Minggu, 17 Februari 2013

KEJADIAN PENYAKIT GINGIVITIS DI TINJAU DARI FAKTOR PENYEBAB DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI ASRAMA ACEH SELATAN LAMPINEUNG BANDA ACEH TAHUN 2012


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehataan yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis dan upaya kesehatan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah atau masyarakat (Depkes, 2009).
Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Karena itu upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat harus ditujukan kepada 4 faktor utama tersebut secara bersama, pendidikan atau promosi kesehatan pada hakikatnya adalah upaya intervensi yang ditujukan kepada faktor perilaku. Namun pada hakikatnya 3 faktor lain perlu intervensi seperti pendidikan atau promosi kesehatan, karena faktor perilaku juga berperan pada faktor tersebut. Apabila lingkungan baik dan sikap masyarakat positif maka lingkungan dan fasilitas tersebut niscaya akan dimanfaatkan atau digunakan oleh masyarakat (Notoatmodjo, 2003).
Mengingat pentingnya kesehatan dalam segala segi kehidupan induvidu, keluarga dan masyarakat, maka upaya kesehatan khususnya upaya perawatan yang meliputi upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan dan pemulihan diarahkan bagi seluruh masyarakat dengan peningkatan peran serta masyarakat agar dapat melaksanakan upaya kesehatan secara mandiri (Depkes R.I, 2001).
Peningkatan kesehatan gigi merupakan salah satu tujuan terwujudnya derajat kesehatan masyarakat. Upaya ini perlu ditinjau dari aspek lingkungan, pengetahuan, pendidikan, kesadaran masyarakat dan penanganan kesehatan gigi termasuk pencegahan dan perawatan. Namun sebagian besar orang mengabaikan kondisi kesehatan secara keseluruhan, perawatan gigi dianggap tidak terlalu penting padahal manfaatnya sangat vital dalam menunjang kesehatan dan penampilan (Jane, 2004).
Oral hygiene (kebersihan mulut) yang baik akan membuat gigi dan jaringan sekitarnya sehat seperti bagian-bagian yang lain dari tubuh, maka gigi dan jaringan penyangganya mudah terkena penyakit. Agar gigi tahan terhadap penyakit, maka harus mendapatkan perhatian dan perawatan yang baik (Boedihardjo, 1985). Menurut Daliemunthe (2001) ada beberapa faktor resiko lainya yang mempengaruhi keparahan gingivitis yaitu umur, jenis kelamin, ras, taraf pendidikan, penghasilan dan daerah tempat tinggal. Ada juga beberapa faktor resiko lainnya yang mempengaruhi keparahan gingivitis yaitu oral hygiene yang buruk, defisiensi nutrisi, flourasis, dan kebiasaan buruk.
Penyakit gusi yang sering terjadi adalah peradangan pada gusi yang bahasa kedokterannya disebut gingivitis. Penyakit awalnya dari dental plak yang merupakan campuran lengket terdiri dari partikel-partikel makanan, lendir dan bakteri. Plak terbentuk karena kurang membersihkan gigi sehingga menumpuk dileher gigi dan memasuki ruang-ruang tempat antara perbatasan gigi dan gusi, plak tersebut lama-kelamaan akan menjadi endapan keras yang disebut calculus yang terbentuk pada gigi. Radang gusi lebih sering terjadi karena kurangnya merawat kebersihan gigi dan mulut sehingga terjadi penumpukan plak yang kemudian dapat mengiritasi gusi (Hembing Tue, 2007).
Gingivitis adalah peradangan pada gusi dengan tanda-tanda klinis perubahan warna lebih merah dari pada normal, gusi membengkak, dan berdarah pada tekanan ringan. Biasanya tidak menimbulkan rasa sakit hanya keluhan gusi berdarah bila sikat gigi (Situmorang, 2005).
Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga - Survey Kesehatan Nasional tahun 2010, penyakit periodontal menduduki urutan kedua dengan jumlah penderita 42,8 % penduduk Indonesia, dan dari data Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011 untuk wilayah Aceh kasus penyakit periodontal mencapai 2.812 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa masih tingginya angka penyakit gigi dan mulut yang masih terjadi di masyarakat saat ini, dikarenakan oleh faktor kebersihan gigi dan mulut yang jelek. Sedangkan dari hasil pemeriksaan awal dari penulis pada beberapa orang yang tinggal di Asrama Aceh Selatan, dari 58 orang yang diperiksa 32 orang diantaranya mengalami penyakit gingivitis. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gingivitis, sehingga penulis tertarik ingin meneliti faktor penyebab dan faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit gingivitis di asrama Aceh Selatan Lampineung Banda Aceh tahun 2012.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka bisa dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut yaitu : bagaimana mengetahui faktor penyebab dan faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit gingivitis di asrama Aceh Selatan Lampineung Banda Aceh tahun 2012?

C.      Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
Mengetahui kejadian penyakit gingivitis di asrama Aceh Selatan Lampineung Banda Aceh tahun 2012.
2.      Tujuan Khusus
a.       Mengetahui faktor penyebab penyakit gingivitis pada mahasiswa yang tinggal di asrama Aceh Selatan Lampineung Banda Aceh tahun 2012.
b.      Mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit gingivitis di asrama Aceh Selatan Lampineung Banda Aceh tahun 2012.

D.      Manfaat Penelitian
1.      Menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman dalam bidang ilmu kesehatan gigi dan mulut.
2.      Dapat memberikan informasi tentang gambaran penyakit gingivitis pada warga yang tinggal di Asrama Aceh Selatan Lampineung Banda Aceh tahun 2012.
3.      Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan bacaan dan dapat menambah pembendaharaan perpustakaan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.  Gingiva (gusi)
1.      Pengertian Gingiva (gusi)
Gingiva adalah bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi gigi dan menutupi lingir (ridge) alveolar, merupakan bagian dari aparatus pendukung gigi, periodonsium, dan dengan membentuk hubungan dengan gigi, gingiva berfungsi melindungi jaringan di bawah pelekatan gigi terhadap pengaruh lingkungan rongga mulut. Gingiva merupakan bagian dari jaringan periodontal yang paling luar, gingiva seringkali dipakai indikator bila jaringan periodontal terkena penyakit. Hal ini disebabkan karena kebanyakan penyakit periodontal dimulai dari gingiva, kadang-kadang gingiva juga dapat menggambarkan keadaan tulang alveolar yang berada dibawahnya (Herijulianti, 2009).

2.      Gambaran Klinis Gingiva Normal
Gambaran klinis gingiva dipakai sebagai dasar untuk mengetahui perubahan patologis yang terjadi pada gingiva yang terjangkit suatu penyakit.
Gambaran gingiva normal terdiri dari :
a.      Warna Gingiva
Warna gingiva normal umumnya berwarna merah jambu (corak pink). Hal ini diakibatkan oleh adanya suplai darah, tebal dan derajat lapisan keratin epitelium serta sel-sel pigmen, warna ini bervariasi pada setiap orang dan erat hubungannya dengan pigmentasi kutaneous. Pigmentasi pada gingiva biasanya terjadi pada individu yang memiliki warna kulit yang gelap, pigmentasi pada attached gingiva mulai dari coklat sampai hitam. Warna pada alveolar mukosa lebih merah, hal ini disebabkan oleh karena alveolar muccosa tidak mempunyai lapisan keratin dan epitelnya tipis.


b.      Besar Gingiva
Besar gingiva ditentukan oleh jumlah elemen seluler, interseluler dan suplai darah, perubahan besar gingiva merupakan gambaran yang paling sering dijumpai pada penyakit periodontal.
c.       Kontur Gingiva
Kontur dan besar gingiva sangat bervariasi, keadaan ini dipengaruhi oleh bentuk dan susunan gigi geligi pada lengkungnya, lokalisasi dan luas area kontak proksimal dan dimensi embrasur (interdental) gingiva oral maupun vestibular. Interdental papil menutupi bagian interdental, sehingga tampak lancip.
d.      Kosistensi
Gingiva melekat erat kestruktur dibawahnya dan tidak mempunyai lapisan submukosa sehingga gingiva tidak dapat digerakkan dan kenyal.
e.       Teksture
Permukaan attached gingiva berbintik-bintik seperti kulit jeruk, bintik- bintik ini di sebut stipiling. Stipiling akan terlihat jelas apabila permukaan gingiva dikeringkan (Herijulianti, 2009).

B.  Gingivitis
1.      Pengertian Gingivitis
Gingivitis adalah merupakan suatu kondisi gusi menjadi merah dan mengalami peradangan. Gingivitis umumnya ditandai dengan penumpukan plak di sepanjang tepi gusi, gusi terasa sakit, lunak dan bengkak, selain itu sering terjadi pendarahan pada waktu menyikat gigi ( Melinda, 2009).
Gingivitis adalah akibat proses peradangan gusi, biasanya disebabkan oleh plak, dan tanpa plak penyakit gusi tidak dapat terjadi. Ini berarti, dapat disembuhkan bilang rajin membersihkan semua plak dari gigi-giginya (Besford, 1996).
Gingivitis adalah peradangan pada gusi yang ditandai adanya perubahan bentuk dan warna pada gusi, atau gingivitis adalah salah suatu gangguan gigi berupa pembengkakan atau radang pada gusi (gingiva).


2.      Macam-Macam Gingivitis
Gingivitis terdiri dari 5 macam yaitu :
a.       Gingivitis Marginalis adalah peradangan gingiva bagian marginal yang merupakan stadium awal dari penyakit periodontal (Rosad, 2008).
b.      Gingivitis Pubertas adalah gingivitis yang sering terjadi pada anak-anak usia pubertas, yang ditandai dengan gejala gingiva mengalami perubahan warna menjadi merah sampai kebiru-biruan, konsistensi gingiva berubah menjadi lunak atau oedematous, licin dan berkilat dan permukaan gingiva, terutama papila interdental yang terlibat terlihat licin dan berkilat.
c.       Gingivitis Pregnancy adalah gingivitis yang sering terjadi pada ibu hamil biasanya ditandai dengan gejala gingiva cenderung mudah berdarah, baik karena iritasi mekanis maupun secara spontan, gingiva biasanya mengalami perubahan warna menjadi merah terang sampai merah kebiru-biruan dan konsistensi gingiva bebas dan gingiva interdental adalah lunak dan getas (mudah tercabik).
d.      Scorbutic Gingivitis adalah merupakan gingivitis yang terjadi karena defisiensi vitamin C, ditandai adanya hiperplasi atau ulserasi dan berwarna merah terang atau merah menyala.
e.       Anug (Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis) merupakan satu-satunya gingivitis yang akut, terjadi sangat mendadak dan cepat meluas, biasanya terjadi pada masa pergantian gigi di mana anak mempunyai oral hygiene buruk. Nama lain dari Anug adalah Vincent’s Gingivitis atau Trench Mouth (Daliemunthe, 2008).

3.      Proses Terjadinya Gingivitis
Menurut John Besford (1996), proses terjadinya gingivitis dimulai dari :
a.       Tahap Pertama
Plak yang terdapat pada gigi didekat gusi menyebabkan gusi menjadi merah (lebih tua dari merah jambu), sedikit membengkak (membulat dan bercahaya, tidak tipis dan berbintik seperti kulit jeruk), mudah berdarah ketika disikat (karena adanya luka kecil pada poket gusi), tidak ada rasa sakit.
b.      Tahap Kedua
Setelah beberapa bulan atau beberapa tahun peradangan ini berlangsung. plak pada gigi dapat menyebabkan serabut paling atas antara tulang rahang dan akar gigi membusuk, dan ini diikuti dengan hilangnya sebagian tulang rahang pada tempat perlekatan. Poket gusi juga menjadi lebih dalam dengan penurunan tinggi tulang rahang tersebut, gusi tetap berwarna merah, bengkak dan mudah berdarah ketika disikat. Tetapi tidak terasa sakit.
c.       Tahap Ketiga
Setelah beberapa tahun tanpa pembersihan plak yang baik, dapat terjadi tahap ketiga, saat ini akan lebih banyak lagi tulang rahang yang rusak dan gusi semakin turun, meskipun tidak secepat kerusakan tulang, poket gusi menjadi lebih dalam (lebih dari 6 mm) karena tulang hilang, gigi mulai terasa sedikit goyang, dan gigi depan kadang-kadang mulai bergerak dari posisi semula, kemerahan, pembengkakan, dan perdarahan masih tetap seperti sebelumnya, dan tetap tidak ada rasa sakit.
d.      Tahap Terakhir
Tahap-tahap ini biasanya terjadi pada usia 40-an atau 50-an tahun, tetapi terkadang dapat lebih awal. Setelah beberapa tahun lagi tetap tanpa pembersihan plak yang baik dan perawatan gusi, tahap terakhir dapat dicapai, sekarang kebanyakan tulang disekitar gigi telah mengalami kerusakan sehingga beberapa gigi menjadi sangat goyang, dan mulai sakit. Pada tahap ini merupakan suatu akibat gingivitis yang dibiarkan, sehingga gingivitis terus berlanjut ketahap paling akut yaitu periodontitis.




4.      Faktor-Faktor Penyebab Gingivitis
Menurut Daliemunthe (2008), faktor-faktor etiologi penyakit gingiva dapat diklasifikasikan atas :
1.      Faktor Penyebab
a.       Plak dental/plak bakteri  adalah deposit lunak yang membentuk biofilm yang menumpuk kepermukaan gigi atau permukaan keras lainnya di rongga mulut seperti restorasi lepasan dan cekat.
b.      Kalkulus dental adalah massa terkalsifikasi yang melekat kepermukaan gigi asli maupun gigi tiruan, biasanya kalkulus terdiri dari plak bakteri yang telah mengalami mineralisasi. Berdasarkan lokasi perlekatannya dikaitkan dengan tepi gingiva, kalkulus dental dapat dibedakan atas kalkulus suprangingiva dan subgingiva.
c.       Material alba  adalah deposit lunak, bersifat melekat, berwarna kuning atau putih keabu-abuan, dan daya melekatnya lebih rendah di bandingkan plak dental.
d.      Stein dental adalah deposit berpigmen pada permukaan gigi.
e.       Debris/sisa makanan.
2.      Faktor Sistemik
Faktor-faktor sistemik adalah faktor yang mempengaruhi tubuh secara keseluruhan misalnya :
a.       Genetik.
b.      Nutrisional.
c.       Hormonal misalnya : kehamilan dan diabetes.
d.      Hematologi/penyakit darah misalnya : Anemia dan Leukemia.
e.       Obat-obatan misalnya : dilantin, dan fenitoin.
3.      Faktor Yang Mempengaruhi
Masalah kesehatan gigi adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang berkaitan dengan masalah-masalah lain diluar kesehatan itu sendiri. Demikian juga pemecahan masalah kesehatan gigi dan mulut, tidak hanya dilihat dari segi kesehatan gigi dan mulut itu sendiri, tapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah “sehat sakit’ atau kesehatan gigi dan mulut itu sendiri.
Menurut Bloom, faktor yang mempengaruhi kesehatan didalam hal kesehatan gigi dan mulut digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan.

Keempat faktor tersebut (keturunan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan), disamping berpengaruh pada kesehatan gigi dan mulut, juga saling berpengaruh satu sama lainnya. Status kesehatan gigi dan mulut akan tercapai secara optimal bila mana keempat faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal pula. Salah satu faktor saja berada dalam keadaan yang terganggu (tidak optimal), maka status kesehatan gigi dan mulut akan tergeser dibawah optimal.
1)      Faktor Keturunan
Seseorang yang mempunyai susunan gigi berjejal ada kemungkinan bawaan dari orang tuannya, gigi berjejal mudah sekali terjadi plak dan calkulus karena daerah yang sukar dibersihkan. Penyakit diabetes mellitus kebanyakan adalah penyakit keturunan tapi bukan penyakit menular, penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol lebih rentan terkena penyakit gingivitis karena gusinya sering kali agak menggelembung atau bengkak, dan mudah mengalami infeksi dan kadang-kadang bernanah karena membengkaknya gusi, gigi akan tampak keluar karena sering mengalami infeksi rongga mulut dan ludah diabetes semakin mengental. Dengan demikian penderita diabetes mellitus harus selalu kumur-kumur, kalau tidak sisa-sisa makanan yang ada didalam mulut akan menjadi sumber infeksi di dalam mulut (Askar, 2004). Faktor lain dari keturunan adalah kelainan darah, kelainan darah sistemik dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap jaringan periodontal seperti pada penderita Leukimia, ditemukan lesi periodontal seperti pembesaran gingiva akibat infiltrasi sel-sel Leukimia ke sel jaringan, penyusupan sel-sel leukimia ke dalam gusi menyebabkan gingivitis dan berkurangnya kemampuan untuk melawan infeksi dan akan semakin memperburuk keadaan ini. Gusi tampak merah dan berdarah, pendarahan ini sering berlanjut sampai beberapa menit atau lebih karena pada penderita Leukimia, darah tidak membeku secara normal.
2)      Perilaku
Perilaku masyarakat sangat mempengaruhi status kesehatan, terutama kesehatan gigi pada dasarnya adalah suatu responden seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan makanan dan lingkungan.
Prilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi prilaku manusia kedalam 3 domain, yakni : a) kognitif, b) afektif, dan c) psikomotor. Dalam perkembangan nya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yaitu :

1.    Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior). Tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif mencakup mempunyai 6 tingkatan yaitu:
·         Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
·      Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
·         Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk mengunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real(sebenarnya).
·      Analisis (aplikasi)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyebarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
·      Sintesis (synthesis)
Suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
·      Evaluasi (evaluasi)
Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan justikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.    Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Tingkatan sikap mencakup mempunyai 4 tingkatan yaitu :
·      Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
·      Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
·      Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
·      Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
3.    Tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain. Tingkat tindakan mencakup mempunyai 3 tingkatan yaitu :
·      Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
·      Respons terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikasi praktek tingkat dua.
·      Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.
3)      Pelayanan Kesehatan
Secara umum pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas) merupakan subsistem pelayanan kesehatan, yang tujuan utamanya adalah preventif (pencegahan) dan provetif (peningkatan kesehatan). Selain itu pelayanan kesehatan masyarakat juga melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabitatif pemulihan terbatas, ruang lingkup pelayanan kesehatan menyangkut kepentingan masyarakat banyak, maka dari itu pelayanan untuk masyarakat harus diberikan seoptimal mungkin.
4)      Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya penyakit gingivitis antara lain pendidikan, ekonomi, dan defesiensi vitamin C. Penghasilan dan pendidikan penduduk yang tinggi juga mempengaruhi kesehatan, masyarakat yang berpenghasilan dan berpendidikan tinggi lebih banyak memiliki pengetahuan tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut, serta mengetahui kebiasaan merawat dan mengobati penyakit yang mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut (Notoatmodjo, 2003). Standar penghasilan yang baik yaitu ≥ Rp.1.500.000, seseorang akan lebih dapat mencukupi kebutuhannya dibandingkan dengan berpenghasilan < Rp.1.500.000 (Kusnanto, 2006).
Masyarakat harus memperhatikan nutrisi agar tidak terjadi defesiensi vitamin C, dengan banyak mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan. Defesiensi vitamin C dapat mempengaruhi metabolisme kalogen pada jaringan periodonsium yang akan mempengaruhi kemampuan jaringan untuk regenerasi, defesiensi vitamin C juga dapat mengganggu pembentukan tulang alveol karena mengganggu keseimbangan lingkungan (ekologi) bakteri dalam plak, sehingga meningkatkan patogenitas bakteri yang menyebabkan penyembuhan menjadi lambat (Katherinearta, 2009).

1.      Patogenesis Penyakit Gingivitis
Penyebab utama dari gingivitis adalah plak dan calculus, plak terdiri dari kumpulan bakteri yang komposisinya selalu berubah sesuai dengan umur plak yang melekat pada gigi dan jaringan gusi. Berbagai bakteri aeron dan anaerob berkumpul dan lama-kelamaan akan menimbulkan radang gusi, timbunan plak yang berada pada permukaan gigi dikarenakan pengaruh mineral dari saliva yang dapat membentuk calculus, secara tidak langsung juga dianggap sebagai penyebab gingivitis.
Gingivitis atau radang gusi bila kurang mendapat perawatan akan menjadi parah dan menyebar ke gigi sehingga mengakibatkan gigi lepas dan tanggal, keadaan tersebut disebut periodontitis yang merupakan tahap lebih lanjut dari gingivitis dengan peradangan gusi yang lebih parah. Periodontitis merupakan penyakit gusi yang hebat yang disebabkan oleh infeksi bakteri, kesehatan mulut yang buruk memberi tempat bagi bakteri untuk berkembangbiak, bakteri tersebut memasuki kantong-kantong yang ditimbulkan gingivitis, selanjutnya akan merusak gigi, tulang dan jaringan pengikat dan lama-kelamaan gigi bisa menjadi lepas. Pada pengobatan peridontitis diperlukan operasi untuk mencegah kambuh kembali disertai juga dengan peningkatan kebersihan gigi dan mulut dan memeriksa gigi secara teratur (Hembing Tue, 2007).

2.      Cara Menentukan Gingivitis
Indeks yang diperkenalkan oleh Loe dan Silness ini digunakan untuk menilai derajat keparahan inflamasi. Pengukuran dilakukan pada empat sisi gigi geligi yang diperiksa : papila distovestibular, tepi gingiva vestibular, papila mesiovestibular, dan tepi gingiva oral (Daliemunthe, 2008).

Kriteria untuk penentuan skor sebagai berikut :
No
Kriteria
Nilai
1.
Gingiva sehat
0
2.
Inflamasi ringan pada gingiva yang di tandai dengan perubahan warna, sedikit oedema, pada palpasi tidak terjadi pendarahan
1
3.
Inflamasi gingiva sedang, gingiva berwarna merah, oedema dan berkilat, pada palpasi terjadi pendarahan
2
4.
Inflamasi gingiva parah, gingiva berwarna merah menyolok, oedematous, terjadi ulserasi, gingiva cenderung berdarah spontan.
3

Skor setiap gigi diperoleh dengan menjumlahkan skor keempat sisi yang diperiksa, lalu dibagi dengan empat (jumlah sisi yang dipriksa). Jumlah skor semua gigi yang diperiksa dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa maka diperoleh skor indeks gingiva untuk individu.

Keparahan inflamasi gingiva secara klinis dapat ditentukan dari skor Indeks Gingiva dengan kriteria sebagai berikut :
Skor indek gingiva
Kondisi
Gingiva
0,1 – 1,0
Gingivitis
Ringan
1,1 – 2,0
Gingivitis
Sedang
2,1 – 3,0
Gingivitis
Parah

3.      Tanda-Tanda Gingivitis
Menurut Donna Pratiwi (2007), ada beberapa tanda-tanda gingivitis, yaitu :
a.       Saat menyikat gigi, ada noda darah yang tertinggal pada bulu sikat gigi.
b.      Saat meludah, ada darah didalam air liur.
c.       Gusi bisa dipisahkan dari gigi menggunakan sikat gigi.
d.      Warna gusi mengkilat dan bengkak, kadang-kadang berdarah saat disentuh.
e.       Tidak selalu disertai rasa sakit.
f.       Terdapat akumulasi disekitar karang gigi.

4.      Akibat Lanjut Dari Gingivitis
Setelah beberapa tahun tanpa pembersihan plak dan perawatan gusi yang baik, maka plak akan bersifat basa, kalsium akan mengendap pada lapisan plak, terjadilah pengapuran sehingga plak mengeras menjadi kalkulus. Hal ini di sebabkan karena kalkulus, selain mengandung banyak kuman, permukaan yang kasar akan merusak baik gusi maupun jaringan periodontium di bawahnya (Besford, 1996).

5.      Penanggulangan Gingivitis
Menurut Kanal (2009), dalam upaya penanggulangan gingivitis mencakup 3 aspek yaitu  upaya promotif, preventif dan kuratif, yaitu :
1.      Upaya Promotif
Upaya promotif dalam penanggulangan gingivitis adalah  sebagai berikut:
a)      Dokter gigi dan perawat gigi memberikan informasi tentang kesehatan gigi.
b)      Memberikan informasi dan pengarahan teknik-teknik pengontrolan plak.
c)      Mendidik pasien agar pasien mengetahui cara-cara menjaga kebersihan mulutnya.
2.      Upaya Preventif (pencegahan)
Upaya preventif dalam penanggulangan gingivitis adalah sebagai berikut :
a)      Menjaga oral hygiene.
b)      Sikat gigi merupakan salah satu cara yang semua orang sudah tahu, mungkin juga sudah dilakukan setiap hari. Jadi yang penting disini adalah pengenalan teknik sikat gigi yang tepat, memotivasi untuk sikat gigi secara teratur dan pemilihan pasta gigi dengan tepat. Teknik sikat gigi yang secara horizontal adalah lazim dikenal umum, dan itu merupakan suatu kesalahan karena dengan cara demikian lambat laun dapat menimbulkan resesi gingiva dan abrasi gigi. Lebih lanjut lagi, penyakit-penyakit periondontal akan lebih mudah terjadi.
c)      Dental floss atau benang gigi meruapakan cara yang akhir-akhir ini mulai banyak diperkenalkan , dan cukup ampuh untuk membersihkan disela-sela gigi. Tapi teknik harus dimengerti dengan tepat karena jikalau tidak, alih-alih mencegah penyakit periodontal, yang terjadi malah melukai gusi dan membuat radang.
d)     Kontrol ke dokter gigi secara teratur diperlukan sebagai salah satu upaya preventif, karena merekalah ahlinya dan terkadang kita sendiri seringkali luput mengamati perubahan pada gigi dan gusi yang masih kecil. Bagi mereka yang pernah menderita penyakit periodontal disarankan untuk kontrol secara teratur ke dokter gigi setiap 3 bulan sekali.
3.      Upaya Kuratif (pengobatan)
Upaya kuratif dalam penanggulangan gingivitis yaitu sebagai berikut :
a)      Scaling merupakan tindakan yang dilakukan untuk membersihkan kalkulus (karang gigi). Kalkulus (karang gigi) adalah deposit yang terkalsifikasi sehingga merekat keras dan tidak hilang dengan sikat gigi. Kalkulus ini terbagi 2 yaitu supragingiva dan subgingiva. Umumnya kalkulus supragingiva berlokasi pada sisi bukal dari gigi-gigi molar rahang atas dan sisi lingual dari gigi-gigi anterior rahang bawah sedangkan kalkulus subgingiva itu berwarna hitam.
b)      Kuretase merupakan tindakan pembersihan periodontal pocket yang berisi banyak food debris maupun kuman untuk mencegah peradangan lanjut, apabila pocket sedang dalam keadaan akut maka salah satu cara yang dilakukan adalah tindakan kuretase.
c)      Kumur-kumur antiseptic merupakan bahan aktif yang sering digunakan sebagai kumur-kumur, yang dijual bebas umumnya berasal dari minyak tumbuh-tumbuhan seperti metal salisilat (seperti pada produk Listerine), sedangkan yang perlu diresepkan dokter adalah Chlorhexidine 0,20% (seperti pada produk Minosep) dan H2O2 1,5% atau 3,0%. Kumur-kumur yang lebih murah dan cukup efektif adalah dengan air garam hangat, sedangkan kumur-kumur antiseptic yang sering digunakan adalah Chlorhexidine 0.20%. Kumur-kumur sekurangnya 1 menit sebanyak 10 cc terbukti efektif dalam meredakan proses peradangan pada jaringan periodontal.
d)     Antibiotik digunakan apabila terbukti keterlibatan kuman baik secara klinis maupun mikrobiologis, maka antibiotic mutlak diperlukan. Pada umumnya antibiotic yang digunakan pada penyakit-penyakit gigi adalah golongan penisilin karena kuman yang sering menjadi causanya sensitive terhadap golongan ini. Tetapi pada penyakit periodontal, terutama yang lanjut, perlu dipertimbangkan keterlibatan kuman-kuman gram negative serta anaerob, sehingga dengan demikian pilihan antibiotic jatuh pada tetrasiklin (sering kali digantikan dengan golongan aminopenisilin karena berspectrum luas juga) atau metronidazol karena efektivitas terhadap anaerob. Pemberian dapat berupa per oral maupun lokal seperti gel, tergantung dari luasnya dan tahap proses penyakit dan juga dibantu dengan analgetik - anti inflamasi untuk mereda gejala simtomatik.
e)      Kemudian di bantu konsumsi vitamin dan nutrisi seperti buah dan sayur untuk mengembalikan kesehatan gusi.
Pada akhirnya perlu diingat bahwa penyakit gingivitis adalah kelainan yang berawal dari plak sehingga kunci sukses dalam upaya preventif adalah kontrol plak. Dengan mengabaikan kontrol plak, tindakan preventif maupun terapi secanggih apapun umumnya akan kurang berhasil.

A.  Kebersihan Gigi Dan Mulut
1.      Pengertian Kebersihan Gigi Dan Mulut
Kebersihan gigi dan mulut adalah keadaan dimana mulut bebas dari plak dan karang gigi. Kebersihan gigi yang baik akan membuat jaringan sekitarnya sehat, seperti bagian lain dari tubuh, maka gigi dan jaringan penyangganya mudah terkena penyakit. Oleh karena itu, kebersihan gigi harus mendapat perhatian dan perawatan yang baik (Beodihardjo, 1985).
Kebersihan gigi dan mulut adalah keadaan dimana mulut terbebas dari plak dan calculus (Depkes R.I, 1995).

2.      Cara Pengukuran Kebersihan Gigi Dan Mulut
Menurut Herijulianti (2002), untuk menilai kebersihan gigi dan mulut seseorang dilihat adalah adanya debris (plak) dan calculus (karang gigi) pada permukaan gigi. Pemeriksaan debris dan calculus dilakukan pada gigi tertentu dan pada permukaan tertentu dari gigi tersebut, yaitu :
Untuk rahang atas yang diperiksa :
a)      Gigi M1 kanan atas pada permukaan bucal.
b)      Gigi I1 kanan atas pada permukaan labial.
c)      Gigi M1 kiri atas pada permukaan bucal.
Untuk rahang bawah yang diperikasa :
a)      Gigi M1 kiri bawah pada permukaan lingual.
b)      Gigi I1 kiri bawah pada permukaan labial.
c)      Gigi M1 kanan bawah pada permukaan lingual.
Bila ada kasus salah satu dari gigi-gigi tersebut tidak ada (telah dicabut/tinggal akar), penilaian dilakukan pada gigi-gigi pengganti yang sudah ditetapkan untuk mewakilinya, yaitu :
1.      Bila gigi M1 rahang atas atau rahang bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi M2 rahang ata /rahang bawah.
2.      Bila gigi M1 dan M2 rahang atas atau rahang bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi M3 rahang atas/rahang bawah.
3.      Bila gigi M1, M2 dan M3 rahang atas atau rahang bawah tidak ada, tidak dilakukan penilaian.
4.      Bila gigi I1 kanan rahang atas tidak ada, penilain dilakukan pada gigi I1 kiri rahang atas.
5.      Bila gigi I1 kanan dan kiri rahang atas tidak ada, tidak dilakukan penilian.
6.      Bila gigi I1 kiri rahang bawah tidak ada, penilain dilakukan pada gigi I1 kanan rahang bawah.
7.      Bila gigi I1 kiri dan kanan rahang bawah tidak ada, tidak dilakukan penilaian.
a.       Debris indeks
Debris adalah angka yang menyatakan keadaan klinis yang di dapat pada waktu dilakukan pemeriksaan debris.
Kriteria debris :
No
Kriteria
Nilai
1.
Pada permukaan gigi tidak ada debris/pewarnaan extrintik
0
2.
Pada permukaan gigi terlihat debris yang lunak yang menutupi gigi seluas 1/3 permukaan/lebih 1/3 permukaan
1
3.
Pada permukaan gigi tidak ada debris lunak tetapi ada pewarnaan extrinsik yang menutupi sebagian / seluruh permukaan gigi           
1
4.
Pada permukaan gigi terlihat ada debris yang lunak yang menutupi permukaan gigi lebih 1/3 tapi kurang dari 2/3 permukaan gigi
2
5.
Pada permukaan gigi terlihat ada debris yang lunak menutupi permukan gigi seluas 2/3 sampai seluruh permukaan gigi
3

Cara menghitung debris indeks :


Skor debris indeks :    Baik                 : 0 – 0,6
Sedang                        : 0,7 – 1,8
Buruk              : 1,9 – 3,0
b.      Calculus Indeks
Calculus adalah angka yang menyatakan keadaan klinis yang di dapat pada waktu pemeriksaan calkulus.
Kriteria calkulus :
No
Kriteria
Nilai
1.
Pada permukaan gigi tidak ada karang gigi
0
2.
Pada permukaan gigi terlihat karang gigi yang menutupi gigi lebih 1/3 permukaan gigi
1
3.
Pada permukaan gigi terlihat karang gigi supra gingiva yang menutupi lebih dari 1/3 tapi kurang dari 2/3 permukaan gigi
2
4.
Pada permukaan gigi terlihat ada karang gigi sub gingiva yang menutupi sebagian daerah servikal gigi
2
5.
Pada permukaan gigi terlihat karang gigi supra gingiva yang menutupi lebih dari 2/3 permukaan / seluruh permukaan gigi
3
6.
Pada permukaan gigi terlihat ada karang gigi sub gingiva yang menutupi dan melingkari seluruh permukaan gigi
3

Cara menghitung calkulus indeks :

Skor calculus indeks : Baik                 : 0 – 0,6
Sedang            : 0,7 – 1,8
Buruk              : 1,9 – 3,0


c.       OHIS
OHIS adalah oral hygiene - simlified merupakan hasil penjumlahan debris indeks dan calkulus.
Cara menghitung OHIS = Debris indeks + Calculus indeks

Skor OHIS :           Baik                      : 0 – 1,2
Sedang                 : 1,3 – 3,0
Buruk                   : 3,1 – 6,0




BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yaitu suatu pengkajian secara rinci yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor penyebab dan faktor yang mempengaruhi terjadinya gingivitis pada mahasiswa di asrama Aceh Selatan Lampineung Banda Aceh.

B.     Tempat dan Waktu Penelitian
a.       Tempat
Lokasi penelitian adalah di Asrama Aceh Selatan Lampineung Banda Aceh tahun 2012.
b.      Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 14 s/d 16 Desember tahun 2012.

C.    Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa yang mengalami penyakit gingivitis di asrama Aceh Selatan Lampineung Banda Aceh berjumlah 32 orang, dengan menggunakan teknik porposive sampling.

D.    Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah kuesioner dan pemeriksaan, dengan menggunakan alat diagnosa set.

E.     Cara Pengumpulan Data
1.      Data Primer
Data primer diperoleh dari pemeriksaan langsung dan pengisian kuisoner (wawancara).

2.      Data Sekunder
Data sekunder data yang diperoleh dari buku registrasi mahasiswa yang tinggal di asrama Aceh Selatan Lampineung Banda Aceh, berupa nama, dan umur.

F.     Cara Pengolahan dan Analisa Data
1.      Proses pengolahan data dilakukan dengan cara :
a.       Editing
Editing ini dimaksud untuk memperoleh data yang dapat diolah dengan baik sehingga menghasilkan informasi yang benar. Kegiatan yang dilakukan adalah mengoreksi kesalahan-kesalahan dalam pengisian atau pengolahan data.
b.      Coding
Coding adalah usaha untuk mengklasifikasikan jawaban atau hasil yang ada menurut macamnya klasifikasi dilakukan dengan cara menandai masing-masing jawaban dengan kode tertentu.
c.       Tabulating
Data yang diperoleh kemudian dikelompokan dan ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
2.      Analisa Data
a)      Data yang didapat dari hasil pemeriksaan dan pengisian kuisioner dianalisa secara deskriptif dengan menghitung persentase dari tiap variabel.
b)     
Data kebersihan gigi dan mulut dihitung dengan OHIS.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A.    Hasil Penelitian
1.      Data Umum
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan pada tanggal 14 Desember sampai dengan 16 Desember tahun 2012 terhadap 32 responden di Asrama Aceh Selatan Lampineung Banda Aceh didapatkan hasil sebagai berikut :
a.       Data Demografi
Jumlah mahasiswa       : 58
Luas Wilayah              : ± 6.500 m²
b.      Data Geografis
Data batasan wilayah sebagai berikut :
-          Sebelah utara berbatasan dengan Gampoeng Pineung
-          Sebelah selatan berbatasan dengan Gampoeng Ie Masen
-          Sebelah barat berbatasan dengan Jln. T. Nyak Makam
-          Sebelah timur berbatasan dengan Jl. Malikul Saleh
2.      Data Khusus
Adapun hasil dari penelitian yang dilakukan di Asrama Aceh Selatan Lampineung Banda Aceh sebagai berikut :
1)      Faktor Penyebab Terjadinya Penyakit Gingivitis
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Kebersihan Gigi dan Mulut di Asrama Aceh Selatan Lampineung
Banda Aceh Tahun 2012
No
Katagori
Frekuensi
%
1
Baik (0,0 – 1,2)
7
21,9
2
Sedang (1,3 – 3,0)
14
43,7
3
Buruk (3,1 - 6,0)
11
34,4

Jumlah
32
100
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa status kebersihan gigi dan mulut dari 32 responden yang paling dominan berada pada kategori sedang yaitu 14 responden (43,7%).
2)      Faktor sistemik
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor sistemik di Asrama Aceh Selatan Lampineung Banda Aceh Tahun 2012
No
Faktor Sistemik
Frekuensi
%
1
Ada
-
-
2
Tidak ada
32
100


32
100

Dari tabel di atas terlihat bahwa seluruh responden (100%) tidak mengalami penyakit sistemik (penyakit keturunan).

3)      Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Gingivitis
a.       Pengetahuan
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Pengetahuan di Asrama Aceh Selatan Lampineung
Banda Aceh Tahun 2012
No
Faktor Pengetahuan
Frekuensi
%
1
Baik
19
59,4
2
Buruk
13
40,6


32
100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa 19 responden (59,4%) memiliki pengetahuan yang baik tentang gingivitis, mereka tahu bahwa penyakit gusi (gingivitis) merupakan peradangan pada gusi sehingga menyebabkan gusi menjadi merah dan bengkak, mereka tahu dikarenakan oleh faktor pendidikan mereka yang tinggi yang semuanya berstatus sebagai mahasiswa.

b.      Sikap
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Sikap
di Asrama Aceh Selatan Lampineung
Banda Aceh Tahun 2012
No
Faktor Sikap
Frekuensi
%
1
Baik
14
43,7
2
Buruk
18
56,3


32
100

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa 18 responden (56,3%) memiliki sikap yang buruk terhadap gingivitis, yaitu mereka kurang mengkonsumsi vitamin C yang disebabkan oleh faktor penghasilan mereka yang rendah yang rata-rata penghasilan orang tua mereka < Rp.1.500.000, dengan berpenghasilan yang rendah mereka hanya bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari saja.
c.       Tindakan
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Tindakan di Asrama Aceh Selatan Lampineung
Banda Aceh Tahun 2012
No
Faktor Tindakan
Frekuensi
%
1
Baik
13
40,6
2
Buruk
19
59,4


32
100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa 19 responden (59,4%) memiliki tindakan yang buruk terhadap gingivitis, yaitu mereka beranggapan bahwa penyakit gingivitis tidak menimbulkan keluhan yang berat, sehingga mereka membiarkan saja dan tidak mengobatinya.

d.      Pelayanan Kesehatan
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Pelayanan Kesehatan di Asrama Aceh Selatan Lampineung Banda Aceh Tahun 2012
No
Faktor Pelayanan Kesehatan
Frekuensi
%
1
Baik
11
34,4
2
Buruk
21
65,6


32
100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa 21 responden (65,6%) memiliki pelayanan kesehatan yang buruk, yaitu kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan karena rendahnya kesadaran mahasiswa dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut.
e.       Lingkungan
Tabel 7
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan di Asrama Aceh Selatan Lampineung
Banda Aceh Tahun 2012
No
Faktor Lingkungan
Frekuensi
%
1
Baik
14
43,7
2
Buruk
18
56,3


32
100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa 18 responden (56,3%) memiliki lingkungan yang buruk, yaitu dari segi status ekonomi/penghasilan rendah. Jika penghasilan mereka rendah maka mereka akan kesulitan merawat dan mengobati gigi maupun gusi mereka apabila sakit dang bengkak dikarenakan biaya pengobatan.

B.     Pembahasan
1.      Faktor Penyebab
Berdasarkan hasil pemeriksaan melalui pengukuran OHI-S pada tabel 1 dapat dilihat sebanyak 14 responden (43,5%) berada pada kriteria sedang. Penulis berasumsi bahwa kesadaran mereka dalam merawat gigi dan mulut masih kurang ini terlihat dari kriteria OHIS mereka yang sedang. Hembing (2009), berpendapat bahwa menjaga kesehatan gigi dan mulut sangatlah penting agar dapat menghindari dari serangan penyakit gigi dan mulut terutama penyakit gingivitis. Faktor lokal yang sering berhubungan dengan gingivitis adalah faktor kebersihan gigi dan mulut, yaitu adanya retensi plak dan karang gigi. Oral hygiene yang buruk merupakan faktor pemicu terjadinya penyakit gingivitis, plak dan calculus yang terbentuk tersebut lama kelamaan dapat mengiritasi gusi hingga terinfeksi, gusi yang berbatasan dengan gigi menjadi merah dan bengkak, serta tampak mengkilap dan apabila kurang mendapat perawatan maka akan menjadi lebih parah.
Gingivitis merupakan peradangan pada gingiva disebabkan oleh plak dan calkulus. Peradangan pada gusi tersebut dapat berupa gusi menjadi bengkak dan kemerah-merahan, hal ini terjadi karena mikroorganisme yang terdapat pada plak dan kalkulus menghasilkan produk berbahaya yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan epitel dan sel jaringan penghubung. Pada awalnya mikroorganisme tersebut merusak jaringan periodonsium dengan cara melakukan pelebaran pada pembuluh darah, pelebaran pembuluh darah menyebabkan adanya kemerahan pada gingiva sehingga terjadi pendarahan pada saat sikat gigi. Bila keadaan seperti ini kurang mendapatkan perawatan maka lesi inflamasi akan bertambah berat sehingga membuat aliran darah terhambat dan warna gingiva menjadi merah kebiruan (Sandira, 2009).
Kerusakan jaringan gigi merupakan kondisi yang sangat serius, jika tidak dilakukan perawatan maka akan terbentuk kantong diantara gigi dan gusi sehingga meluas ke akar sampai tulang dibawahnya. Kantong ini mengumpul dalam suatu lingkungan bebas oksigen yang mempermudah pertumbuhan bakteri, jika keadaan seperti ini terus berlanjut pada akhirnya banyak tulang rahang yang rusak dan menyebabkan gigi lepas. Pada keadaan seperti ini menjaga kesehatan gigi dan mulut sangatlah penting, hal tersebut bisa dilakukan dengan cara membersihkan plak dan calkulus, karena rendahnya kebersihan gigi dan mulut dapat memperparah terjadinya penyakit gingivitis sampai kerusakan pada jaringan penyangga (Kuntari, 2006).

2.      Faktor Sistemik
Pada tabel 2 terlihat bahwa seluruh responden (32 orang) tidak mengalami penyakit yang berkaitan dengan faktor sistemik (DM dan Leukimia). Menurut Daliemunthe (2008), secara umum penyakit sistemik tidak dapat memulai timbulnya penyakit gingiva (gusi) dan periodontal, tetapi dapat mempercepat perkembangannya dan memperhebat kerusakan yang ditimbulkan. Penulis berasumsi bahwa faktor sistemik memiliki peranan yang kecil dalam dalam menimbulkan penyakit gingiva (gusi) atau penyakit periodontal, karena faktor sistemik sifatnya hanya mempercepat perkembangan dan kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit.

3.      Faktor Yang Mempengaruhi
1.      Faktor Pengetahuan
Pada tabel 3 terlihat bahwa dari 19 responden (59,4%), memiliki pengetahuan yang baik tentang gingivitis. Mereka tahu bahwa penyakit gusi (gingivitis) merupakan peradangan pada gusi sehingga menyebabkan gusi menjadi merah dan bengkak. Penulis berasumsi bahwa pengetahuan mereka tinggi dikarenakan faktor pendidikan, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pengetahuannya. Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa pengetahuan memiliki peranan penting karena pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Kusnanto (2006), masyarakat yang berpendidikan tinggi, perhatian terhadap kesehatannya akan lebih baik dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah.

2.      Faktor Sikap
Pada tabel 4 terlihat bahwa dari 32 responden yang mengalami gingivitis diketahui 18 responden (56,3%) mempunyai sikap yang buruk yaitu mereka tidak setuju bahwa mengkonsumsi vitamin C dapat mencegah terjadinya penyakit gingivitis. Penulis berasumsi bahwa mereka kurang mengkonsumsi vitamin C disebabkan oleh faktor penghasilan yang rendah yang rata-rata pengahasilan orang tua mereka yaitu < Rp.1.500.000, dengan berpenghasilan yang rendah mereka hanya bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari saja. Notoatmodjo (2003), penghasilan penduduk yang tinggi juga mempengaruhi kesehatan, masyarakat yang berpenghasilan tinggi lebih banyak mengetahui kebiasaan merawat dan mengobati penyakit yang mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut.
3.      Faktor Tindakan
Pada faktor tindakan pada tabel 5 menunjukan bahwa dari 32 responden yang mengalami gingivitis, diketahui 19 orang (59,4%) memiliki tindakan yang buruk terhadap gingivitis yaitu jika gusi mereka bengkak mereka membiarkan saja dan tidak melakukan tindakan segera seperti melakukan pengobatan kedokter gigi/poli gigi. Menurut penulis mereka tidak mengobati penyakit gingivitis karena mereka beranggapan bahwa penyakit gingivitis tidak menimbulkan keluhan yang berat sehingga bila terjadi penyakit gingivitis mereka membiarkan saja dan tidak mengobatinya. Pendapat Sihite (2011), mengatakan bahwa kontrol tiap enam bulan dilakukan harus dilakukan meskipun tidak ada keluhan. Hal ini dilakukan untuk memeriksa apakah terdapat gigi lain yang berlubang selain yang telah ditambal, sehingga dapat dilakukan perawatan sedini mungkin. Selain itu juga untuk melihat, apakah telah terdapat kembali karang gigi dan kelainan-kelainan lainnya yang mungkin ada seperti gusi bengkak.

4.      Faktor Pelayanan Kesehatan
Pada tabel 6 faktor pelayanan kesehatan menunjukkan bahwa 21 responden (65,6%) kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang telah tersedia. Penulis berpendapat kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan karena rendahnya kesadaran mahasiswa dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Notoatmodjo (2003), mengatakan penyuluhan kesehatan merupakan semua kegiatan untuk memberikan atau meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktek masyarakat dalam memelihara dan meningkatakan kesehatan mereka sendiri. Penyuluhan bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat ke arah perilaku sehat sehingga tercapai derajat kesehatan gigi dan mulut yang optimal.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), penyuluhan bertujuan untuk memperoleh perubahan tingkah laku atau perilaku seseorang, kelompok dan masyarakat kearah keadaan kesehatan serta mempertinggi nilai atau derajat tingkah laku sehat yang ada, selain itu mampu menumbuh kembangkan rasa tanggung jawab atas keadaan kesehatan dirinya. Penyuluhan merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap menjaga kesehatan gigi dan mulut.
5.      Faktor Lingkungan
Pada tabel 7 terlihat bahwa dari 32 responden yang mengalami gingivitis diketahui 18 responden (56,3%), memiliki kriteria buruk pada faktor lingkungan dari segi status ekonomi/penghasilan rendah. Penulis berpendapat jika penghasilan mereka rendah maka mereka akan kesulitan merawat dan mengobati gigi maupun gusi mereka apabila sakit dan bengkak dikarenakan biaya pengobatan di praktek dokter gigi itu mahal. Namun, sebaliknya jika penghasilan mereka tinggi maka mereka mudah untuk melakukan pengobatan. Ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003), penghasilan penduduk yang tinggi juga mempengaruhi kesehatan, masyarakat yang berpenghasilan tinggi lebih banyak memiliki pengetahuan tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut, serta mengetahui kebiasaan merawat dan mengobati penyakit yang mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut.



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
Hasil penelitian tentang Kejadian Penyakit Gingivitis Di Tinjau Dari Faktor Penyebab dan Faktor Yang Mempengaruhi Di Asarama Aceh Selatan Lampineung Banda Aceh Tahun 2012, dapat disimpulkan bahwa :
1.      Dari faktor kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) menunjukkan bahwa sebanyak 14 responden (43,5%) kriteria sedang, dan 11 responden (43,6%) kriteria buruk.
2.      Faktor perilaku menunjukkan, dimana subjek penelitian masih kurang dalam aspek sikap yaitu sebesar 18 responden (56,3%) mempunyai sikap yang buruk, yaitu mereka tidak setuju bahwa mengkonsumsi vitamin C dapat mencegah terjadinya penyakit gusi (gingivitis).
3.      Faktor perilaku menunjukkan, dimana subjek penelitian masih kurang dalam aspek tindakan yaitu sebesar 19 responden (59,4%) mempunyai tindakan yang buruk, yaitu jika gusi mereka bengkak mereka membiarkan saja dan tidak melakukan tindakan seperti melakukan pengobatan.
4.      Faktor pelayanan kesehatan menunjukkan bahwa 21 responden (65,6%) tidak pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan yang telah tersedia, dan mereka jarang memeriksa kesehatan gigi dan mulut ke puskesmas atau rumah sakit terdekat.
5.      Faktor lingkungan menunjukkan, bahwa 18 responden (56,3%) memiliki kriteria buruk pada faktor lingkungan (status ekonomi/penghasilan rendah), dan mereka jarang mengkosumsi buah dan sayur-sayuran.


B.     Saran
Berdasarakan kesimpulan dapat disarankan sebagai berikut :
a.       Bagi Responden
1.      Disarankan kepada responden untuk selalu menjaga kesehatan gigi dan mulut dengan menyikat gigi tiga kali sehari terutama sesudah makan dan sebelum tidur.
2.      Diharapkan kepada responden agar dapat menggunakan pelayanan kesehatan dalam upaya meningkatkan kesehatan gigi dan mulut.
b.      Bagi Petugas kesehatan
1.      Diharapkan kepada petugas kesehatan seperti dokter gigi, perawat gigi dan tenaga kesehatan umum hendaknya lebih sering memberikan penyuluhan kesehatan, khususnya kesehatan gigi dan mulut.
2.     
Diharapkan kepada petugas kesehatan lebih meningkatkan pelayanan kesehatan dalam bidang kesehatan gigi dan mulut.



DAFTAR PUSTAKA

Askandal, 2004. Diabetes Militus. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Besford, John, 1996. Mengenal Gigi Anda, Petunjuk Bagi Orang Tua Edisi 2,
Jakarta.
Boedihardjo, 1985, Pemeliharaan Kesehatan Gigi Keluarga. Hal : 3 - 9 Air
Langga University press, Jakarta.
Daliemunthe, Hamzah Saidina, 2008. Periodonsia, Departemen Periodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Daliemunthe, Hamzah Saidina, 2005. Peridonsia. Hal : 49 – 54. Falkutas
Kedokteran Gigi USU Medan.
Depkes R.I, 2009. Pengetahuan Dasar tentang Pelayanan Kesehatan Gigi dan

Mulut. Departemen Kesehatan R,I. Jakarta.


                      2001. Upaya Kesehatan gigi dan Mulut dengan Pendekatan PKMD.
Direktorat Kesehtan Gigi, Jakarta.


Harmas Yazid Yusuf, 2005. Jangan Sepelakan Sariawan.

Hembing, Tue, 2007. Mencegah dan Mengatasi Gangguan Pada Gusi.

Herijulianti, 2009. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan
Pendukung Gigi, Jakarta. Hal : 25 dan 30 – 32.
     2002. Pendidikan Kesehatan Gigi, Jakarta. Hal : 100 – 101

Kanal, 2009. Pencegahan Penyakit Periodontal, Jakarta.
Kuntari, Rien, 2006 Jangan Remehkan Radang Gusi dan Sariawan. 


Kusnanto, 2006, www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/.../bab6.pdf.
Melinda, 2009. Penyakit Periodontal Dalam Rongga Mulut.


Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Rosad, 2009. Gingivitis, Perawatan Kesehatan Gigi dan Mulut, jakarta.

Sihite, J. N. 2011. Skripsi. Hubungan Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut Dengan Pengalaman Karies Dan Indeks Oral Higiene Pada Murid SMP. FKG Sumatera Utara. Medan.

Situmorang, N, 2005. Dampak Karies Gigi dan Penyakit Periodontal Terhadap Kualitas Hidup, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap USU.





0 komentar:

Posting Komentar