Senin, 11 Februari 2013

KEJADIAN KARIES GIGI DITINJAU DARI FAKTOR LUAR PENYEBAB TERJADINYA KARIES PADA IBU DI DESA BEUREULEUNG KECAMATAN GRONG-GRONG KABUPATEN PIDIE TAHUN 2012


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pembangunan di bidang kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan msyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investigasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintergrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah atau masyarakat (Depkes, 2009).
Sistem pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam meningkatkan derajat kesehatan, melalui sistem ini tujuan pelayanan kesehatan dapat tercapai secara efektif, efisien, dan tepat sasaran. Keberhasilan sistem pelayanan kesehatan tergantung dari berbagai komponem yang masuk dalam pelayanan kesehatan diantaranya perawat, dokter, atau tim kesehatan lainnya yang satu dengan yang lainnya saling menunjang. Pelayanan keperawatan bagian penting dalam pelayanan kesehatan (Hidayat, 2002).
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi kesehatan tubuh secara keseluruhan. Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk muka. Mengingat kegunaannya yang demikian penting maka penting untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut sedini mungkin agar dapat bertahan lama dalam rongga mulut. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih jauh dari harapan, hal ini terlihat dari penyakit gigi dan mulut yang masih diderita oleh 90% penduduknya. Penyakit gigi dan  mulut yang banyak diderita masyarakat di Indonesia adalah penyakit periodontal dan karies gigi (Antasari, 2005).
Tingginya prevalensinya karies gigi serta belum berhasilnya usaha untuk mengatasi, mugkin disebabkan oleh faktor-faktor distribusi penduduk, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan gigi serta keturunan dalam masyarakat indonesia. Usaha untuk mengatasinya sampai sejauh ini pun belum menunjukkan hasil nyata bila di ukur dengan indikator kesehatan gigi masyarakat yaitu prevalensi karies gigi (Anonim, 2008).
Karies  gigi  dapat  menyerang  seluruh  lapisan  masyarakat  dan  merupakan  penyakit  gigi  yang  paling  banyak  diderita  oleh  sebagian  besar  penduduk  Indonesia.   Penyebab  karies  gigi  adalah  adanya  interaksi  dari  berbagai  faktor,  diantaranya  adalah  faktor  perilaku  dalam  memelihara  kebersihan  gigi  dan  mulut, faktor  diet, atau  kebiasaan  makan  dan  faktor  ketahanan  dan  kekuatan  gigi (WHO cit  Fankari, 2004). 
Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi 4 faktor utama, yakni: keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan. Karena itu upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat harus ditujukan kepada 4 faktor utama tersebut secara bersama- sama. Pendidikan atau promosi kesehatan pada hakikatnya adalah upaya intervensi yang ditujukan kepada faktor perilaku, namun pada kenyataannya 3 faktor yang lain perlu intervensi pendidikan atau promosi kesehatan juga, karena perilaku juga berperan pada faktor tersebut. Apabila lingkungan baik dan sikap masyarakat positif maka lingkungan dan fasilitas tersebut niscaya akan dimamfaatkan atau digunakan oleh masyarakat, perilaku merupakan determinan kesehatan sedangkan promosi kesehatan adalah suatu bentuk intervensi terhadap perilaku (Notoadmodjo, 2003).
Terwujudnya derajat kesehatan gigi masyarakat termasuk kesehatan gigi kepala keluarga tidak terlepas dari upaya pelayanan kesehatan gigi yang bermutu dan bersahabat. Artinya petugas pelayanan kesehatan mampu memberikan pelayanan dengan ikhlas, terjangkau dan professional, sehingga masyarakat atau kepala keluarga mempunyai keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakitnya. Hal ini disebabkan karena setiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda, tergantung pada struktur sosial, gaya hidup yang akhirnya berpengaruh pada perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan               (Retno dkk, 2002).
Kesehatan gigi dan mulut dalam sebuah keluarga masih sangat ditentukan oleh pendidikan, kesadaran, sikap dan perilaku ibu. Ibu-ibu merupakan tokoh kunci dalam keluarga karena berperan penting dalam pendidikan dan perilaku kesehatan keluarga yang sangat mempengaruhi perilaku kesehatan dirinya dan keluarga. Kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan ketidaktahuan akan bahaya penyakit gigi karena rendahnya tingkat pendidikan akan menyebabkan masyarakat tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan gigi yang ada. Rendahnya tingkat pemanfaatan terhadap pelayanan kesehatan gigi ini akan memberikan kontribusi terhadap buruknya status kesehatan gigi (Melur, 2004).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007, menunjukkan prevalensi penduduk bermasalah gigi dan mulut sebesar 30,5%. Sebesar 59,1% penduduk umur 12 tahun keatas, mengalami karies pada giginya yang belum ditangani/karies aktif untreated, pada laki-laki 41,2% dan perempuan 40,9%, diperkotaan 39,5% dan diperdesaan 41,5% prevalensi karies aktif meningkat dengan bertambahnya umur dan mencapai 51,0% pada golongan umur 35-44 tahun kemudian menurun lagi menjadi 28,0% pada umur 65 tahun keatas.
Berdasarkan Laporan Puskesmas Grong-grong tahun 2011, jumlah kunjungan sebanyak 354 orang dimana jumlah kunjungan anak anak sebanyak  (34 %), lansia sebanyak (9%) dan orang dewasa sebanyak (57%) dimana yang berjenis kelamin laki- laki (41%) dan yang berkelamin perempuan (59%). karies pada perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini disebabkan erupsi gigi perempuan lebih lama dalam mulut. Akibatnya gigi perempuan akan lebih lama berhubungan dengan faktor resiko terjadinya karies(Suwelo,1992). Dimana jumlah penyakit Karies Gigi dan Penyakit Pulpa sebanyak 31%,  Penyakit Periodontal sebanyak 23%, Abses sebanyak 13%, persistensi sebanyak 28%  dan lain-lain sebanyak 5%.
Berdasarkan hasil pemeriksaan karies yang telah dilakukan pada 79 ibu, didapatkan bahwa dari 79 ibu yang menderita karies dengan kategori sangat rendah sebanyak 5 orang (6,33%), rendah sebanyak 7 orang (8,86 %), sedang sebanyak 13 orang (16,46%), tinggi sebanyak 43 orang (54,43%), dan sangat tinggi sebanyak 11 orang (13,92%). Berdasarkan hasil pemeriksaan diatas dapat dilihat bahwa dari 79 ibu 54,43% masih menderita karies dengan kategori tinggi.
Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin mengetahui Kejadian karies gigi ditinjau dari faktor luar  penyebab terjadinya karies pada Ibu di Desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong Kabupaten Pidie tahun 2012.

B.  Tujuan
1.      Tujuan Umum
Mengetahui Kejadian Karies Gigi Ditinjau dari Faktor Luar Penyebab Terjadi Karies pada Ibu di Desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong Kabupaten Pidie tahun 2012.
2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui penyebab terjadinya karies gigi ditinjau dari faktor keturunan Ibu di Desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong Kabupaten Pidie tahun 2012.
b.      Untuk mengetahui penyebab terjadinya karies gigi ditinjau dari faktor lingkungan Ibu di Desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong Kabupaten Pidie tahun 2012.
c.       Untuk mengetahui penyebab terjadinya karies gigi ditinjau dari faktor  perilaku Ibu di Desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong Kabupaten Pidie tahun 2012.
d.      Untuk mengetahui penyebab terjadinya karies gigi ditinjau dari faktor pelayanan kesehatan pada Ibu di Desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong Kabupaten Pidie tahun 2012.

C.  Mamfaat Penelitian
1.      Bagi Peneliti
Menambah wawasan peneliti untuk mengembangkan diri dalam ilmu kesehatan masyarakat, khususnya ilmu kesehatan gigi dan mulut.



2.      Bagi Jurusan
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan referensi bagi mahasiswa Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Kemenkes Aceh Banda Aceh.
3.      Bagi Desa
Dapat memberi masukan bagi masyarakat pada upaya pencegahan dan perawatan gigi berlubang atau karies gigi.
4.      Bagi Responden.
Memberikan informasi dan pengetahuan tentang kesehatan gigi yang berguna untuk seluruh anggota keluarganya.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.  Karies Gigi
1.    Pengertian Karies Gigi
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh kavitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan, di tandai dengan adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organik sehingga menyebabkan nyeri (Kidd, dkk, 1991). Sementara menurut Schuurs (1992), karies gigi adalah suatu proses kronis yang dimulai dengan larutnya mineral email, sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari subtrat (medium makanan bagi bakteri), yang mengakibatkan timbul destruksi komponen-komponen organik dan akhirnya terjadi kavitasi atau pembentukan tulang.
Karies gigi (kavitasi) adalah daerah yang membusuk di dalam gigi yang terjadi akibat suatu proses yang secara bertahap melarutkan email (permukaan gigi sebelah luar yang keras) dan terus berkembang ke bagian dalam gigi (Hamsafir, 2010).

2.    Gejala Karies
Menurut Pratiwi (2007), gejala karies (gigi berlubang) pada umumnya adalah : 1). Sakit gigi, gigi menjadi sensitif setelah makan dan minum manis, asam, panas atau dingin; 2). Terliha atau terasa adanya lubang pada gigi; 3). Bau mulut (halitosis).

3.    Patogenesis Karies Gigi
Menurut Yuwono (1993), enzim dalam air ludah seperti amilase, maltosa akan mengubah polisakarida menjadi glukosa dan maltosa. Glukosa akan menguraikan enzim–enzim yang dikeluarlan oleh mikroorganisme terutama lactobacilus dan streptococcus akan menghasilkan asam susu dan asam laktat, maka pH rendah dari asam susu (pH 5,5) akan merusak bahan-bahan anorganik dari email (93 %) sehingga terbentuk lubang kecil.
Bakteri pada plak memerlukan makanan untuk kelangsungan hidupnya, makanan bakteri ini berasal dari karbohidrat yang ada dalam makanan dan minuman kita.Kebanyakan karbohidrat harus diolah dulu sebelum dapat dikonsumsi oleh manusia sehingga menghasilkan sejenis karbohidrat yang disebut karbohidrat sederhana atau sukrosa.Sukrosa mudah diserap oleh bakteri-bakteri pada plak, ampas dari pengolahan sukrosa oleh bakteri plak adalah asam yang serupa dengan cuka. Asam tersebut merusak email, membuat email keropos sehingga lambat laun akan timbul lubang gigi. Kerusakan pada email ini terjadi karena asam melarutkan mineral dari email atau demineralisasi (Hamsafir, 2010).
Secara ringkas terjadinya karies gigi dapat digambarkan sbb :


Diubah oleh bakteri pada plak plakplak
 
Karbohidrat dari makanan


Proses demineralisasi
 

Email menjadi keropos
 


Asam
        Lubang pada gigi


4.    Indeks Karies Gigi
a.    Indeks DMF-T
Indeks DMF-T digunakan untuk pencatatan gigi permanen.Indeks DMF-T adalah indeks dari pengalaman kerusakan seluruh gigi yang rusak, yang dicabut dan yang ditambal. Tujuan dari indeks DMF-T adalah untuk menentukan jumlah total pengalaman karies gigi pada masa lalu dan yang sekarang. Untuk pencatatan DMF-T dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :



1.    Setiap gigi dicatat satu kali.
2.    D = Decay atau rusak.
a. Ada karies pada gigi dan restorasi.
b. Mahkota gigi hancur karena karies gigi.
  3. M = Missing atau hilang.
 a. Gigi yang telah dicabut karena karies gigi.
 b. Karies yang tidak dapat diperbaiki dan indikasi untuk pencabutan.
4.  F = Filled atau tambal.
     a. Tambalan permanen dan sementara.
     b. Gigi dengan tambalan tidak bagus tapi tanpa karies yang jelas.
Perhitungan DMF-T berdasarkan pada 28 gigi permanen, adapun gigi yang tidak dihitung adalah sebagai berikut : 1).Gigi molar ketiga; 2).Gigi yang belum erupsi. Gigi disebut erupsi apabila ada bagian gigi yang menembus gusi baik itu erupsi awal (clinical emergence), erupsi sebagian (partial eruption) maupun erupsi penuh (full eruption); 3).Gigi yang tidak ada karena kelainan congenital dan gigi berlebih (supernumerary teeth); 4).Gigi yang hilang bukan karena karies, seperti impaksi atau perawatan ortodontik; 5).Gigi tiruan yang disebabkan trauma, estetik dan jembatan; 6).Gigi susu yang belum tanggal.
b.     Indeks def-t
Indeks def adalah jumlah gigi sulung seluruhnya yang telah terkena karies. Tujuan dari indeks def adalah untuk menentukan pengalaman karies gigi yang terlihat pada gigi sulung dalam rongga mulut. Untuk pencatatan def-t dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :
1.    d = decayed / rusak.
2.    e = indicated for extracted / indikasi untuk pencabutan.
3.     f = filled / tambal.
Jumlah gigi sulung yang ditambal pada permukaan yang tidak terdapat karies gigi.
Perhitungan def-t berdasarkan pada 20 gigi sulung. Adapun gigi-gigi yang tidak dihitung adalah sebagai berikut :1).Gigi yang hilang termasuk gigi yang belum erupsi dan tidak ada karena kelainan genital; 2).Gigi supernumerary; 3).Gigi tiruan yang disebabkan bukan karena karies gigi, tidak dihitung sebagai filled (tambalan).
WHO memberikan kategori dalam perhitungan DMF-T dan def-t berupa derajat interval sebagai berikut (Pine, 1997 cit. Anne, 2008) :
1. Sangat rendah       : 0,0 – 1,1
2. Rendah                 : 1,2 – 2,6
3. Sedang                  : 2,7 – 4,4
4. Tinggi                    : 4,5 – 6,5
5. Sangat Tinggi        : > 6,6

B.  Faktor Penyebab Karies Gigi
Adapun penyebab karies yaitu bakteri Streptococcus mutans dan Lactobacilli. Bakteri speifik inilah yang mengubah glukosa dan karbohidrat pada makanan menjadi asam melalui proses fermentasi. Asam terus diproduksi oleh bakteri dan akhirnya merusak sruktur gigi sedikit demi sedikit.  Kemudian plak dan bakteri mulai bekerja 20 menit setelah makan (Pratiwi, 2007).
Selain itu, berbagai teori mengenai karies telah dikemukakan, (Newbrun 1997, citsuwelo, 1992) menambahkan teori 3 faktor utama penyebab karies yang saling berinteraksi, diantaranya host (gigi dan saliva), mikroorganisme, substrat serta faktor waktu sehingga menjadi 4 faktor  penyebab karies, keempat faktor saling berinteraksi dan salingmempengaruhi sehingga terjadi demineralisasi permukaan email yang selanjutnya bila interaksi tetap berlangsung akan terjadi karies, keempat faktor yang saling berkaitan dan mempengaruhi tersebut, dapat dilihat pada gambar berikut :





Gambar 2.1 Penyebab Terjadinya Karies

1.    Faktor Dalam
a.    Faktor hospes (Gigi dan Saliva)
1)   Gigi
Komposisi gigi terlihat dari email dan dentin. Dentin adalah lapisan dibawah email. Struktur email sangat menentukan dalam proses terjadinya karies. Kuat atau lemahnya struktur gigi terhadap proses kerusakan karies dapat dilihat dari warna, keburaman dan kelicinan permukaan gigi serta ketebalan email (Suwelo, 1992).
Menurut Kidd (1991),kawasan-kawasan gigi yang memudahkan peletakan plak sehingga menyebabkan karies yaitu :
a)    Pit dan Fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar, pit bukal molar dan pit palatal insisif.
b)   Permukaan harus didaerah aproksimal sedikit dibawah titik kontak.
c)    Email pada tepisan di daerah leher gigi sedikit diatas tepi gingival.
d)   Permukaan akar yang terbuka merupakan daerah tempat melekatnya plak pada pasien dengan resesi gingival karena penyakit periodentium.
e)    Tepi tumpatan terutama yang kurang menempel.
f)    Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan.

2)   Saliva
Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks yang terdiri atascampuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa mulut.Saliva mampu meremineralisasikan karies yang masih dini karena masih banyak sekali mengandung ion kalsium dan fosfat.Kemampuan saliva dalam melakukan remineralisasi meningkat jika ion fluor. Selain mempengaruhi Phnya karena itu, jika aliran saliva berkurang atau menghilang maka caries mungkin tidak akan terkendali (Kidd, dkk, 1991).
Saliva merupakan sistem pertahanan utama mulut dan gigi, berperan penting untuk melindungi pajanan pada permukaan gigi. Saliva melindungi gigi dengan menetralisir perubahan asam dalam mulut yang terjadi misalnya sesaat sesudah mengkonsumsi makanan asam, berperan sebagai lubrikan, menyebarkan kalsium, fosfat dan fluoride pada permukaan gigi, serta membersihkan makanan dan bakteri dari mulut setelah makan. Jika saliva berhenti melindungi gigi maka akan terjadi hal buruk antara lain berkurangnya aktivitas pembersihan bakteri dan bekas makanan dari mulut, berkurangnya buffer karena perubahan asam mulut, hingga aktivitas mulut menjadi semakin asam dan selanjutnya akan memicu terjadinya perubahan struktur gigi karena karies. Rongga mulut mempunyai kadar pH normal berada di angka 7, bila nilai pH jatuh pada angka 5,5berarti keadaannya sudah kritis (Dentistrymolar, 2010).
Menurut (Kidd, 1992) adapun kriteria pH saliva yaitu sebagai berikut :
-  Hijau (normal)                           : 6,8-7,8
-  Kuning (cenderung asam)         : 6,0-6,6
-  Merah (asam)                            : 5,5-5,8

b.   Kebersihan gigi dan mulut
Kondisi oral hygiene (kebersihan gigi dan mulut) merupakan  faktor pemicu terjadinya karies gigi. Mulut merupakan pintu masuk ke dalam tubuh manusia, beraneka makanan dan minuman  masuk kedalam tubuh manusia melalui mulut. Jika seseorang mengabaikan kebersihan gigi dan mulutnya, maka sisa-sisa makanan yang tidak dibersihkan akan menjadi sumber energi bagi bakteri-bakteri yang ada di dalam mulut untuk merusak lapisan email. Bersih tidaknya mulut seseorang,dapat dilihat dari ada tidaknya plak atau debris dan karang gigi dalam mulutnya. Untuk menilai tingkat kebersihan gigi dan mulut seseorang, dilakukan cara pemberian skor adanya plak atau debris dan karang gigi yang menempel pada permukaan gigi. Indeks dari debris yang sering dipakai untuk menilai tingkat kebersihan gigi dan mulut adalah Indeks Kebersihan Gigi dan Mulut (OHIS =Oral Hygiene Indeks Simplified) yaitu pemeriksaan gigi dan mulut dengan menjumlahkan “ Debris Indeks (DI) dan Calculus Indeks (CI)” (Herijulianti, 2003).
Pemeriksaan debris dan calculus dilakukan pada gigi tertentu dan pada permukaan tertentu dari gigi tersebut, yaitu:
1.    Gigi M1 kanan atas pada permukaan bukal
2.    Gigi I1 kanan atas pada permukaan labial
3.    Gigi M1 kiri atas pada permukaan bukal
4.    Gigi M1 kiri bawah pada permukaan lingual
5.    Gigi I1 kiri bawah pada permukaan labial
6.    Gigi M1 kanan bawah pada permukaan lingual
Bila ada kasus salah satu dari gigi-gigi tersebut tidak ada (telah dicabut/tinggal sisa akar), maka penilaian dilakukan pada gigi-gigi pengganti yang sudah ditetapkan untuk mewakilinya, yaitu:
1.    Bila gigi M1 rahang atas atau bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi M2 rahang atas/rahang bawah.
2.    Bila gigi M1 dan M2 rahang atas atau bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi M3 rahang atas/rahang bawah.
3.     Bila gigi M1 , M2 dan M3 rahang atas atau bawah tidak ada, tidak dapat dilakukan penilainan.
4.    Bila gigi I1 kanan rahang atas tidak ada, penilainan dilakukan pada gigi I1 kiri rahang atas.
5.    Bila gigi I1 kanan dan kiri rahang atas tidak ada, tidak dapat dilakukan penilainan.
6.    Bila gigi I1 kiri rahang bawah tidak ada, penilainan dilakukan pada gigi I1 kanan rahang bawah.
7.    Bila gigi I1 kanan dan kiri rahang bawah tidak ada, tidak dapat dilakukan penilainan.
Bila terdapat kasus beberapa gigi diantara keenam gigi yang seharusnya diperiksa tidak ada, debris indeks dan calculus indeks masih dapat dihitung apabila terdapat paling sedikit terdapat dua gigi yang dapat diperiksa.

Kriteria Penilaian Debris dan Calculus Indeks
Tabel 2.1 Kriteria Penilaian Debris

NO
Kriteria
Nilai
1
Pada permukaan gigi tidak ada debris atau perwarnaan ekstrinsik
0
2
a.    Pada permukaan gigi terlihat, ada debris lunak yang menutupi permukaan gigi seluas 1/3 permukaan atau kurang dari 1/3 permukaan.
b.    Pada permukaan gigi terlihat, tidak ada debris lunak, tetapi ada perwarnaan ekstrinsik yang menutupi permukaan gigi sebagian atau seluruhnya.
1


1
3
Pada permukaan gigi yang terlihat, ada debris yang menutupi permukaan tersebut seluas lebih dari 1/3 permukaan gigi, tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi.

2
4
Pada permukaan gigi terlihat, ada debris yang menutupi permukaan tersebut seluas lebih dari 2/3 permukaan atau seluruh permukaan gigi.

3


Tabel 2.2 Kriteria Penilaian Kalkulus

NO
Kriteria
Nilai
1
Tidak ada karang gigi
0
2
Pada permukaan gigi yang terlihat karang gigi supragingival menutupi permukaan gigi kurang dari 1/3 permukaan gigi.
1
3
a.    Pada permukaan gigi terlihat, ada karang gigi supragingival yang menutupi permukaan gigi lebih dari 1/3 permukaan dan  kurang dari 2/3 permukaan gigi.
b.    Sekitar bagian servikal terdapat sedikit karang gigi subgingival
2

2
4
a.    Pada permukaan gigi terlihat, ada karang gigi supragingival yang menutupi permukaan gigi lebih dari 2/3 nya atau seluruh permukaan gigi.
b.    Pada permukaan gigi ada karang gigi subgingival yang menutupi dan melingkari seluruh bagian servikal.

3

3
Rumus yang digunakan untuk menghitung debris indeks/calculus indeks dan OHI-S adalah:


OHI-S = Debris Indeks + Calculus Indeks

 




Penilaian OHI-S skor adalah sebagai berikut:
1.    Baik (good), apabila nilai berada diantara 0,0-1,2
2.    Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 1,3-3,0
3.    Buruk (poor), apabila nilai berada diantara 3,1-6,0

2.    Faktor Luar Penyebab Terjadinya Karies Gigi
Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah lain diluar kesehatan itu sendiri. Demikian pula pemecahan masalah kesehatan gigi dan mulut, tidak hanya dilihat seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah ”sehat sakit” atau kesehatan gigi dan mulut itu sendiri.
Dikaji menurut Notoatmodjo, (2003) banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan dalam hal ini kesehatan gigi dan mulut digambarkan sebagai berikut :


Pelayanan Kesehatan
 

Perilaku
 






Gambar 2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan
Keempat faktor tersebut (keturuan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan) disamping berpengaruh kepada kesehatan gigi dan mulut, juga saling berpengaruh satu sama lainnya. Status kesehatan gigi dan mulut akan tercapai secara optimal bilamana keempat faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal pula. Salah satu faktor saja berada dalam keadaan yang terganggu (tidak optimal), maka status kesehatan gigi dan mulut akan tergeser di bawah optimal.
1.    Keturunan
Seseorang yang mempunyai susunan gigi berjejal (maloklusi) ada kemungkinan bawaan dari orang tuanya.Hasil studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya karies gigi memperlihatkan orang-orang yang memiliki gigi yang berjejal lebih mudah terkena karies karena dengan gigi berjejal sisa makanan mudah menempel di gigi dan sulit dibersihkan.Seseorang dengan susunan gigi berjejal lebih banyak menderita karies dari pada yang mempunyai susunan gigi baik.Selain itu, kebersihan gigi dan mulut yang buruk akan mengakibatkan persentase karies lebih tinggi. Faktor keturunan/genetik merupakan faktor yang mempunyai pengaruh terkecil dari faktor penyebab karies gigi.Walaupun demikian, dari suatu penelitian melibatkan 12 pasang orang tua dengan keadaan gigi baik, ternyata anak-anak dari pasangan orang tua tersebut sebagian besar memiliki gigi baik. Sedangkan penelitian yang melibatkan 46 pasang orang tua dengan persentase karies yang tinggi, didapat hanya 1 pasang yang memiliki anak dengan gigi baik, 5 pasang dengan persentase karies sedang dan 40 (empat puluh) pasang dengan persentase karies tinggi (Suwelo, 1992).

2.    Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan yang paling penting pengaruhnya terhadap terjadinya karies antara lain air yang diminum, kultur sosial ekonomi penduduk. Penghasilan dan pendidikan penduduk yang tinggi akan mempengaruhi diet kebiasaan merawat gigi sehingga prevalensi karies gigi rendah.
a.     Kadar fluor Air minum
Pada daerah dengan kandungan fluor yang cukup dalam air minum (0,7 ppm sampai 1 ppm) prevalensi karies rendah. Bila fluor diberikan sejak dini dengan kombinasi berbagai cara (dalam air minum dan makanan), maka email akan banyak menyerap fluor sehingga akan memberikan efek besar terhadap pencegahan karies (Suwelo, 1992). Kandungan flour selain terdapat di air tanah juga terdapteetat di sayur-sayuran, buah-buahan, minuman, ikan, daging dan lain-lain.
Foo dan chong (1975) menyatakan bahwa makanan yang mengandung flour tinggi adalah ikan teri dan sawi, fong juga mengungkapkan adanya penurunan jumlah karies sampai 60-70%. Setelah 10 tahun pemberian flour 1ppm kedalam air minum, tetapi bila air minum mengandung lebih besar dari 1 ppm maka akan terjadi mottleed teeth yang menyebabkan kerusakan email berupa bintik- bintik hitam (Wales, 2005).
b.    Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu proses belajar pada individu, kelompok atau masyarakat dari yang tidak tahu manjadi tahu dengan harapan bahwa adanya pendidikan tersebut individu, kelompok, atau masyarakat dapat memperoleh pengetahuan yang lebih baik dan pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perubahan perilakunnya (Notoadmojdo, 2003)
Mengubah perilaku individu bukanlah hal yang mudah, namun dalam hal ini dibutuhkan keterampilan khusus sebab perubahan tingkah laku individu selalu melibatkan perubahan mental. Perubahan itu sendiri dapat terjadi secara alamiah yaitu karena lingkungan atau masyarakat sekitarnya. Namun ada pula perubahan yang terjadi secara terencana dan dilaksanakan secara sistematis, yaitu yang dikenal sebagai perubahan melalui pendidikan (Herijulianti dkk, 2001).


Menurut Noor (1972 cit Ahmadi, 2001) tujuan pendidikan kesehatan gigi adalah:
1.   Meningkatkan pengertian dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.
2.   Menghilangkan atau paling sedikit mengurangi penyakit gigi dan mulut serta gangguan lainnya pada gigi dan mulut.
c.    Jenis pekerjaan
Jenis pekerjaan dapat berperan didalam timbulnya penyakit melalui faktor- faktor yang langsung dapat menimbulkan kesakitan terutama pada benda- benda fisik yang dapat menimbulkan penyakit dan sebagainya (Notoadmodja, 2003).
d.   Penghasilan
Penilaian antara hubungan tingkat penghasilan dengan pemamfaatan pelayanan kesehatan maupun pendegahan sering dilakukan. Seseorang kurang mememfaatkan pelayanan yang ada mungkin tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat, membayar transpor dan sebagainya.
Tingkat sosial ditentukan oleh unsur-unsur pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan tempat tinggal. Karena hal ini dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan, maka tidaklah mengherankan apabila melihat perbedaan-perbedaan dalam angka kesakitan atau kematian antara berbagai kelas sosial (Notoadmodjo, 1996)
Penghasilan dengan prevalensi karies mempunyai hubungan yang sangat erat, faktor yang mempengaruhi perbedaan ini adalah pendidikan dengan penghasilan baik akan lebih memperhatikan kesehatan keluarga termasuk kesehatan giginya (Suwelo,1992)

3.    Perilaku
a.    Pengertian Perilaku
Menurut  Notoatmodjo (2003), perilaku adalah hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon) dan respons. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri.Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan.
Mengubah sikap dan perilaku seseorang harus disadari motivasi tertentu, sehingga yang bersangkutan ingin melakukan suka rela. Seseorang yang belum mengetahui cara dan kegunaan perawatan gigi yang benar sehingga banyak orang yang belum melakukan perawatan gigi (Haditomo, 1985), Terhadap kesehatan gigi dan mulut. Respon atau reaksi manusia baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap) maupun yang bersifat aktif (tindakan yang nyata/ praktek). Sedangkan stimulus atau penyakit sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan yang mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut.
Skiner (1938) dengan demikian secara lebih terperinci perilaku terhadap kesehatan gigi dan mulut ini mencakup:
1.    Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit gigi, yaitu bagaiman manusia berespon, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi) penyakit dan rasa sakit gigi yang ada dirinya, maupun yang aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit gigi tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit gigi dengan sendirinya sesuai dengan tingkatan tingkatan pencegahan gigi, yakni:
a). Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut (health promotif behavior), misalnya makan makanan yang mengandung flour. ketaatan dalam menghindari makanan dan minuman yang mengandung gula dan mengkonsumsi makanan yang mengandung flour akan memberi dampak prevalensi karies gigi rendah (Mc Donal etal, 1981). pengertian tentang kesehatan gigi di masyarakat belum merata, artinya masyarakat belum mengetahui pemamfaatan perawatan gigi atau belum mempunyai motivasi untuk pergi ke dokter gigi (Rahaju, 1985). penyuluhan kesehatan gigi terhadap masyarakat disertai pemberian flour ternyata dapat menurunkan karies dan indek debris.
b). Perilaku pencegahan terhadap penyakit gigi dan mulut (health preventif behavior) adalah respon untuk melakukan pencegahan penyakit gigi dan mulut, misalnya melakukan sikat gigi minimal dua kali sehari, pagi sehabis makan dan malam sebelum tidur, termasuk juga perilaku tidak memakai sikat gigi secara bergantian dalam satu keluarga.
c). Perilaku masyarakat sehubungan dengan pencarian pengobatan penyakit gigi dan mulut (health seeking behavior), yaitu perilaku masyarakat untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya usaha- usaha mengobati sendiri bila sakit gigi, atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas, dokter gigi praktek), maupan fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe dan sebagainya.
d). Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior) yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan gigi dan mulut setelah sembuh dari sakit gigi. misalnya melakukan penambalan gigi yang sudah sakit.
2. perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan gigi dan mulut, adalah respon masyarakat terhadap sistem pelayanan kesehatan baik system pelayanan gigi dan mulut modern maupun tradisional. perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan gigi dan mulut, obat-obatan, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas , petugas dan obat-obatan.
3. perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior) adalah respon masyarakat terhadap lingkungan yang mendukung kesehatan gigi dan mulut.
perilaku ini antara lain mencakup:
a). perilaku sehubungan dengan mengkonsumsi air yang mengandung   flour
b). perilaku sehubungan dengan pemeliharaan sikat gigi, tehnik dan penggunaannya di dalam suatu keluarga.


Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, perilaku diukur dari 3 domain yaitu:
1)   Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yaitu : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
a)   Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b)   Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut, disini sikap subjek sudah mulai timbul.
c)   Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d)  Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e)   Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni:
1.    Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2.   Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.
3.    Aplikasi (Application)
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4.    Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5.    Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.


6.    Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2)   Sikap (Attitude)
Sikap adalah reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau objek. Sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni:
a)   Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
b)   Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
c)   Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:
a)   Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
b)   Merespons (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
c)   Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah-masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d)  Bertangung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
3)      Praktek atau Tindakan (Practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain.
Tingkat-tingkat praktek atau tindakan adalah sebagai berikut:
a)    Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah praktek tingkat pertama.
b)   Respon Terpimpin (Guided Respons)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan   contoh adalah praktek tingkat dua.
c)    Mekanisme (Mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.
d)   Adaptasi (Adaptation)
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.

4.    Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut adalah salah satu pelayanan kesehatan dasar di puskesmas yang harus ditingkatkan mutunya dengan melaksanakan pelayanan yang sesuai dengan standard yang ada. Pelayanan kesehatan gigi mencakup beberapa program, baik di dalam gedung maupun di luar gedung. Secara umum pelayanan kesehatan masyarakat (Puskesmas) adalah merupakan sub sistem pelayanan kesehatan khususnya kesehatan gigi dan mulut,yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif pemulihan terbatas. Diharapkan Puskesmas memberikan pelayanan terhadap kesehatan gigi dan mulut tidak menimbulkan kesan menyakitkan atau sakit dengan menerapkan teknologi terkini dan harga terjangkau oleh masyarakat. Oleh karena ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat bidang kesehatan gigi dan mulut menyangkut kepentingan masyarakat banyak, maka peranan pemerintah mempunyai porsi yang besar. Namun demikian karena keterbatasan sumber daya pemerintah, maka potensi masyarakat perlu digali atau diikutsertakan dalam pelayanan kesehatan gigi (Depkes RI, 2000).
Salah satu jenis pelayanan kesehatan yang penting adalah pelayanan kesehatan gigi, di Indonesia pemerintah masih memegang peranan penting utama dalam pemberian pelayanan kesehatan dasar. Pelayanan tersebut disediakan bagi masyarakat di puskesmas-puskesmas yang berbentuk poliklinik gigi tersebut adalah para dokter gigi. Sebagai health provider di sarana-sarana pelayanan kesehatan gigi tersebut adalah para dokter dan juga perawat gigi (Dahlan, 2008).
Penyelenggara upaya kesehatan gigi di poliklinik gigi puskesmas merupakan upaya kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, merata dan pemulihan yang ditujukan pada semua golongan, umur maupun jenis kelamin (Herijulianti, 2002).
Menurut (Herijulianti, 2002), pelayanan kesehatan di poli gigi dapat digolongkan dalam beberapa tingkat, yaitu:
a.    Meningkatkan kesadaran sikap dan perilaku masyarakat dalam kemampuan pelihara diri dalam bidang kesehatan gigi dan mulut serta mampu mencapai pengobatan sedini mungkin dengan jalan memberikan pengertian masyarakat tentang pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.
b.    Menurunkan prevalensi penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita oleh masyarakat (karies dan periodontal) dengan upaya perlindungan khusus tanpa mengabaikan upaya penyembuhan dan pemulihan terutama pada kelompok yang rentan terhadap karies.
c.    Terhindar dan kurangnya gangguan fungsi kunyah akibat kerusakan gigi.
Menurut Azwar (1996), sekalipun pelayanan kesehatan kedokteran berbeda dengan pelayanan kesehatan masyarakat, namun untuk dapat disebut sebagai suatu pelayanan kesehatan dengan baik, keduanya harus memiliki berbagai persyaratan pokok. Syarat pokok yang dimaksud adalah:
a.    Tersedia dan berkesinambungan
Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat berkesinambungan, artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.
b.    Dapat diterima dan wajar
Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah yang dapat diterima oleh masyarakat serta bersifat wajar, artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.
c.    Mudah dicapai
Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai masyarakat.Pengertian ketercapaian yang dimaksudkan disini terutama dari sudut lokasi.Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi saran kesehatan menjadi sangat penting.
d.   Mudah dijangkau
Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dijangkau oleh masyarakat.Pengertian keterjangkauan yang dimaksudkan disini terutama dari sudut biaya.Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan ekonomi masyarakat.
e.    Bermutu
Syarat pokok kelima pelayanan kesehatan yang baik adalah yang bermutu. Pengertian mutu yang dimaksudkan disini adalah yang menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan di pihak lain tata cara penyelenggaranya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

C.  Tindakan Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut
1.    Pencegahan Karies
a.       Hilangkan Plak Bakteri
Secara teoritis permukaan gigi yang bebas plak tidak akan menjadi karies. Tetapi penghilangan total plak secara teratur bukanlah pekerjaan mudah. Untungnya tidak semua kuman dalam plak mampu meragikan gula sehingga tidaklah mustahil untuk mencegah karies dengan jalan mengurangi kuman yang kariogeniknya (Edwina, 1991).
Karena karies timbul pada tempat dimana ada plak, maka penyikatan gigi yang benar dibantu oleh pembersihan interdental dengan benang gigi merupakan cara pencegahan yang baik. Oleh sebab itu, menghilangkan plak merupakan pekerjaan yang merepotkan dan sangat menyita waktu sehingga hampir tidak seorangpun yang berhasil melakukannya dengan baik (Schuurs, 1992).
Menyikat gigi pada malam hari sangat penting dan juga banyak dilupakan,  karena sisa-sisa makanan yang dikunyah pada siang hari berkumpul, terselip disela-sela gigi dan siap dihancurkan oleh bakteri. Pada malam hari air ludah yang keluar sedikit oleh sebab itu makanan jadi menempel. Maka sikatlah gigi dua kali sehari dan juga lakukan pemijatan ringan pada gusi dan berkumurlah dengan air tawar). Dan jangan lupa periksalah gigi ke dokter gigi selama 6 bulan sekali (Srigupta, 2004).
b.      Hilangkan Substrat Karbohidrat
Tidak perlu dilakukan menghilangkan secara total karbohidrat dari makanan kita. Yang diperlukan hanyalah mengurangi frekuensi konsumsi gula dan membatasinya pada saat makan saja. Hal ini dianggap cara pencegahan yang paling efektif (Edwina, 1991).
c.       Tingkatkan ketahanan gigi
Email dan dentin yang terbuka dapat dibuat lebih resisten terhadap karies dengan memaparkannya terhadap fluor secara tepat. Pit dan fisur yang dalam dapat dikurangi kerentanannya dengan menutupnya memakai resin (Edwina, 1991).
d.      Obat kumur
Klorheksidin adalah bahan yang dapat mengatasi plak secara efektif. Berkumur dua kali sehari dengan larutan 0,2% klorheksidin dapat sangat mereduksi kenaikan karies. Pengaruh antibakterial berlangsung beberapa jam, karena terjadi ikatan, kemungkinan pada selaput lendir mulut, mungkin juga pada pelikel diikuti oleh pelepasan yang lambat. Beberapa penderita mengeluh tentang rasanya yang pahit, kehilangan rasa dan hampir semua mengeluh tentang menjadi hitamnya gigi geligi (Schuurs, 1992).

2.      Perawatan Karies
Pada dasarnya, terjadi lubang gigi dapat dihentikan melalui perawatan. Seperti halnya karies dini dapat dihentikan menggunakan laser. Sedangkan karies gigi kecil perlu dideteksi dengan alat dan rontgen gigi. Dan karies gigi besar yang terlihat mata, dapat dilakukan perawatan dengan alat secara langsung.
Jenis perawatan pun dapat dilakukan secara bervariasi, tergantung tahap kerusakan yang terjadi. Jika lubang gigi mencapai email dan dentin, maka dilakukan penambalan. Sedangkan struktur gigi yang rusak dibuang dengan pengeboran, dan setelah lubang bersih kemudian dimasukkan bahan penambal.
Lubang yang dangkal tapi besar dapat dirawat dengan inlayonlay (logam tuang yang dipasang permanen untuk merestorasi kerusakan gigi yang luas). Namun, bila kerusakan telah mencapai pulpa, perlu dilakukan perawatan saluran akar (terapi endodontik).
Tahap perawatan saluran akar yaitu mengangkat sel saraf yang telah terinfeksi dan membersihkan salurannya dan mengisinya dengan bahan pengisi saluran akar. Tindakan ini kemudian dilanjutkan dengan pembuatan restorasi pada bagian mahkota sesuai besar kerusakan yang terjadi. Pembuatan mahkota tiruan (jacket crown) yaitu, gigi tiruan permanen yang berfungsi merestorasi struktur gigi yang rusak dengan membungkus gigi tersebut, dapat dilakukan jika kerusakan cukup besar yang meliputi sebagian besar permukaan gigi.
Pada intinya, jika struktur gigi sehat yang tersisa setelah pengeboran tidak cukup, bahan tambal tidak dapat bertahan melekat pada gigi. Pencabutan gigi adalah tindakan terakhir apabila kerusakan yang terjadi terlalu besar dan struktur gigi yang tersisa tidak dapat direstorasi lagi.
Beberapa metode baru untuk mengurangi rasa sakit saat pengeboran gigi, kini telah dikembangkan, laser adalah salah satunya, atau menggunakan anastesi (bius lokal) atau juga obat-obatan lainnya terkadang dibutuhkan untuk mengurangi rasa sakit selama pengeboran. Pada rasa sakit yang timbul karena rasa takut pada perawatan gigi, anastesi dengan gas nitro oksida kadang dibutuhkan (Pratiwi, 2007).




BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.  Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu untuk mengetahui kejadian karies  gigi ditinjau dari faktor luar penyebab terjadinya karies pada Ibu di Desa Beureuleung kecamatan Grong-Grong Kabupaten Pidie tahun 2012.

B.  Tempat dan Waktu Penelitian
1.    Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Beureuleung Kecamatan Grong-Grong Kabupaten Pidie Tahun 2012.
2.    Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November tahun 2012.

C.  Populasi dan Sampel
1.    Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Ibu Masyarakat Desa Beureuleung Kecamatan Grong-Grong dengan jumlah populasi 124 orang.
2.    Sampel
Sampel dalam penelitian ini menggunakan Accidental Sampling yaitu berdasarkan kasus yang kebetulan ada yang berjumlah 79 orang.

D.  Instrumen Penelitian
Kuesioner, digunakan untuk mengetahui sejauh mana perilaku ibu tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.

E.  Teknik Pengumpulan Data
1.    Data Primer
Data ini diperoleh langsung dengan mewawancarai responden melalui kuesioner dan pemeriksaan kebersihan gigi dan mulut ibu di desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong Kabupaten Pidie tahun 2012
2.    Data Sekunder
Data ini diperoleh dari data masyarakat Desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong dan data Puskesmas Grong-grong Tahun 2011.

F.   Pengolahan dan Analisa Data
Setelah mengumpulkan data melalui kuesioner dan pemeriksaan, dilakukan pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.    Editing
Dimaksudkan untuk memperoleh data yang didapat, kemudian mengolahnya dengan baik sehingga menghasilkan informasi yang benar, kegiatan yang dilakukan berupa mengkoreksi kesalahan-kesalahan dalam pengisian dan pengambilan data.
2.    Coding
Usaha yang dilakukan yaitu memberi kode jawaban dengan angka atau kode tertentu, sehingga lebih mudah dan sederhana.
3.    Tabulating
Data yang diperoleh dikelompokkan dan ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, sedangkan hasil observasi langsung berbentuk data kuantitatif yang nantinya akan dianalisa, kemudian disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.
4.    Analisa Data
Dilakukan dengan metode deskriptif untuk masing-masing variabel penelitian dengan menggunakan frekuensi distribusi berdasarkan persentase  dari masing-masing variabel.

                                                                                                     
G. Penyajian Data
Dari hasil penelitian tiap-tiap variabel dapat disajikan dalam bentuk tabel    distribusi frekuensi.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A.  Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tanggal 27 November s/d 30 November 2012 yang dilakukan pada ibu di desa Beureuleung kecamatan grong-grong kabupaten pidie dengan jumlah sampel 79 responden. Hasil penelitian diperoleh sebagai berikut:

1.      Data Umum
a.    Data Demografi
Desa Beurueleung mempunyai 3 dusun yaitu, Dusun Baroh, Dusun Teungoh Dan Dusun Teunong. dengan jumlah penduduk sebesar 853 jiwa, jumlah laki-laki sebanyak 379 (44%) dan perempuan sebanyak 474 (56%) dengan jumlah kartu keluarga (KK) sebanyak 124 KK.
b.    Keadaan geografis
Batas –batas wilayah desa Beureuleung adalah sebagai berikut:
-       Sebelah Barat berbatasan dengan Gampong Meunasah Paya
-       Sebalah Timur berbatasan dengan Gampong Meunasah Pangge
-       Sebelah Utara berbatasan dengan Gampong Meunasah Teungoh
-       Sebelah Selatan berbatasan dengan Gampong Meunasah Gle
c.       Fasilitas yang ada didesa Beureuleung
Desa beureuleung hanya mempunyai 1 meunasah dan 1 lapangan voli dihalaman meunasah.
Hasil penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan jumlah sampel 79 responden yaitu ibu di desa Beureuleung Kecamatan Grong-Grong Kabupaten Pidie, hasil diperoleh sebagai berikut:

2. Data Khusus
Adapun hasil penelitian yang dilakukan di desa Beureuleung Kecamatan Grong-Grong Kabupaten Pidie adalah sebagai berikut:



1)   Hasil Status Karies Gigi
Distribusi frekuensi responden berdasarkan status karies gigi dapat dilihat pada tabel berikut;
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Karies Ibu
di Desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong
Kabupaten Pidie Tahun 2012

No
Kategori
Frekuensi
%
1
Sangat rendah (0,0-1,1)
5
6,33
2
Rendah (1,2-2,6)
7
8,86
3
Sedang (2,7-4,4)
13
16,46
4
Tinggi (4,5-6,5)
43
54,43
5
Sangat tinggi > 6,6
11
13,92
Jumlah
79
100

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa status karies pada ibu di desa Beureuleung status karies paling dominan pada kategori Tinggi yaitu  43 responden  (54,43%).

2). Faktor Luar
a.         Keturunan

Distribusi frekuensi responden berdasarkan faktor keturunan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Keturunan Ibu
di Desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong
Kabupaten Pidie Tahun 2012

No
Pertanyaan
Jawaban
F
%
1
Ayah anda mempunyai susunan gigi yang berjejal/berlapis
a.         Ya
b.         Tidak
0
79
0
100
2
Ibu anda mempunyai susunan gigi berjejal/berlapis
a.       Ya
b.      Tidak
63
16
79,75
20,25

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa responden yang mempunyai susunan gigi yang berjejal dan ibunya juga yang mempunyai susunan gigi berjejal  yaitu 63 responden (79,75%).

b.      Lingkungan.

1.    Air yang diminum

Distribusi frekuensi responden berdasarkan kadar air yang dikonsumsi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Air Yang Dikonsumsi Ibu Di Desa Beureuleung Kecamatan Grong-Grong
Kabupaten Pidie Tahun 2012

No
Pertanyaan
Jawaban
F
%
1.       
Air yang anda  gunakan untuk dikonsumsi
a.       Air Sumur
b.      Air PDAM
c.    Air Hujan
79
-
-
100
-
-

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa semua responden (100%) menggunakan air sumur untuk dikonsumsi.

2.    Pendidikan

Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu
 di desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong
Kabupaten Pidie Tahun 2012

No
Kategori
Frekuensi
%
1
SD
47
59,5
2
SMP
19
24
3
SMA
11
14
4
Sarjana/Diploma
2
2,5
Jumlah
79
100

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa pendidikan ibu didesa Beureuleung yang paling dominan adalah ibu dengan pendidikan rendah (SD) yaitu sebanyak  47 responden  (59,5%).





3.    Pekerjaan
Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pekerjaan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu
di Desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong
Kabupaten Pidie Tahun 2012

No
Kategori
Frekuensi
%
1
Petani
50
63,3
2
Swasta
5
6.32
3
Ibu Rumah Tangga
23
29,11
4
PNS
1
1,27
Jumlah
79
100

Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa pekerjaan ibu didesa beureuleung yang paling dominan adalah ibu dengan pekerjaan sebagai petani sebanyak 50 responden (63,3%).

4.    Penghasilan
Distribusi frekuensi responden berdasarkan Tingkat penghasilan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan penghasilan Ibu di Desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong
Kabupaten Pidie Tahun 2012

No
Pertanyaan
Jawaban
F
%
1
Penghasilan keluarga anda selama ini.
a.    < Rp. 1000000
b.    Rp 1000000 – Rp 3000000
c.    > Rp 3000000

55
21
3
69,62
26,58
3,8

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa 55 responden (69,62%) berpenghasilan < Rp 1000.000.



c.    Perilaku

Distribusi frekuensi responden berdasarkan faktor perilaku dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Perilaku Ibu di Desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong
Kabupaten Pidie Tahun 2012

No
Pertanyaan
                 Jawaban
Frekuensi
%
1
Penyakit lubang gigi adalah...
a. Rusaknya jaringan gigi yang mengenai permukaan gigi
b.  Gusi sakit dan bengkak
c. Gigi tidak bisa dipergunakan lagi
21



49

9
26,58



62,02

 11,4
2
lubang gigi dapat terjadi....
a.    Anak-anak
b.   Semua umur
c.    Orang dewasa saja
18
51
10
22,8
64,55
12,65
3
Sebaiknya dalam setahun memeriksakan  kesehatan gigi....
a.    2 kali setahun atau 6 bulan sekali
b.   1 kali setahun
c.    Ketika sakit saja

7

9
63
8,86

11,4
79,74
4
Untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut, kita perlu memeriksakan ke puskesmas/dokter 6 bulan sekali....
a.   Setuju
b.Tidak Setuju
c.   Kurang Setuju
8
66
5
10,12
83,55
6,33
5
Makanan yang baik untuk kesehatan gigi dan mulut adalah makanan yang berserat dan banyak mengandung air...
a.   Setuju
b.  Tidak Setuju
c.   Kurang Setuju
63
9
7
79,74
11,4
8,86
6
Apabila sudah ada kelainan dalam mulut, kita harus memeriksakan ketempat pelayanan kesehatan gigi...
a.   Setuju
b.  Tidak Setuju
c.   Kurang Setuju
67
5

7
84,81
6,33

8,86
7
Waktu anda menggosok gigi...
a.    Pagi sesudah makan dan malam sebelum tidur
b.    Waktu mandi saja
c.    Setiap berpergian saja
11


65
3
13,9


82,3
3,8
8
Bila sakit gigi Anda berobat ..
a.    Puskesmas/Pustu
b.    Perawat umum/mantri
c.    Alternatif (paranormal dan dukun).
53
9

17
67,1
11,4

21,5
9
Anda periksa gigi menunggu saat sakit saja?
a.    Ya
b.    Tidak
79
0
100
0
10
Dalam melakukan perawatan gigi, Anda diharuskan kembali lagi dalam waktu 3 hari?
a.       Tidak datang dikarenakan tidak sakit lagi
b.      Datang jika gratis
c.       Datang kembali
        19


7
53

24,04


8,86
67,1


Berdasarkan tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa yang memeriksakan gigi dalam setahun ketika sakit saja sebanyak 63 responden (79,74%) dan sebanyak 66 responden (83,55%) tidak setuju untuk memeriksakan gigi ke puskesmas/dokter gigi 6 bulan sekali sedangkan menggosok gigi waktu mandi saja sebanyak 65 responden (82,3%).

d.   Pelayanan Kesehatan

Distribusi frekuensi responden berdasarkan faktor pelayanan kesehatan dapat dilihat pada tabel  berikut :
Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Pelayanan Kesehatan Ibu di Desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong
Kabupaten Pidie Tahun 2012

No
Pertanyaan
Jawaban
Frekuensi
%
1
Di lingkungan tempat tinggal anda terdapat sarana pelayanan kesehatan?
a.    Ya
b.    Tidak

79
0
100
0

2
Anda bisa mendapatkan tempat pelayanan kesehatan gigi dan mulut?
a.    Puskesmas/Pustu
b.    Perawat umum/mantri
c.    Alternatif (Tukang gigi, paranormal dan dukun)
51

10


18
64,55

12,65


22,8
3
Ada hambatan dari rumah Anda ketempat pelayanan kesehatan?
a.    Ya
b.    Tidak

11
68
14
86

4
Biaya yang harus Anda bayarkan, sudah terjangkau.
a.    Ya
b.    Tidak

69
10
87,35
  12,65
5
Anda mendapatkan penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut?
a.    Ya
b.    Tidak

0
79
0
100

Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden tidak mendapatkan penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut sebanyak 79 responden (100%).

B.       Pembahasan
Berdasarkan hasil studi kasus yang telah dilakukan terhadap 79 responden pada ibu di Desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong Kabupaten Pidie Tahun 2012  didapatkan faktor – faktor  luar yang dapat menyebabkan karies.

1.    Kejadian Karies Gigi Ditinjau dari Faktor Keturunan
Menurut Hendrik L. Blum (1974, cit Notoadmodjo, 2003) karies gigi disebabkan oleh berbagai faktor luar, pertama faktor keturunan. Keturunan merupakan faktor penyebab terjadinya karies , pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa reponden yang menjawab mempunyai susunan gigi berjejal/berlapis yang dipengaruhi dari susunan gigi berjejal/berlapis ibunya sebanyak 63 responden (79,75%). Menurut penulis dari data tersebut dapat diketahui bahwa responden yang mempunyai gigi berjejal ternyata berasal dari keturunan, sehingga penderita keturunan gigi berjejal turut ikut menjadi pemicu terjadinya karies pada seseorang, karena individu yang mempunyai gigi berjejal, daerah tersebut sulit dibersihkan sehingga akan lebih mudah terkena karies. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Muhler, (1954); Scharrnschula, (1972); Bandlish, (1984); Uchimura, (1984). Semua menyimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai gigi yang berjejal lebih banyak menderita karies daripada yang mempunyai susunan gigi yang baik (Suwelo, 1992).
Gangguan-gangguan dini yang timbul pada proses pertumbuhan disebabkan oleh tidak adanya tanda dari pihak gen pada waktu yang tepat dan ketidakmampuan sel-sel yang bersangkutan untuk bereaksi secara benar, oleh sebab itu pertumbuhan benih gigi dapat juga berhenti (Antini, 2001).

2.    Kejadian Karies Gigi Ditinjau dari Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga dapat menyebabkan karies pada seseorang mulai dari lingkungan fisik (air yang diminum), pendidikan, pekerjaan dan sosial ekonomi (penghasilan).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu sebagian besar yaitu Sekolah Dasar (SD) sebanyak 47 responden (59,5%), pendidikan merupakan peran penting dalam proses tumbuh kembang seluruh kemampuan dan perilaku manusia. Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki atau sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Pengetahuan yang cukup dan memadai diharapkan akan terbentuk sikap yang tercermin dalam bentuk tindakan, meskipun terkadang ada juga kecendrungan orang yang memperlihatkan sikap dan tindakan yang berlawanan dengan pengetahuannya (Kuncoroningrat 1997).
Penghasilan juga dapat mempengaruhi terjadinya karies dimana hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari responden mempunyai penghasilan Rata- rata perbulan < Rp 1.000.000. penulis berasumsi bahwa ibu yang mempunyai pekerjaan sebagai petani cenderung mempunyai penghasilan yang kurang sehingga untuk mendapatkan perawatan bagi dirinya kurang diperhatikan. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Houwick, B (1993) bahwa keadaan sosial ekonomi yang rendah sangat berhubungan dengan tingginya karies, responden yang berpenghasilan sedang kurang dapat mencukupi kebutuhan hidupnya apalagi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Tingkat penghasilan responden sangat berhubungan dengan pemamfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan penyakit. Seseorang kurang memamfaatkan pelayanan kesehatan yang ada karena kurang mempunyai cukup uang untuk membeli obat, membayar transpor, dan sebagainya.

3.    Kejadian Karies Gigi Ditinjau dari Faktor Perilaku
Faktor  yang dapat menyebabkan karies gigi terhadap  responden pada ibu di Desa Beureuleung adalah faktor perilaku yang ditinjau dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Berdasarkan tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa yang memeriksakan gigi dalam setahun ketika sakit saja sebanyak 63 responden (79,74%) dan sebanyak 66 responden (83,55%) tidak setuju untuk memeriksakan gigi ke puskesmas/dokter gigi 6 bulan sekali sedangkan menggosok gigi waktu mandi saja sebanyak 65 responden (82,3%).
  Notoatmodjo (2003) cit Fankari (2004), menjelaskan bahwa penyebab timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat salah satunya adalah faktor perilaku atau sikap mengabaikan kebersihan gigi dan mulut. Menurut penulis pengetahuan sangat berkaitan dengan pengalaman dan informasi yang diterima, terutama tentang penyakit karies, pengetahuan yang tinggi merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu atau indera penglihatan dan pendengaran (Notoatmodjo, 2003).
Kepercayaan seseorang terhadap kerentanan dirinya dari suatu penyakit dan potensi penyakit, akan menjadi dasar seseorang melakukan tindakan pencegahan atau pengobatan terhadap penyakit tersebut. Menurut Rosenstock (1982 cit. Lilik, 2004), faktor-faktor yang mempengaruhi suatu tindakan, yaitu : 1). Perceived susceptibility, yaitu persepsi individu tentang kemungkinannya terkena suatu penyakit; 2). Perceived seriousness, yaitu persepsi individu tentang beratnya penyakit tersebut yaitu risiko penyakit; 3). Perceived benefits, yaitu persepsi seseorang terhadap keuntungan yang diperoleh dalam bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakit; 4). Perceived barriers, persepsi seseorang terhadap hambatan-hambatan dalam bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakit.

4.    Kejadian Karies Gigi Ditinjau dari Faktor Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan faktor terpenting dalam menentukan kesehatan seseorang khususnya kesehatan gigi. Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden tidak mendapatkan penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut sebanyak responden (100%) ternyata pelayanan kesehatan yang berupa penyuluhan masih sangat kurang di Desa Beureuleung karena tidak ada kader atau petugas kesehatan yang memberi penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut. Padahal penyuluhan kepada masyarakat sangatlah penting terutama masalah kesehatan khususnya kesehatan gigi dan mulut, karena dengan adanya diberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut, masyarakat dapat menambah informasi dan pengetahuan serta bisa menumbuhkan kesadaran pada masyarakat mengenai pentingnya menjaga kesehatan khususnya kesehatan gigi dan mulut (Azwar, 1998).
Pelayanan kesehatan merupakan upaya yang diselenggarakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah (preventif), menyembuhkan penyakit (kuratif) dan memulihkan kesehatan perorangan (rehabilitatif), keluarga, kelompok, dan masyarakat (Depkes, 1992).



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
Hasil penelitian tentang kejadian karies gigi ditinjau dari faktor luar penyebab karies pada Ibu di desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong  Kabupaten Pidie Tahun 2012, dapat disimpulkan bahwa yang paling dominan yaitu :
1.      Faktor Perilaku dimana didapatkan bahwa yang memeriksakan gigi dalam setahun ketika sakit saja sebanyak 63 responden (79,74%) dan sebanyak 66 responden (83,55%) tidak setuju untuk memeriksakan gigi ke puskesmas/dokter gigi 6 bulan sekali sedangkan menggosok gigi waktu mandi saja sebanyak 65 responden (82,3%).
2.      Faktor lingkungan juga berkaitan dengan Karies, pendidikan ibu didesa Beureuleung yang paling dominan adalah ibu dengan pendidikan rendah (SD) yaitu sebanyak  47 responden  (59,5%).
3.      Dari 79 responden (100%) yang diteliti tidak mendapatkan penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut.

B.       Saran
1.    Bagi Responden
a.    Kepada ibu diharapkan lebih memperhatikan kebersihan gigi dan mulut serta memeriksa gigi 2 kali dalam setahun ke dokter gigi atau puskesmas agar dapat mencegah terjadinya karies dan menyikat gigi minimal 2x sehari setelah sarapan pagi dan sebelum tidur malam untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut sehingga tercapainya derajat kesehatan gigi dan mulut yang optimal, serta hendaknya memperbanyak informasi untuk meningkatkan pengetahuan terutama informasi kesehatan khususnya kesehatan gigi dan mulut untuk meningkatkan kesadaran dalam memelihara dan menjaga kesehatan gigi dan mulut.



2.      Bagi Petugas Kesehatan
Kepada petugas kesehatan seperti dokter gigi, perawat gigi dan tenaga kesehatan umum hendaknya lebih sering memberikan penyuluhan kesehatan dan khususnya kesehatan gigi dalam melakukan pencegahan terjadinya karies gigi pada masyarakat.
3.      Bagi Peneliti
Tujuan dan harapan dari peneliti ini adalah untuk lebih melihat faktor luar penyebab karies.






DAFTAR PUSTAKA


Anonim, 2008. www.lifestyle,okezone.com read 2008 12/02/27/169793/27/ Gigi Kurang bersih picu terjadinya karies. Diakses tanggal 23 Mei 2012.

Azwar, A., 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Ed. 3, Bina Rupa Aksara, Jakarta

Dahlan., 2008. Mengembangkan Klinik Gigi yang Efektif dan Efisien. Zaeni For Oral Health. http//www.google.co.id.

Depkes, 2000. Pedoman Upaya Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Puskesmas. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

--------, 2009. Undang-Undang Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Hamsafir, Evan, 2010. Definisi Karies Gigi, (Online), diakses tanggal 25 Mei 2011. http://www.infogigi.com/karies-akar/definisi-mengenai-karies-gigi-html.

Herijulianti, dkk, 2001. Pendidikan Kesehatan Gigi Keluarga, EGC. Jakarta.

Houwink, B, dkk, 1993. Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan, UGM. Yogyakarta.

Kemenkes, RI., 2010 , Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Sekolah Luar biasa (SLB) Bagi Petugas Kesehatan, http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2011/01/PEDOMAN-YANKES-ANAK-DI-SLB-BAGI-PETUGAS-KESEHATAN.pdf

Kidd, Edwina A.M, dkk, 1991. Dasar-dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya, EGC. Jakarta.

Kuncoroningrat,1997.http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/2005.pdf. Diakses pada tanggal 08/08/2012.
Melur, Tetti., 2004, Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Karies Gigi pada Ibu-Ibu Rumah Tangga Usia 20 sampai 45 Tahun di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan, Skripsi. Fakultas Universitas Sumatra Utara, Medan.
Notoatmodjo, S., 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan , PT Asdi Mahasatya, Jakarta.

Pratiwi, D., 2007, Gigi Sehat Merawat Gigi Sehari-hari., Hal : 23-24, 27-28, Gramedia, Jakarta.

Riskesdas., 2007, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. http://kesehatan.kebumenkab.go.id/data/lapriskesdas.pdf

Schuurs., 1992, Patologi Gigi-Geligi Kelainan-Kelainan Jaringan Keras Gigi, Hal : 158-162, Gadjah Mada University Press.

Srigupta, A.A., 2004, Perawatan Gigi dan Mulut, Hal : 2, 99, Jakarta.

Suwelo, I.E., 1992, Karies Gigi Pada Anak Dengan Pelbagai Faktor Etiologi, Hal: 23, EGC, Jakarta.

Wales, jimmy., 2005, Pendiri Wikipedia .www.google.co id, 29 oktober 2012

0 komentar:

Posting Komentar