil
penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan bacaan dan dapat menambah
pembendaharaan perpustakaan.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Gingiva (gusi)
1.
Pengertian
Gingiva (gusi)
Gingiva
adalah bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi gigi dan menutupi lingir
(ridge) alveolar, merupakan bagian dari aparatus pendukung gigi, periodonsium,
dan dengan membentuk hubungan dengan gigi, gingiva berfungsi melindungi
jaringan di bawah pelekatan gigi terhadap pengaruh lingkungan rongga mulut.
Gingiva merupakan bagian dari jaringan periodontal yang paling luar, gingiva
seringkali dipakai indikator bila jaringan periodontal terkena penyakit. Hal
ini disebabkan karena kebanyakan penyakit periodontal dimulai dari gingiva,
kadang-kadang gingiva juga dapat menggambarkan keadaan tulang alveolar yang
berada dibawahnya (Herijulianti, 2009).
2.
Gambaran
Klinis Gingiva Normal
Gambaran
klinis gingiva dipakai sebagai dasar untuk mengetahui perubahan patologis yang
terjadi pada gingiva yang terjangkit suatu penyakit.
Gambaran gingiva normal terdiri dari :
a.
Warna
Gingiva
Warna
gingiva normal umumnya berwarna merah jambu (corak pink). Hal ini diakibatkan
oleh adanya suplai darah, tebal dan derajat lapisan keratin epitelium serta
sel-sel pigmen, warna ini bervariasi pada setiap orang dan erat hubungannya
dengan pigmentasi kutaneous. Pigmentasi pada gingiva biasanya terjadi pada
individu yang memiliki warna kulit yang gelap, pigmentasi pada attached gingiva
mulai dari coklat sampai hitam. Warna pada alveolar mukosa lebih merah, hal ini
disebabkan oleh karena alveolar muccosa tidak mempunyai lapisan keratin dan
epitelnya tipis.
b.
Besar
Gingiva
Besar
gingiva ditentukan oleh jumlah elemen seluler, interseluler dan suplai darah,
perubahan besar gingiva merupakan gambaran yang paling sering dijumpai pada
penyakit periodontal.
c.
Kontur
Gingiva
Kontur
dan besar gingiva sangat bervariasi, keadaan ini dipengaruhi oleh bentuk dan
susunan gigi geligi pada lengkungnya, lokalisasi dan luas area kontak proksimal
dan dimensi embrasur (interdental) gingiva oral maupun vestibular. Interdental
papil menutupi bagian interdental, sehingga tampak lancip.
d.
Kosistensi
Gingiva
melekat erat kestruktur dibawahnya dan tidak mempunyai lapisan submukosa
sehingga gingiva tidak dapat digerakkan dan kenyal.
e.
Teksture
Permukaan
attached gingiva berbintik-bintik seperti kulit jeruk, bintik- bintik ini di
sebut stipiling. Stipiling akan terlihat jelas apabila permukaan gingiva
dikeringkan (Herijulianti, 2009).
B. Gingivitis
1.
Pengertian
Gingivitis
Gingivitis
adalah merupakan suatu kondisi gusi menjadi merah dan mengalami peradangan.
Gingivitis umumnya ditandai dengan penumpukan plak di sepanjang tepi gusi, gusi
terasa sakit, lunak dan bengkak, selain itu sering terjadi pendarahan pada
waktu menyikat gigi ( Melinda, 2009).
Gingivitis
adalah akibat proses peradangan gusi, biasanya disebabkan oleh plak, dan tanpa
plak penyakit gusi tidak dapat terjadi. Ini berarti, dapat disembuhkan bilang
rajin membersihkan semua plak dari gigi-giginya (Besford, 1996).
Gingivitis
adalah peradangan pada gusi yang ditandai adanya perubahan bentuk dan warna
pada gusi, atau gingivitis adalah salah suatu gangguan gigi berupa pembengkakan
atau radang pada gusi (gingiva).
2.
Macam-Macam
Gingivitis
Gingivitis
terdiri dari 5 macam yaitu :
a. Gingivitis
Marginalis adalah peradangan gingiva bagian marginal yang merupakan stadium
awal dari penyakit periodontal (Rosad, 2008).
b. Gingivitis
Pubertas adalah gingivitis yang sering terjadi pada anak-anak usia pubertas,
yang ditandai dengan gejala gingiva mengalami perubahan warna menjadi merah
sampai kebiru-biruan, konsistensi gingiva berubah menjadi lunak atau
oedematous, licin dan berkilat dan permukaan gingiva, terutama papila
interdental yang terlibat terlihat licin dan berkilat.
c. Gingivitis
Pregnancy adalah gingivitis yang sering terjadi pada ibu hamil biasanya ditandai
dengan gejala gingiva cenderung mudah berdarah, baik karena iritasi mekanis
maupun secara spontan, gingiva biasanya mengalami perubahan warna menjadi merah
terang sampai merah kebiru-biruan dan konsistensi gingiva bebas dan gingiva
interdental adalah lunak dan getas (mudah tercabik).
d. Scorbutic
Gingivitis adalah merupakan gingivitis yang terjadi karena defisiensi vitamin
C, ditandai adanya hiperplasi atau ulserasi dan berwarna merah terang atau
merah menyala.
e. Anug
(Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis) merupakan satu-satunya gingivitis
yang akut, terjadi sangat mendadak dan cepat meluas, biasanya terjadi pada masa
pergantian gigi di mana anak mempunyai oral hygiene buruk. Nama lain dari Anug
adalah Vincent’s Gingivitis atau Trench Mouth (Daliemunthe, 2008).
3.
Proses
Terjadinya Gingivitis
Menurut
John Besford (1996), proses terjadinya gingivitis dimulai dari :
a. Tahap
Pertama
Plak
yang terdapat pada gigi didekat gusi menyebabkan gusi menjadi merah (lebih tua
dari merah jambu), sedikit membengkak (membulat dan bercahaya, tidak tipis dan
berbintik seperti kulit jeruk), mudah berdarah ketika disikat (karena adanya
luka kecil pada poket gusi), tidak ada rasa sakit.
b. Tahap
Kedua
Setelah
beberapa bulan atau beberapa tahun peradangan ini berlangsung. plak pada gigi
dapat menyebabkan serabut paling atas antara tulang rahang dan akar gigi
membusuk, dan ini diikuti dengan hilangnya sebagian tulang rahang pada tempat
perlekatan. Poket gusi juga menjadi lebih dalam dengan penurunan tinggi tulang
rahang tersebut, gusi tetap berwarna merah, bengkak dan mudah berdarah ketika
disikat. Tetapi tidak terasa sakit.
c. Tahap
Ketiga
Setelah
beberapa tahun tanpa pembersihan plak yang baik, dapat terjadi tahap ketiga,
saat ini akan lebih banyak lagi tulang rahang yang rusak dan gusi semakin
turun, meskipun tidak secepat kerusakan tulang, poket gusi menjadi lebih dalam
(lebih dari 6 mm) karena tulang hilang, gigi mulai terasa sedikit goyang, dan
gigi depan kadang-kadang mulai bergerak dari posisi semula, kemerahan,
pembengkakan, dan perdarahan masih tetap seperti sebelumnya, dan tetap tidak
ada rasa sakit.
d. Tahap
Terakhir
Tahap-tahap
ini biasanya terjadi pada usia 40-an atau 50-an tahun, tetapi terkadang dapat
lebih awal. Setelah beberapa tahun lagi tetap tanpa pembersihan plak yang baik
dan perawatan gusi, tahap terakhir dapat dicapai, sekarang kebanyakan tulang
disekitar gigi telah mengalami kerusakan sehingga beberapa gigi menjadi sangat
goyang, dan mulai sakit. Pada tahap ini merupakan suatu akibat gingivitis yang
dibiarkan, sehingga gingivitis terus berlanjut ketahap paling akut yaitu
periodontitis.
4.
Faktor-Faktor
Penyebab Gingivitis
Menurut
Daliemunthe (2008), faktor-faktor etiologi penyakit gingiva dapat
diklasifikasikan atas :
1. Faktor
Penyebab
a. Plak
dental/plak bakteri adalah deposit lunak
yang membentuk biofilm yang menumpuk kepermukaan gigi atau permukaan keras
lainnya di rongga mulut seperti restorasi lepasan dan cekat.
b. Kalkulus
dental adalah massa terkalsifikasi yang melekat kepermukaan gigi asli maupun
gigi tiruan, biasanya kalkulus terdiri dari plak bakteri yang telah mengalami
mineralisasi. Berdasarkan lokasi perlekatannya dikaitkan dengan tepi gingiva,
kalkulus dental dapat dibedakan atas kalkulus suprangingiva dan subgingiva.
c. Material
alba adalah deposit lunak, bersifat
melekat, berwarna kuning atau putih keabu-abuan, dan daya melekatnya lebih
rendah di bandingkan plak dental.
d. Stein
dental adalah deposit berpigmen pada permukaan gigi.
e. Debris/sisa
makanan.
2. Faktor
Sistemik
Faktor-faktor
sistemik adalah faktor yang mempengaruhi tubuh secara keseluruhan misalnya :
a. Genetik.
b. Nutrisional.
c. Hormonal
misalnya : kehamilan dan diabetes.
d. Hematologi/penyakit
darah misalnya : Anemia dan Leukemia.
e. Obat-obatan
misalnya : dilantin, dan fenitoin.
3. Faktor
Yang Mempengaruhi
Masalah
kesehatan gigi adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang berkaitan dengan
masalah-masalah lain diluar kesehatan itu sendiri. Demikian juga pemecahan
masalah kesehatan gigi dan mulut, tidak hanya dilihat dari segi kesehatan gigi
dan mulut itu sendiri, tapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada
pengaruhnya terhadap masalah “sehat sakit’ atau kesehatan gigi dan mulut itu
sendiri.
Menurut Bloom,
faktor yang mempengaruhi kesehatan didalam hal kesehatan gigi dan mulut
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan.
Keempat faktor tersebut (keturunan, lingkungan,
perilaku, dan pelayanan kesehatan), disamping berpengaruh pada kesehatan gigi
dan mulut, juga saling berpengaruh satu sama lainnya. Status kesehatan gigi dan
mulut akan tercapai secara optimal bila mana keempat faktor tersebut secara
bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal pula. Salah satu faktor saja berada
dalam keadaan yang terganggu (tidak optimal), maka status kesehatan gigi dan
mulut akan tergeser dibawah optimal.
1) Faktor
Keturunan
Seseorang
yang mempunyai susunan gigi berjejal ada kemungkinan bawaan dari orang tuannya,
gigi berjejal mudah sekali terjadi plak dan calkulus karena daerah yang sukar
dibersihkan. Penyakit diabetes mellitus kebanyakan adalah penyakit keturunan
tapi bukan penyakit menular, penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol
lebih rentan terkena penyakit gingivitis karena gusinya sering kali agak
menggelembung atau bengkak, dan mudah mengalami infeksi dan kadang-kadang
bernanah karena membengkaknya gusi, gigi akan tampak keluar karena sering
mengalami infeksi rongga mulut dan ludah diabetes semakin mengental. Dengan
demikian penderita diabetes mellitus harus selalu kumur-kumur, kalau tidak
sisa-sisa makanan yang ada didalam mulut akan menjadi sumber infeksi di dalam
mulut (Askar, 2004). Faktor lain dari keturunan adalah kelainan darah, kelainan
darah sistemik dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap jaringan
periodontal seperti pada penderita Leukimia, ditemukan lesi periodontal seperti
pembesaran gingiva akibat infiltrasi sel-sel Leukimia ke sel jaringan,
penyusupan sel-sel leukimia ke dalam gusi menyebabkan gingivitis dan
berkurangnya kemampuan untuk melawan infeksi dan akan semakin memperburuk
keadaan ini. Gusi tampak merah dan berdarah, pendarahan ini sering berlanjut
sampai beberapa menit atau lebih karena pada penderita Leukimia, darah tidak
membeku secara normal.
2) Perilaku
Perilaku
masyarakat sangat mempengaruhi status kesehatan, terutama kesehatan gigi pada
dasarnya adalah suatu responden seseorang terhadap stimulus yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, system pelayanan makanan dan lingkungan.
Prilaku manusia sangatlah
kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908)
seorang ahli psikologi pendidikan membagi prilaku manusia kedalam 3 domain,
yakni : a) kognitif, b) afektif, dan c) psikomotor. Dalam perkembangan nya,
teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yaitu
:
1.
Pengetahuan
(knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior). Tingkatan
pengetahuan dalam domain kognitif
mencakup mempunyai 6 tingkatan yaitu:
·
Tahu (know)
Tahu diartikan
sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
· Memahami (comprehension)
Memahami
diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
·
Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk mengunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real(sebenarnya).
·
Analisis
(aplikasi)
Analisis adalah
suatu kemampuan untuk menyebarkan materi atau suatu objek kedalam
komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada
kaitannya satu sama lain.
·
Sintesis
(synthesis)
Suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
·
Evaluasi
(evaluasi)
Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan justikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.
Sikap
(attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup
dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu
perilaku. Tingkatan sikap mencakup mempunyai 4 tingkatan
yaitu :
·
Menerima
(receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
·
Merespon
(responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan.
·
Menghargai
(valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
· Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
3. Tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu
tindakan (over behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan,
antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain.
Tingkat tindakan mencakup mempunyai 3
tingkatan yaitu :
·
Persepsi
(perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
·
Respons
terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan
sesuai dengan contoh adalah merupakan indikasi praktek tingkat dua.
·
Mekanisme
(mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan
benar secara otomatis, atau sesuatu itu sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan,
maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.
3) Pelayanan
Kesehatan
Secara
umum pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas) merupakan subsistem pelayanan
kesehatan, yang tujuan utamanya adalah preventif (pencegahan) dan provetif
(peningkatan kesehatan). Selain itu pelayanan kesehatan masyarakat juga
melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabitatif pemulihan terbatas,
ruang lingkup pelayanan kesehatan menyangkut kepentingan masyarakat banyak,
maka dari itu pelayanan untuk masyarakat harus diberikan seoptimal mungkin.
4) Lingkungan
Beberapa
faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya penyakit gingivitis
antara lain pendidikan, ekonomi, dan defesiensi vitamin C. Penghasilan dan
pendidikan penduduk yang tinggi juga mempengaruhi kesehatan, masyarakat yang berpenghasilan
dan berpendidikan tinggi lebih banyak memiliki pengetahuan tentang pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut, serta mengetahui kebiasaan merawat dan mengobati
penyakit yang mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut (Notoatmodjo, 2003).
Standar penghasilan yang baik yaitu ≥ Rp.1.500.000, seseorang akan lebih dapat
mencukupi kebutuhannya dibandingkan dengan berpenghasilan < Rp.1.500.000
(Kusnanto, 2006).
Masyarakat
harus memperhatikan nutrisi agar tidak terjadi defesiensi vitamin C, dengan
banyak mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan. Defesiensi vitamin C dapat
mempengaruhi metabolisme kalogen pada jaringan periodonsium yang akan
mempengaruhi kemampuan jaringan untuk regenerasi, defesiensi vitamin C juga
dapat mengganggu pembentukan tulang alveol karena mengganggu keseimbangan
lingkungan (ekologi) bakteri dalam plak, sehingga meningkatkan patogenitas
bakteri yang menyebabkan penyembuhan menjadi lambat (Katherinearta, 2009).
1.
Patogenesis
Penyakit Gingivitis
Penyebab
utama dari gingivitis adalah plak dan calculus, plak terdiri dari kumpulan
bakteri yang komposisinya selalu berubah sesuai dengan umur plak yang melekat
pada gigi dan jaringan gusi. Berbagai bakteri aeron dan anaerob berkumpul dan
lama-kelamaan akan menimbulkan radang gusi, timbunan plak yang berada pada
permukaan gigi dikarenakan pengaruh mineral dari saliva yang dapat membentuk
calculus, secara tidak langsung juga dianggap sebagai penyebab gingivitis.
Gingivitis
atau radang gusi bila kurang mendapat perawatan akan menjadi parah dan menyebar
ke gigi sehingga mengakibatkan gigi lepas dan tanggal, keadaan tersebut disebut
periodontitis yang merupakan tahap lebih lanjut dari gingivitis dengan
peradangan gusi yang lebih parah. Periodontitis merupakan penyakit gusi yang
hebat yang disebabkan oleh infeksi bakteri, kesehatan mulut yang buruk memberi
tempat bagi bakteri untuk berkembangbiak, bakteri tersebut memasuki
kantong-kantong yang ditimbulkan gingivitis, selanjutnya akan merusak gigi,
tulang dan jaringan pengikat dan lama-kelamaan gigi bisa menjadi lepas. Pada
pengobatan peridontitis diperlukan operasi untuk mencegah kambuh kembali
disertai juga dengan peningkatan kebersihan gigi dan mulut dan memeriksa gigi
secara teratur (Hembing Tue, 2007).
2.
Cara
Menentukan Gingivitis
Indeks
yang diperkenalkan oleh Loe dan Silness ini digunakan untuk menilai derajat
keparahan inflamasi. Pengukuran dilakukan pada empat sisi gigi geligi yang
diperiksa : papila distovestibular, tepi gingiva vestibular, papila
mesiovestibular, dan tepi gingiva oral (Daliemunthe, 2008).
Kriteria
untuk penentuan skor sebagai berikut :
No
|
Kriteria
|
Nilai
|
1.
|
Gingiva
sehat
|
0
|
2.
|
Inflamasi
ringan pada gingiva yang di tandai dengan perubahan warna, sedikit oedema,
pada palpasi tidak terjadi pendarahan
|
1
|
3.
|
Inflamasi
gingiva sedang, gingiva berwarna merah, oedema dan berkilat, pada palpasi
terjadi pendarahan
|
2
|
4.
|
Inflamasi
gingiva parah, gingiva berwarna merah menyolok, oedematous, terjadi ulserasi,
gingiva cenderung berdarah spontan.
|
3
|
Skor
setiap gigi diperoleh dengan menjumlahkan skor keempat sisi yang diperiksa,
lalu dibagi dengan empat (jumlah sisi yang dipriksa). Jumlah skor semua gigi
yang diperiksa dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa maka diperoleh skor
indeks gingiva untuk individu.
Keparahan
inflamasi gingiva secara klinis dapat ditentukan dari skor Indeks Gingiva
dengan kriteria sebagai berikut :
Skor
indek gingiva
|
Kondisi
|
Gingiva
|
0,1
– 1,0
|
Gingivitis
|
Ringan
|
1,1
– 2,0
|
Gingivitis
|
Sedang
|
2,1
– 3,0
|
Gingivitis
|
Parah
|
3.
Tanda-Tanda
Gingivitis
Menurut
Donna Pratiwi (2007), ada beberapa tanda-tanda gingivitis, yaitu :
a. Saat
menyikat gigi, ada noda darah yang tertinggal pada bulu sikat gigi.
b. Saat
meludah, ada darah didalam air liur.
c. Gusi
bisa dipisahkan dari gigi menggunakan sikat gigi.
d. Warna
gusi mengkilat dan bengkak, kadang-kadang berdarah saat disentuh.
e. Tidak
selalu disertai rasa sakit.
f. Terdapat
akumulasi disekitar karang gigi.
4.
Akibat
Lanjut Dari Gingivitis
Setelah
beberapa tahun tanpa pembersihan plak dan perawatan gusi yang baik, maka plak
akan bersifat basa, kalsium akan mengendap pada lapisan plak, terjadilah
pengapuran sehingga plak mengeras menjadi kalkulus. Hal ini di sebabkan karena
kalkulus, selain mengandung banyak kuman, permukaan yang kasar akan merusak
baik gusi maupun jaringan periodontium di bawahnya (Besford, 1996).
5.
Penanggulangan
Gingivitis
Menurut
Kanal (2009), dalam upaya penanggulangan gingivitis mencakup 3 aspek yaitu upaya promotif, preventif dan kuratif, yaitu
:
1. Upaya
Promotif
Upaya
promotif dalam penanggulangan gingivitis adalah
sebagai berikut:
a) Dokter
gigi dan perawat gigi memberikan informasi tentang kesehatan gigi.
b) Memberikan
informasi dan pengarahan teknik-teknik pengontrolan plak.
c) Mendidik
pasien agar pasien mengetahui cara-cara menjaga kebersihan mulutnya.
2. Upaya
Preventif (pencegahan)
Upaya
preventif dalam penanggulangan gingivitis adalah sebagai berikut :
a) Menjaga
oral hygiene.
b) Sikat
gigi merupakan salah satu cara yang semua orang sudah tahu, mungkin juga sudah
dilakukan setiap hari. Jadi yang penting disini adalah pengenalan teknik sikat
gigi yang tepat, memotivasi untuk sikat gigi secara teratur dan pemilihan pasta
gigi dengan tepat. Teknik sikat gigi yang secara horizontal adalah lazim
dikenal umum, dan itu merupakan suatu kesalahan karena dengan cara demikian
lambat laun dapat menimbulkan resesi gingiva dan abrasi gigi. Lebih lanjut
lagi, penyakit-penyakit periondontal akan lebih mudah terjadi.
c) Dental
floss atau benang gigi meruapakan cara yang akhir-akhir ini mulai banyak
diperkenalkan , dan cukup ampuh untuk membersihkan disela-sela gigi. Tapi
teknik harus dimengerti dengan tepat karena jikalau tidak, alih-alih mencegah
penyakit periodontal, yang terjadi malah melukai gusi dan membuat radang.
d) Kontrol
ke dokter gigi secara teratur diperlukan sebagai salah satu upaya preventif,
karena merekalah ahlinya dan terkadang kita sendiri seringkali luput mengamati
perubahan pada gigi dan gusi yang masih kecil. Bagi mereka yang pernah
menderita penyakit periodontal disarankan untuk kontrol secara teratur ke
dokter gigi setiap 3 bulan sekali.
3. Upaya
Kuratif (pengobatan)
Upaya
kuratif dalam penanggulangan gingivitis yaitu sebagai berikut :
a) Scaling
merupakan tindakan yang dilakukan untuk membersihkan kalkulus (karang gigi).
Kalkulus (karang gigi) adalah deposit yang terkalsifikasi sehingga merekat
keras dan tidak hilang dengan sikat gigi. Kalkulus ini terbagi 2 yaitu
supragingiva dan subgingiva. Umumnya kalkulus supragingiva berlokasi pada sisi
bukal dari gigi-gigi molar rahang atas dan sisi lingual dari gigi-gigi anterior
rahang bawah sedangkan kalkulus subgingiva itu berwarna hitam.
b) Kuretase
merupakan tindakan pembersihan periodontal pocket yang berisi banyak food
debris maupun kuman untuk mencegah peradangan lanjut, apabila pocket sedang
dalam keadaan akut maka salah satu cara yang dilakukan adalah tindakan
kuretase.
c) Kumur-kumur
antiseptic merupakan bahan aktif yang sering digunakan sebagai kumur-kumur,
yang dijual bebas umumnya berasal dari minyak tumbuh-tumbuhan seperti metal
salisilat (seperti pada produk Listerine), sedangkan yang perlu diresepkan
dokter adalah Chlorhexidine 0,20% (seperti pada produk Minosep) dan H2O2 1,5%
atau 3,0%. Kumur-kumur yang lebih murah dan cukup efektif adalah dengan air
garam hangat, sedangkan kumur-kumur antiseptic yang sering digunakan adalah
Chlorhexidine 0.20%. Kumur-kumur sekurangnya 1 menit sebanyak 10 cc terbukti
efektif dalam meredakan proses peradangan pada jaringan periodontal.
d) Antibiotik
digunakan apabila terbukti keterlibatan kuman baik secara klinis maupun
mikrobiologis, maka antibiotic mutlak diperlukan. Pada umumnya antibiotic yang
digunakan pada penyakit-penyakit gigi adalah golongan penisilin karena kuman
yang sering menjadi causanya sensitive terhadap golongan ini. Tetapi pada
penyakit periodontal, terutama yang lanjut, perlu dipertimbangkan keterlibatan
kuman-kuman gram negative serta anaerob, sehingga dengan demikian pilihan
antibiotic jatuh pada tetrasiklin (sering kali digantikan dengan golongan
aminopenisilin karena berspectrum luas juga) atau metronidazol karena
efektivitas terhadap anaerob. Pemberian dapat berupa per oral maupun lokal
seperti gel, tergantung dari luasnya dan tahap proses penyakit dan juga dibantu
dengan analgetik - anti inflamasi untuk mereda gejala simtomatik.
e) Kemudian
di bantu konsumsi vitamin dan nutrisi seperti buah dan sayur untuk
mengembalikan kesehatan gusi.
Pada
akhirnya perlu diingat bahwa penyakit gingivitis adalah kelainan yang berawal
dari plak sehingga kunci sukses dalam upaya preventif adalah kontrol plak.
Dengan mengabaikan kontrol plak, tindakan preventif maupun terapi secanggih
apapun umumnya akan kurang berhasil.
A. Kebersihan Gigi Dan Mulut
1.
Pengertian
Kebersihan Gigi Dan Mulut
Kebersihan
gigi dan mulut adalah keadaan dimana mulut bebas dari plak dan karang gigi.
Kebersihan gigi yang baik akan membuat jaringan sekitarnya sehat, seperti
bagian lain dari tubuh, maka gigi dan jaringan penyangganya mudah terkena
penyakit. Oleh karena itu, kebersihan gigi harus mendapat perhatian dan
perawatan yang baik (Beodihardjo, 1985).
Kebersihan
gigi dan mulut adalah keadaan dimana mulut terbebas dari plak dan calculus
(Depkes R.I, 1995).
2.
Cara
Pengukuran Kebersihan Gigi Dan Mulut
Menurut
Herijulianti (2002), untuk menilai kebersihan gigi dan mulut seseorang dilihat
adalah adanya debris (plak) dan calculus (karang gigi) pada permukaan gigi.
Pemeriksaan debris dan calculus dilakukan pada gigi tertentu dan pada permukaan
tertentu dari gigi tersebut, yaitu :
Untuk
rahang atas yang diperiksa :
a) Gigi
M1 kanan atas pada permukaan bucal.
b) Gigi
I1 kanan atas pada permukaan labial.
c) Gigi
M1 kiri atas pada permukaan bucal.
Untuk
rahang bawah yang diperikasa :
a) Gigi
M1 kiri bawah pada permukaan lingual.
b) Gigi
I1 kiri bawah pada permukaan labial.
c) Gigi
M1 kanan bawah pada permukaan lingual.
Bila
ada kasus salah satu dari gigi-gigi tersebut tidak ada (telah dicabut/tinggal
akar), penilaian dilakukan pada gigi-gigi pengganti yang sudah ditetapkan untuk
mewakilinya, yaitu :
1. Bila
gigi M1 rahang atas atau rahang bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi
M2 rahang ata /rahang bawah.
2. Bila
gigi M1 dan M2 rahang atas atau rahang bawah tidak ada, penilaian dilakukan
pada gigi M3 rahang atas/rahang bawah.
3. Bila
gigi M1, M2 dan M3 rahang atas atau rahang bawah tidak ada, tidak dilakukan
penilaian.
4. Bila
gigi I1 kanan rahang atas tidak ada, penilain dilakukan pada gigi I1 kiri
rahang atas.
5. Bila
gigi I1 kanan dan kiri rahang atas tidak ada, tidak dilakukan penilian.
6. Bila
gigi I1 kiri rahang bawah tidak ada, penilain dilakukan pada gigi I1 kanan
rahang bawah.
7. Bila
gigi I1 kiri dan kanan rahang bawah tidak ada, tidak dilakukan penilaian.
a. Debris
indeks
Debris
adalah angka yang menyatakan keadaan klinis yang di dapat pada waktu dilakukan
pemeriksaan debris.
Kriteria debris
:
No
|
Kriteria
|
Nilai
|
1.
|
Pada
permukaan gigi tidak ada debris/pewarnaan extrintik
|
0
|
2.
|
Pada
permukaan gigi terlihat debris yang lunak yang menutupi gigi seluas 1/3
permukaan/lebih 1/3 permukaan
|
1
|
3.
|
Pada
permukaan gigi tidak ada debris lunak tetapi ada pewarnaan extrinsik yang
menutupi sebagian / seluruh permukaan gigi
|
1
|
4.
|
Pada
permukaan gigi terlihat ada debris yang lunak yang menutupi permukaan gigi
lebih 1/3 tapi kurang dari 2/3 permukaan gigi
|
2
|
5.
|
Pada
permukaan gigi terlihat ada debris yang lunak menutupi permukan gigi seluas
2/3 sampai seluruh permukaan gigi
|
3
|
Cara menghitung debris indeks :
Skor
debris indeks : Baik : 0 – 0,6
Sedang : 0,7 – 1,8
Buruk :
1,9 – 3,0
b. Calculus
Indeks
Calculus
adalah angka yang menyatakan keadaan klinis yang di dapat pada waktu
pemeriksaan calkulus.
Kriteria
calkulus :
No
|
Kriteria
|
Nilai
|
1.
|
Pada permukaan gigi
tidak ada karang gigi
|
0
|
2.
|
Pada permukaan gigi
terlihat karang gigi yang menutupi gigi lebih 1/3 permukaan gigi
|
1
|
3.
|
Pada permukaan gigi
terlihat karang gigi supra gingiva yang menutupi lebih dari 1/3 tapi kurang
dari 2/3 permukaan gigi
|
2
|
4.
|
Pada permukaan gigi
terlihat ada karang gigi sub gingiva yang menutupi sebagian daerah servikal
gigi
|
2
|
5.
|
Pada permukaan gigi
terlihat karang gigi supra gingiva yang menutupi lebih dari 2/3 permukaan /
seluruh permukaan gigi
|
3
|
6.
|
Pada permukaan gigi
terlihat ada karang gigi sub gingiva yang menutupi dan melingkari seluruh
permukaan gigi
|
3
|
Cara menghitung calkulus indeks :
Skor
calculus indeks : Baik : 0 – 0,6
Sedang
: 0,7 – 1,8
Buruk :
1,9 – 3,0
c. OHIS
OHIS adalah oral
hygiene - simlified merupakan hasil penjumlahan debris indeks dan calkulus.
Cara
menghitung OHIS = Debris indeks + Calculus indeks
Skor OHIS : Baik :
0 – 1,2
Sedang : 1,3 – 3,0
Buruk : 3,1 – 6,0

METODE
PENELITIAN
A.
Jenis
Penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian studi kasus yaitu suatu pengkajian secara rinci yang dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui faktor penyebab dan faktor yang mempengaruhi terjadinya gingivitis
pada mahasiswa di asrama Aceh Selatan Lampineung Banda Aceh.
B.
Tempat
dan Waktu Penelitian
a. Tempat
Lokasi penelitian
adalah di Asrama Aceh Selatan Lampineung Banda Aceh tahun 2012.
b. Waktu
Penelitian
ini dilaksanakan pada tanggal 14 s/d 16 Desember tahun 2012.
C.
Subjek
Penelitian
Subjek dalam penelitian
ini adalah seluruh mahasiswa yang mengalami penyakit gingivitis di asrama Aceh
Selatan Lampineung Banda Aceh berjumlah 32 orang, dengan menggunakan teknik
porposive sampling.
D.
Instrumen
Penelitian
Instrumen
yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah kuesioner dan pemeriksaan,
dengan menggunakan alat diagnosa set.
E.
Cara
Pengumpulan Data
1. Data
Primer
Data primer
diperoleh dari pemeriksaan langsung dan pengisian kuisoner (wawancara).
2. Data
Sekunder
Data sekunder
data yang diperoleh dari buku registrasi mahasiswa yang tinggal di asrama Aceh
Selatan Lampineung Banda Aceh, berupa nama, dan umur.
F.
Cara
Pengolahan dan Analisa Data
1. Proses
pengolahan data dilakukan dengan cara :
a. Editing
Editing
ini dimaksud untuk memperoleh data yang dapat diolah dengan baik sehingga
menghasilkan informasi yang benar. Kegiatan yang dilakukan adalah mengoreksi
kesalahan-kesalahan dalam pengisian atau pengolahan data.
b. Coding
Coding
adalah usaha untuk mengklasifikasikan jawaban atau hasil yang ada menurut
macamnya klasifikasi dilakukan dengan cara menandai masing-masing jawaban dengan
kode tertentu.
c. Tabulating
Data
yang diperoleh kemudian dikelompokan dan ditampilkan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi.
2. Analisa
Data
a) Data
yang didapat dari hasil pemeriksaan dan pengisian kuisioner dianalisa secara
deskriptif dengan menghitung persentase dari tiap variabel.
b)
Data kebersihan gigi dan mulut dihitung dengan OHIS.
Data kebersihan gigi dan mulut dihitung dengan OHIS.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A.
Hasil
Penelitian
1.
Data
Umum
Berdasarkan
hasil pengumpulan data yang dilakukan pada tanggal 14 Desember sampai dengan 16
Desember tahun 2012 terhadap 32 responden di Asrama Aceh Selatan Lampineung
Banda Aceh didapatkan hasil sebagai berikut :
a. Data
Demografi
Jumlah
mahasiswa : 58
Luas
Wilayah : ± 6.500 m²
b. Data
Geografis
Data
batasan wilayah sebagai berikut :
-
Sebelah utara berbatasan dengan Gampoeng
Pineung
-
Sebelah selatan berbatasan dengan
Gampoeng Ie Masen
-
Sebelah barat berbatasan dengan Jln. T.
Nyak Makam
-
Sebelah timur berbatasan dengan Jl.
Malikul Saleh
2.
Data
Khusus
Adapun
hasil dari penelitian yang dilakukan di Asrama Aceh Selatan Lampineung Banda
Aceh sebagai berikut :
1) Faktor
Penyebab Terjadinya Penyakit Gingivitis
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status
Kebersihan Gigi dan Mulut di Asrama Aceh Selatan Lampineung
Banda Aceh Tahun 2012
Banda Aceh Tahun 2012
No
|
Katagori
|
Frekuensi
|
%
|
1
|
Baik (0,0 – 1,2)
|
7
|
21,9
|
2
|
Sedang (1,3 – 3,0)
|
14
|
43,7
|
3
|
Buruk (3,1 - 6,0)
|
11
|
34,4
|
Jumlah
|
32
|
100
|
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui
bahwa status kebersihan gigi dan mulut dari 32 responden yang paling dominan
berada pada kategori sedang yaitu 14 responden (43,7%).
2) Faktor
sistemik
Tabel
2
Distribusi
Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor sistemik di Asrama Aceh Selatan
Lampineung Banda Aceh Tahun 2012
No
|
Faktor
Sistemik
|
Frekuensi
|
%
|
1
|
Ada
|
-
|
-
|
2
|
Tidak ada
|
32
|
100
|
32
|
100
|
Dari
tabel di atas terlihat bahwa seluruh responden (100%) tidak mengalami penyakit
sistemik (penyakit keturunan).
3) Faktor
Yang Mempengaruhi Terjadinya Gingivitis
a. Pengetahuan
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor
Pengetahuan di Asrama Aceh Selatan Lampineung
Banda Aceh Tahun 2012
Banda Aceh Tahun 2012
No
|
Faktor
Pengetahuan
|
Frekuensi
|
%
|
1
|
Baik
|
19
|
59,4
|
2
|
Buruk
|
13
|
40,6
|
32
|
100
|
Berdasarkan
tabel di atas dapat dilihat bahwa 19 responden (59,4%) memiliki pengetahuan
yang baik tentang gingivitis, mereka tahu bahwa penyakit gusi (gingivitis)
merupakan peradangan pada gusi sehingga menyebabkan gusi menjadi merah dan
bengkak, mereka tahu dikarenakan oleh faktor pendidikan mereka yang tinggi yang
semuanya berstatus sebagai mahasiswa.
b. Sikap
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor
Sikap
di Asrama Aceh Selatan Lampineung
Banda Aceh Tahun 2012
di Asrama Aceh Selatan Lampineung
Banda Aceh Tahun 2012
No
|
Faktor Sikap
|
Frekuensi
|
%
|
1
|
Baik
|
14
|
43,7
|
2
|
Buruk
|
18
|
56,3
|
32
|
100
|
Berdasarkan
tabel di atas terlihat bahwa 18 responden (56,3%) memiliki sikap yang buruk
terhadap gingivitis, yaitu mereka kurang mengkonsumsi vitamin C yang disebabkan
oleh faktor penghasilan mereka yang rendah yang rata-rata penghasilan orang tua
mereka < Rp.1.500.000, dengan berpenghasilan yang rendah mereka hanya bisa
memenuhi kebutuhan sehari-hari saja.
c. Tindakan
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor
Tindakan di Asrama Aceh Selatan Lampineung
Banda Aceh Tahun 2012
Banda Aceh Tahun 2012
No
|
Faktor
Tindakan
|
Frekuensi
|
%
|
1
|
Baik
|
13
|
40,6
|
2
|
Buruk
|
19
|
59,4
|
32
|
100
|
Berdasarkan
tabel di atas dapat dilihat bahwa 19 responden (59,4%) memiliki tindakan yang
buruk terhadap gingivitis, yaitu mereka beranggapan bahwa penyakit gingivitis
tidak menimbulkan keluhan yang berat, sehingga mereka membiarkan saja dan tidak
mengobatinya.
d. Pelayanan
Kesehatan
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor
Pelayanan Kesehatan di Asrama Aceh Selatan Lampineung Banda Aceh Tahun 2012
No
|
Faktor
Pelayanan Kesehatan
|
Frekuensi
|
%
|
1
|
Baik
|
11
|
34,4
|
2
|
Buruk
|
21
|
65,6
|
32
|
100
|
Berdasarkan
tabel di atas dapat dilihat bahwa 21 responden (65,6%) memiliki pelayanan
kesehatan yang buruk, yaitu kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan karena
rendahnya kesadaran mahasiswa dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut.
e. Lingkungan
Tabel 7
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor
Lingkungan di Asrama Aceh Selatan Lampineung
Banda Aceh Tahun 2012
Banda Aceh Tahun 2012
No
|
Faktor
Lingkungan
|
Frekuensi
|
%
|
1
|
Baik
|
14
|
43,7
|
2
|
Buruk
|
18
|
56,3
|
32
|
100
|
Berdasarkan
tabel di atas dapat dilihat bahwa 18 responden (56,3%) memiliki lingkungan yang
buruk, yaitu dari segi status ekonomi/penghasilan rendah. Jika penghasilan
mereka rendah maka mereka akan kesulitan merawat dan mengobati gigi maupun gusi
mereka apabila sakit dang bengkak dikarenakan biaya pengobatan.
B.
Pembahasan
1.
Faktor
Penyebab
Berdasarkan
hasil pemeriksaan melalui pengukuran OHI-S pada tabel 1 dapat dilihat sebanyak
14 responden (43,5%) berada pada kriteria sedang. Penulis berasumsi bahwa
kesadaran mereka dalam merawat gigi dan mulut masih kurang ini terlihat dari
kriteria OHIS mereka yang sedang. Hembing (2009), berpendapat bahwa menjaga
kesehatan gigi dan mulut sangatlah penting agar dapat menghindari dari serangan
penyakit gigi dan mulut terutama penyakit gingivitis. Faktor lokal yang sering
berhubungan dengan gingivitis adalah faktor kebersihan gigi dan mulut, yaitu
adanya retensi plak dan karang gigi. Oral hygiene yang buruk merupakan faktor
pemicu terjadinya penyakit gingivitis, plak dan calculus yang terbentuk
tersebut lama kelamaan dapat mengiritasi gusi hingga terinfeksi, gusi yang
berbatasan dengan gigi menjadi merah dan bengkak, serta tampak mengkilap dan
apabila kurang mendapat perawatan maka akan menjadi lebih parah.
Gingivitis
merupakan peradangan pada gingiva disebabkan oleh plak dan calkulus. Peradangan
pada gusi tersebut dapat berupa gusi menjadi bengkak dan kemerah-merahan, hal
ini terjadi karena mikroorganisme yang terdapat pada plak dan kalkulus
menghasilkan produk berbahaya yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan
epitel dan sel jaringan penghubung. Pada awalnya mikroorganisme tersebut
merusak jaringan periodonsium dengan cara melakukan pelebaran pada pembuluh
darah, pelebaran pembuluh darah menyebabkan adanya kemerahan pada gingiva
sehingga terjadi pendarahan pada saat sikat gigi. Bila keadaan seperti ini
kurang mendapatkan perawatan maka lesi inflamasi akan bertambah berat sehingga
membuat aliran darah terhambat dan warna gingiva menjadi merah kebiruan
(Sandira, 2009).
Kerusakan
jaringan gigi merupakan kondisi yang sangat serius, jika tidak dilakukan
perawatan maka akan terbentuk kantong diantara gigi dan gusi sehingga meluas ke
akar sampai tulang dibawahnya. Kantong ini mengumpul dalam suatu lingkungan
bebas oksigen yang mempermudah pertumbuhan bakteri, jika keadaan seperti ini
terus berlanjut pada akhirnya banyak tulang rahang yang rusak dan menyebabkan
gigi lepas. Pada keadaan seperti ini menjaga kesehatan gigi dan mulut sangatlah
penting, hal tersebut bisa dilakukan dengan cara membersihkan plak dan
calkulus, karena rendahnya kebersihan gigi dan mulut dapat memperparah
terjadinya penyakit gingivitis sampai kerusakan pada jaringan penyangga
(Kuntari, 2006).
2.
Faktor
Sistemik
Pada
tabel 2 terlihat bahwa seluruh responden (32 orang) tidak mengalami penyakit
yang berkaitan dengan faktor sistemik (DM dan Leukimia). Menurut Daliemunthe (2008), secara umum penyakit sistemik tidak dapat memulai
timbulnya penyakit gingiva (gusi) dan periodontal, tetapi dapat mempercepat
perkembangannya dan memperhebat kerusakan yang ditimbulkan.
Penulis berasumsi bahwa faktor sistemik memiliki peranan yang kecil dalam dalam
menimbulkan penyakit gingiva (gusi) atau penyakit periodontal, karena faktor
sistemik sifatnya hanya mempercepat perkembangan dan kerusakan yang ditimbulkan
oleh penyakit.
3.
Faktor
Yang Mempengaruhi
1. Faktor
Pengetahuan
Pada
tabel 3 terlihat bahwa dari 19 responden (59,4%), memiliki pengetahuan yang
baik tentang gingivitis. Mereka tahu bahwa penyakit gusi (gingivitis) merupakan
peradangan pada gusi sehingga menyebabkan gusi menjadi merah dan bengkak.
Penulis berasumsi bahwa pengetahuan mereka tinggi dikarenakan faktor
pendidikan, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi
pengetahuannya. Notoatmodjo (2003),
menyatakan bahwa pengetahuan memiliki peranan penting karena pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Kusnanto (2006), masyarakat yang berpendidikan tinggi, perhatian terhadap
kesehatannya akan lebih baik dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang
rendah.
2. Faktor
Sikap
Pada
tabel 4 terlihat bahwa dari 32 responden yang mengalami gingivitis diketahui 18
responden (56,3%) mempunyai sikap yang buruk yaitu mereka tidak setuju bahwa
mengkonsumsi vitamin C dapat mencegah terjadinya penyakit gingivitis. Penulis
berasumsi bahwa mereka kurang mengkonsumsi vitamin C disebabkan oleh faktor
penghasilan yang rendah yang rata-rata pengahasilan orang tua mereka yaitu <
Rp.1.500.000, dengan berpenghasilan yang rendah mereka hanya bisa memenuhi
kebutuhan sehari-hari saja. Notoatmodjo (2003), penghasilan penduduk yang
tinggi juga mempengaruhi kesehatan, masyarakat yang berpenghasilan tinggi lebih
banyak mengetahui kebiasaan merawat dan mengobati penyakit yang mempengaruhi
kesehatan gigi dan mulut.
3. Faktor
Tindakan
Pada
faktor tindakan pada tabel 5 menunjukan bahwa dari 32 responden yang mengalami
gingivitis, diketahui 19 orang (59,4%) memiliki tindakan yang buruk terhadap
gingivitis yaitu jika gusi mereka bengkak mereka membiarkan saja dan tidak
melakukan tindakan segera seperti melakukan pengobatan kedokter gigi/poli gigi.
Menurut penulis mereka tidak mengobati penyakit gingivitis karena mereka
beranggapan bahwa penyakit gingivitis tidak menimbulkan keluhan yang berat
sehingga bila terjadi penyakit gingivitis mereka membiarkan saja dan tidak
mengobatinya. Pendapat Sihite (2011), mengatakan bahwa kontrol tiap enam bulan
dilakukan harus dilakukan meskipun tidak ada keluhan. Hal ini dilakukan untuk
memeriksa apakah terdapat gigi lain yang berlubang selain yang telah ditambal,
sehingga dapat dilakukan perawatan sedini mungkin. Selain itu juga untuk
melihat, apakah telah terdapat kembali karang gigi dan kelainan-kelainan
lainnya yang mungkin ada seperti gusi bengkak.
4. Faktor
Pelayanan Kesehatan
Pada
tabel 6 faktor pelayanan kesehatan menunjukkan bahwa 21 responden (65,6%)
kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang telah tersedia. Penulis
berpendapat kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan karena rendahnya
kesadaran mahasiswa dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Notoatmodjo (2003),
mengatakan penyuluhan kesehatan merupakan semua kegiatan untuk memberikan atau
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktek masyarakat dalam memelihara dan
meningkatakan kesehatan mereka sendiri. Penyuluhan bertujuan untuk mengubah
perilaku masyarakat ke arah perilaku sehat sehingga tercapai derajat kesehatan
gigi dan mulut yang optimal.
Menurut
Badan Kesehatan Dunia (WHO), penyuluhan bertujuan untuk memperoleh perubahan
tingkah laku atau perilaku seseorang, kelompok dan masyarakat kearah keadaan
kesehatan serta mempertinggi nilai atau derajat tingkah laku sehat yang ada,
selain itu mampu menumbuh kembangkan rasa tanggung jawab atas keadaan kesehatan
dirinya. Penyuluhan merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap menjaga kesehatan gigi dan mulut.
5. Faktor
Lingkungan
Pada tabel 7
terlihat bahwa dari 32 responden yang mengalami gingivitis diketahui 18
responden (56,3%), memiliki kriteria buruk pada faktor lingkungan dari segi
status ekonomi/penghasilan rendah. Penulis berpendapat jika penghasilan mereka
rendah maka mereka akan kesulitan merawat dan mengobati gigi maupun gusi mereka
apabila sakit dan bengkak dikarenakan biaya pengobatan di praktek dokter gigi
itu mahal. Namun, sebaliknya jika penghasilan mereka tinggi maka mereka mudah
untuk melakukan pengobatan. Ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003),
penghasilan penduduk yang tinggi juga mempengaruhi kesehatan, masyarakat yang
berpenghasilan tinggi lebih banyak memiliki pengetahuan tentang pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut, serta mengetahui kebiasaan merawat dan mengobati
penyakit yang mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut.

KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Hasil
penelitian tentang Kejadian Penyakit Gingivitis Di Tinjau Dari Faktor Penyebab
dan Faktor Yang Mempengaruhi Di Asarama Aceh Selatan Lampineung Banda Aceh
Tahun 2012, dapat disimpulkan bahwa :
1. Dari
faktor kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) menunjukkan bahwa sebanyak 14
responden (43,5%) kriteria sedang, dan 11 responden (43,6%) kriteria buruk.
2. Faktor
perilaku menunjukkan, dimana subjek penelitian masih kurang dalam aspek sikap
yaitu sebesar 18 responden (56,3%) mempunyai sikap yang buruk, yaitu mereka
tidak setuju bahwa mengkonsumsi vitamin C dapat mencegah terjadinya penyakit
gusi (gingivitis).
3. Faktor
perilaku menunjukkan, dimana subjek penelitian masih kurang dalam aspek
tindakan yaitu sebesar 19 responden (59,4%) mempunyai tindakan yang buruk,
yaitu jika gusi mereka bengkak mereka membiarkan saja dan tidak melakukan
tindakan seperti melakukan pengobatan.
4. Faktor
pelayanan kesehatan menunjukkan bahwa 21 responden (65,6%) tidak pernah
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang telah tersedia, dan mereka jarang
memeriksa kesehatan gigi dan mulut ke puskesmas atau rumah sakit terdekat.
5. Faktor
lingkungan menunjukkan, bahwa 18 responden (56,3%) memiliki kriteria buruk pada
faktor lingkungan (status ekonomi/penghasilan rendah), dan mereka jarang
mengkosumsi buah dan sayur-sayuran.
B.
Saran
Berdasarakan
kesimpulan dapat disarankan sebagai berikut :
a. Bagi
Responden
1. Disarankan
kepada responden untuk selalu menjaga kesehatan gigi dan mulut dengan menyikat
gigi tiga kali sehari terutama sesudah makan dan sebelum tidur.
2. Diharapkan
kepada responden agar dapat menggunakan pelayanan kesehatan dalam upaya
meningkatkan kesehatan gigi dan mulut.
b. Bagi
Petugas kesehatan
1. Diharapkan
kepada petugas kesehatan seperti dokter gigi, perawat gigi dan tenaga kesehatan
umum hendaknya lebih sering memberikan penyuluhan kesehatan, khususnya
kesehatan gigi dan mulut.
2.
Diharapkan kepada petugas kesehatan lebih meningkatkan pelayanan kesehatan dalam bidang kesehatan gigi dan mulut.
Diharapkan kepada petugas kesehatan lebih meningkatkan pelayanan kesehatan dalam bidang kesehatan gigi dan mulut.
DAFTAR
PUSTAKA
Askandal, 2004. Diabetes
Militus. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Besford,
John, 1996. Mengenal Gigi Anda, Petunjuk
Bagi Orang Tua Edisi 2,
Jakarta.
Boedihardjo, 1985, Pemeliharaan Kesehatan Gigi Keluarga. Hal : 3 - 9 Air
Langga University press, Jakarta.
Daliemunthe,
Hamzah Saidina, 2008. Periodonsia,
Departemen Periodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Daliemunthe, Hamzah Saidina, 2005. Peridonsia. Hal : 49 – 54. Falkutas
Kedokteran Gigi USU Medan.
Depkes
R.I, 2009. Pengetahuan Dasar tentang
Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut. Departemen Kesehatan R,I. Jakarta.

2001. Upaya Kesehatan gigi dan Mulut dengan
Pendekatan PKMD.
Direktorat Kesehtan Gigi, Jakarta.
Harmas
Yazid Yusuf, 2005. Jangan Sepelakan Sariawan.
Hembing,
Tue, 2007. Mencegah dan Mengatasi
Gangguan Pada Gusi.
Herijulianti,
2009. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan
Keras dan Jaringan
Pendukung Gigi, Jakarta.
Hal : 25 dan 30 – 32.

2002. Pendidikan
Kesehatan Gigi, Jakarta. Hal : 100 – 101
Kanal, 2009. Pencegahan
Penyakit Periodontal, Jakarta.
Kuntari,
Rien, 2006 Jangan Remehkan Radang Gusi dan Sariawan.
Kusnanto,
2006, www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/.../bab6.pdf.
Melinda,
2009. Penyakit Periodontal Dalam Rongga
Mulut.
Notoatmodjo,
S. 2003. Pendidikan Dan Perilaku
Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Rosad,
2009. Gingivitis, Perawatan Kesehatan
Gigi dan Mulut, jakarta.
Sihite,
J. N. 2011. Skripsi. Hubungan Perilaku
Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut Dengan Pengalaman Karies Dan Indeks Oral
Higiene Pada Murid SMP. FKG Sumatera Utara. Medan.
Situmorang,
N, 2005. Dampak Karies Gigi dan Penyakit
Periodontal Terhadap Kualitas Hidup, Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap USU.
0 komentar:
Posting Komentar