BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan di bidang kesehatan
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
msyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investigasi bagi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Upaya kesehatan adalah
setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu,
terintergrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit
dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah atau masyarakat (Depkes, 2009).
Sistem
pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam meningkatkan derajat
kesehatan, melalui sistem ini tujuan pelayanan kesehatan dapat tercapai secara
efektif, efisien, dan tepat sasaran. Keberhasilan sistem pelayanan kesehatan
tergantung dari berbagai komponem yang masuk dalam pelayanan kesehatan
diantaranya perawat, dokter, atau tim kesehatan lainnya yang satu dengan yang
lainnya saling menunjang. Pelayanan keperawatan bagian penting dalam pelayanan
kesehatan (Hidayat, 2002).
Kesehatan
gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan
mempengaruhi kesehatan tubuh secara keseluruhan. Gigi merupakan salah satu
bagian tubuh yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan
bentuk muka. Mengingat kegunaannya yang demikian penting maka penting untuk
menjaga kesehatan gigi dan mulut sedini mungkin agar dapat bertahan lama dalam
rongga mulut. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih jauh dari
harapan, hal ini terlihat dari penyakit gigi dan mulut yang masih diderita oleh
90% penduduknya. Penyakit gigi dan mulut
yang banyak diderita masyarakat di Indonesia adalah penyakit periodontal dan
karies gigi (Antasari, 2005).
Tingginya prevalensinya karies gigi serta belum berhasilnya usaha untuk
mengatasi, mugkin disebabkan oleh faktor-faktor distribusi penduduk,
lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan gigi serta keturunan dalam
masyarakat indonesia. Usaha untuk mengatasinya sampai sejauh ini pun belum
menunjukkan hasil nyata bila di ukur dengan indikator kesehatan gigi masyarakat
yaitu prevalensi karies gigi (Anonim, 2008).
Karies
gigi dapat menyerang seluruh lapisan
masyarakat dan merupakan penyakit gigi yang
paling banyak diderita oleh sebagian besar
penduduk Indonesia. Penyebab karies gigi
adalah adanya interaksi dari berbagai
faktor, diantaranya adalah faktor perilaku
dalam memelihara kebersihan gigi dan mulut, faktor diet, atau
kebiasaan makan dan faktor ketahanan dan
kekuatan gigi (WHO cit
Fankari, 2004).
Derajat
kesehatan masyarakat dipengaruhi 4 faktor utama, yakni: keturunan, lingkungan,
perilaku dan pelayanan kesehatan. Karena itu upaya untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat harus ditujukan kepada 4 faktor utama
tersebut secara bersama- sama. Pendidikan atau promosi kesehatan pada
hakikatnya adalah upaya intervensi yang ditujukan kepada faktor perilaku, namun
pada kenyataannya 3 faktor yang lain perlu intervensi pendidikan atau promosi
kesehatan juga, karena perilaku juga berperan pada faktor tersebut. Apabila
lingkungan baik dan sikap masyarakat positif maka lingkungan dan fasilitas
tersebut niscaya akan dimamfaatkan atau digunakan oleh masyarakat, perilaku
merupakan determinan kesehatan sedangkan promosi kesehatan adalah suatu bentuk
intervensi terhadap perilaku (Notoadmodjo, 2003).
Terwujudnya
derajat kesehatan gigi masyarakat termasuk kesehatan gigi kepala keluarga tidak
terlepas dari upaya pelayanan kesehatan gigi yang bermutu dan bersahabat.
Artinya petugas pelayanan kesehatan mampu memberikan pelayanan dengan ikhlas,
terjangkau dan professional, sehingga masyarakat atau kepala keluarga mempunyai
keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan
penyakitnya. Hal ini disebabkan karena setiap individu mempunyai kecenderungan
untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda, tergantung pada
struktur sosial, gaya hidup yang
akhirnya berpengaruh pada perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan (Retno dkk, 2002).
Kesehatan gigi
dan mulut dalam sebuah keluarga masih sangat ditentukan oleh pendidikan, kesadaran,
sikap dan perilaku ibu. Ibu-ibu merupakan tokoh kunci dalam keluarga karena
berperan penting dalam pendidikan dan perilaku kesehatan keluarga yang sangat
mempengaruhi perilaku kesehatan dirinya dan keluarga. Kurangnya pengetahuan
mengenai kesehatan gigi dan ketidaktahuan akan bahaya penyakit gigi karena
rendahnya tingkat pendidikan akan menyebabkan masyarakat tidak memanfaatkan
pelayanan kesehatan gigi yang ada. Rendahnya tingkat pemanfaatan terhadap
pelayanan kesehatan gigi ini akan memberikan kontribusi terhadap buruknya
status kesehatan gigi (Melur,
2004).
Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007, menunjukkan
prevalensi penduduk bermasalah gigi dan mulut sebesar 30,5%. Sebesar 59,1%
penduduk umur 12 tahun keatas, mengalami karies pada giginya yang belum
ditangani/karies aktif untreated, pada laki-laki 41,2% dan perempuan 40,9%,
diperkotaan 39,5% dan diperdesaan 41,5% prevalensi karies aktif meningkat
dengan bertambahnya umur dan mencapai 51,0% pada golongan umur 35-44 tahun
kemudian menurun lagi menjadi 28,0% pada umur 65 tahun keatas.
Berdasarkan
Laporan Puskesmas Grong-grong tahun 2011, jumlah kunjungan sebanyak 354 orang dimana jumlah
kunjungan anak anak sebanyak (34 %),
lansia sebanyak (9%) dan orang dewasa sebanyak (57%) dimana yang berjenis
kelamin laki- laki (41%) dan yang berkelamin perempuan (59%). karies
pada perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini disebabkan
erupsi gigi perempuan lebih lama dalam mulut. Akibatnya gigi perempuan akan
lebih lama berhubungan dengan faktor
resiko terjadinya karies(Suwelo,1992).
Dimana jumlah penyakit Karies Gigi dan Penyakit
Pulpa sebanyak 31%, Penyakit Periodontal sebanyak 23%, Abses sebanyak 13%, persistensi sebanyak 28% dan lain-lain sebanyak 5%.
Berdasarkan
hasil pemeriksaan karies yang telah dilakukan pada 79 ibu, didapatkan bahwa
dari 79 ibu yang menderita
karies dengan kategori sangat rendah sebanyak 5 orang (6,33%), rendah sebanyak 7 orang (8,86 %), sedang sebanyak 13 orang (16,46%), tinggi sebanyak 43 orang (54,43%), dan sangat tinggi
sebanyak 11
orang (13,92%). Berdasarkan hasil pemeriksaan diatas dapat dilihat
bahwa dari 79 ibu 54,43% masih
menderita karies dengan kategori tinggi.
Berdasarkan
uraian diatas peneliti ingin mengetahui Kejadian
karies gigi ditinjau dari faktor luar penyebab terjadinya karies pada
Ibu di Desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong Kabupaten Pidie
tahun 2012.
B. Tujuan
1.
Tujuan
Umum
Mengetahui
Kejadian Karies Gigi Ditinjau dari Faktor Luar
Penyebab
Terjadi Karies pada Ibu di
Desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong Kabupaten Pidie tahun 2012.
2.
Tujuan
Khusus
a.
Untuk mengetahui
penyebab terjadinya karies gigi ditinjau dari faktor
keturunan Ibu di
Desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong Kabupaten Pidie tahun 2012.
b.
Untuk mengetahui penyebab terjadinya
karies gigi ditinjau dari faktor lingkungan Ibu di Desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong Kabupaten Pidie
tahun 2012.
c.
Untuk mengetahui penyebab terjadinya karies gigi ditinjau dari faktor perilaku Ibu di Desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong Kabupaten Pidie
tahun 2012.
d.
Untuk mengetahui penyebab terjadinya karies gigi ditinjau dari faktor pelayanan
kesehatan pada Ibu di Desa Beureuleung
Kecamatan Grong-grong Kabupaten Pidie tahun 2012.
C. Mamfaat Penelitian
1.
Bagi Peneliti
Menambah wawasan
peneliti untuk mengembangkan diri dalam ilmu kesehatan masyarakat, khususnya
ilmu kesehatan gigi dan mulut.
2.
Bagi Jurusan
Hasil penelitian
ini dapat dipergunakan sebagai bahan referensi bagi mahasiswa Jurusan Kesehatan
Gigi Poltekkes Kemenkes Aceh Banda Aceh.
3.
Bagi Desa
Dapat memberi
masukan bagi masyarakat pada upaya pencegahan dan perawatan gigi berlubang atau
karies gigi.
4.
Bagi Responden.
Memberikan
informasi dan pengetahuan tentang kesehatan gigi yang berguna untuk seluruh
anggota keluarganya.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Karies
Gigi
1.
Pengertian
Karies Gigi
Karies merupakan suatu penyakit jaringan
keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh kavitas suatu
jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan, di tandai dengan
adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan
bahan organik sehingga menyebabkan nyeri (Kidd, dkk, 1991). Sementara menurut
Schuurs (1992), karies gigi adalah suatu proses kronis yang dimulai dengan
larutnya mineral email, sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email
dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari subtrat
(medium makanan bagi bakteri), yang mengakibatkan timbul destruksi
komponen-komponen organik dan akhirnya terjadi kavitasi atau pembentukan
tulang.
Karies gigi (kavitasi) adalah daerah
yang membusuk di dalam gigi yang terjadi akibat suatu proses
yang secara bertahap melarutkan email (permukaan gigi sebelah luar yang keras)
dan terus berkembang ke bagian dalam gigi (Hamsafir, 2010).
2. Gejala Karies
Menurut Pratiwi (2007), gejala karies (gigi berlubang) pada umumnya adalah
: 1). Sakit gigi, gigi menjadi sensitif setelah makan dan minum manis, asam,
panas atau dingin; 2). Terliha atau terasa adanya lubang pada gigi; 3). Bau
mulut (halitosis).
3.
Patogenesis
Karies Gigi
Menurut Yuwono (1993), enzim dalam air ludah
seperti amilase, maltosa
akan mengubah polisakarida menjadi glukosa
dan maltosa. Glukosa akan
menguraikan enzim–enzim yang dikeluarlan oleh mikroorganisme terutama lactobacilus
dan streptococcus
akan menghasilkan asam susu dan asam laktat, maka pH rendah dari asam susu (pH
5,5) akan merusak bahan-bahan anorganik dari email (93 %) sehingga terbentuk
lubang kecil.
Bakteri
pada plak memerlukan makanan untuk kelangsungan hidupnya, makanan bakteri ini
berasal dari karbohidrat yang ada dalam makanan dan minuman kita.Kebanyakan
karbohidrat harus diolah dulu sebelum dapat dikonsumsi oleh manusia sehingga
menghasilkan sejenis karbohidrat yang disebut karbohidrat sederhana atau
sukrosa.Sukrosa mudah diserap oleh bakteri-bakteri pada plak, ampas dari
pengolahan sukrosa oleh bakteri plak adalah asam yang serupa dengan cuka. Asam
tersebut merusak email, membuat email keropos sehingga lambat laun akan timbul
lubang gigi. Kerusakan pada email ini terjadi karena asam melarutkan mineral
dari email atau demineralisasi (Hamsafir, 2010).
Secara
ringkas terjadinya karies gigi dapat digambarkan sbb :
|
|||||
|
|||||
Asam
Lubang pada gigi
4.
Indeks Karies Gigi
a. Indeks DMF-T
Indeks
DMF-T digunakan untuk pencatatan gigi permanen.Indeks DMF-T adalah indeks dari
pengalaman kerusakan seluruh gigi yang rusak, yang dicabut dan yang ditambal.
Tujuan dari indeks DMF-T adalah untuk menentukan jumlah total pengalaman karies
gigi pada masa lalu dan yang sekarang. Untuk pencatatan DMF-T dilakukan dengan
kriteria sebagai berikut :
1.
Setiap gigi dicatat
satu kali.
2.
D = Decay atau
rusak.
a.
Ada karies pada gigi dan restorasi.
b.
Mahkota gigi hancur karena karies gigi.
3. M = Missing atau hilang.
a. Gigi yang telah dicabut karena karies gigi.
b. Karies yang tidak dapat diperbaiki dan
indikasi untuk pencabutan.
4. F = Filled atau tambal.
a. Tambalan permanen dan sementara.
b. Gigi dengan tambalan tidak bagus tapi
tanpa karies yang jelas.
Perhitungan
DMF-T berdasarkan pada 28 gigi permanen, adapun gigi yang tidak dihitung adalah
sebagai berikut : 1).Gigi molar ketiga; 2).Gigi yang belum erupsi. Gigi disebut
erupsi apabila ada bagian gigi yang menembus gusi baik itu erupsi awal (clinical
emergence), erupsi sebagian (partial eruption) maupun erupsi penuh (full
eruption); 3).Gigi yang tidak ada karena kelainan congenital dan gigi
berlebih (supernumerary teeth); 4).Gigi yang hilang bukan karena karies,
seperti impaksi atau perawatan ortodontik; 5).Gigi tiruan yang disebabkan
trauma, estetik dan jembatan; 6).Gigi susu yang belum tanggal.
b.
Indeks def-t
Indeks def adalah
jumlah gigi sulung seluruhnya yang telah terkena karies. Tujuan dari indeks def
adalah untuk menentukan pengalaman karies gigi yang terlihat pada gigi sulung
dalam rongga mulut. Untuk pencatatan def-t dilakukan dengan kriteria sebagai
berikut :
1.
d = decayed /
rusak.
2.
e = indicated
for extracted / indikasi untuk pencabutan.
3.
f = filled / tambal.
Jumlah
gigi sulung yang ditambal pada permukaan yang tidak terdapat karies gigi.
Perhitungan
def-t berdasarkan pada 20 gigi sulung. Adapun gigi-gigi yang tidak dihitung
adalah sebagai berikut :1).Gigi yang hilang termasuk gigi yang belum erupsi dan
tidak ada karena kelainan genital; 2).Gigi supernumerary; 3).Gigi tiruan yang disebabkan bukan karena
karies gigi, tidak dihitung sebagai filled (tambalan).
WHO
memberikan kategori dalam perhitungan DMF-T dan def-t berupa derajat interval
sebagai berikut (Pine, 1997 cit. Anne,
2008) :
1. Sangat rendah : 0,0 – 1,1
2. Rendah : 1,2 – 2,6
3. Sedang : 2,7 – 4,4
4. Tinggi : 4,5 – 6,5
5. Sangat Tinggi : > 6,6
B. Faktor Penyebab Karies
Gigi
Adapun penyebab karies yaitu bakteri Streptococcus mutans dan Lactobacilli. Bakteri speifik inilah
yang mengubah glukosa dan karbohidrat pada makanan menjadi asam melalui proses
fermentasi. Asam terus diproduksi oleh bakteri dan akhirnya merusak sruktur
gigi sedikit demi sedikit. Kemudian plak
dan bakteri mulai bekerja 20 menit setelah makan (Pratiwi, 2007).
Selain itu, berbagai teori mengenai karies telah
dikemukakan,
(Newbrun 1997, citsuwelo, 1992) menambahkan teori 3 faktor utama penyebab
karies yang saling berinteraksi, diantaranya host (gigi dan saliva),
mikroorganisme, substrat serta faktor waktu sehingga menjadi 4 faktor penyebab karies, keempat faktor saling
berinteraksi dan salingmempengaruhi sehingga terjadi demineralisasi permukaan
email yang selanjutnya bila interaksi tetap berlangsung akan terjadi karies,
keempat faktor yang saling berkaitan dan mempengaruhi tersebut, dapat dilihat
pada gambar berikut :
Gambar 2.1 Penyebab Terjadinya Karies
1. Faktor Dalam
a. Faktor hospes (Gigi dan
Saliva)
1)
Gigi
Komposisi
gigi terlihat dari email dan dentin. Dentin adalah lapisan dibawah email.
Struktur email sangat menentukan dalam proses terjadinya karies. Kuat atau
lemahnya struktur gigi terhadap proses kerusakan karies dapat dilihat dari
warna, keburaman dan kelicinan permukaan gigi serta ketebalan email (Suwelo,
1992).
Menurut
Kidd (1991),kawasan-kawasan gigi yang memudahkan peletakan plak sehingga
menyebabkan karies yaitu :
a)
Pit dan Fisur pada
permukaan oklusal molar dan premolar, pit bukal molar dan pit palatal insisif.
b)
Permukaan harus
didaerah aproksimal sedikit dibawah titik kontak.
c)
Email pada tepisan di
daerah leher gigi sedikit diatas tepi gingival.
d)
Permukaan akar yang
terbuka merupakan daerah tempat melekatnya plak pada pasien dengan resesi
gingival karena penyakit periodentium.
e)
Tepi tumpatan terutama
yang kurang menempel.
f)
Permukaan gigi yang
berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan.
2)
Saliva
Saliva
adalah suatu cairan oral yang kompleks yang terdiri atascampuran sekresi dari
kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa mulut.Saliva mampu
meremineralisasikan karies yang masih dini karena masih banyak sekali
mengandung ion kalsium dan fosfat.Kemampuan saliva dalam melakukan
remineralisasi meningkat jika ion fluor. Selain mempengaruhi Phnya karena itu,
jika aliran saliva berkurang atau menghilang maka caries mungkin tidak akan
terkendali (Kidd, dkk, 1991).
Saliva merupakan
sistem pertahanan utama mulut dan gigi, berperan penting untuk melindungi
pajanan pada permukaan gigi. Saliva
melindungi gigi dengan menetralisir perubahan asam dalam mulut yang terjadi
misalnya sesaat sesudah mengkonsumsi makanan asam, berperan sebagai lubrikan,
menyebarkan kalsium, fosfat dan fluoride pada permukaan gigi, serta
membersihkan makanan dan bakteri dari mulut setelah makan. Jika saliva
berhenti melindungi gigi maka akan terjadi hal buruk antara lain berkurangnya
aktivitas pembersihan bakteri dan bekas makanan dari mulut, berkurangnya buffer
karena perubahan asam mulut, hingga aktivitas mulut menjadi semakin asam dan
selanjutnya akan memicu terjadinya perubahan struktur gigi karena karies. Rongga mulut mempunyai
kadar pH normal berada di angka 7, bila nilai pH jatuh pada angka 5,5berarti keadaannya sudah kritis
(Dentistrymolar, 2010).
Menurut
(Kidd, 1992) adapun kriteria pH saliva yaitu sebagai berikut :
- Hijau (normal) : 6,8-7,8
- Kuning (cenderung asam) : 6,0-6,6
- Merah (asam) :
5,5-5,8
b. Kebersihan
gigi dan mulut
Kondisi
oral hygiene (kebersihan gigi dan mulut) merupakan faktor pemicu terjadinya karies gigi. Mulut
merupakan pintu masuk ke dalam tubuh manusia, beraneka makanan dan minuman masuk kedalam tubuh manusia melalui mulut.
Jika seseorang mengabaikan kebersihan gigi dan mulutnya, maka sisa-sisa makanan
yang tidak dibersihkan akan menjadi sumber energi bagi bakteri-bakteri yang ada
di dalam mulut untuk merusak lapisan email. Bersih tidaknya mulut
seseorang,dapat dilihat dari ada tidaknya plak atau debris dan karang gigi
dalam mulutnya. Untuk menilai tingkat kebersihan gigi dan mulut seseorang,
dilakukan cara pemberian skor adanya plak atau debris dan karang gigi yang
menempel pada permukaan gigi. Indeks dari debris yang sering dipakai untuk
menilai tingkat kebersihan gigi dan mulut adalah Indeks Kebersihan Gigi dan
Mulut (OHIS =Oral Hygiene Indeks Simplified) yaitu pemeriksaan gigi dan mulut
dengan menjumlahkan “ Debris Indeks (DI) dan Calculus Indeks (CI)”
(Herijulianti, 2003).
Pemeriksaan
debris dan calculus dilakukan pada gigi tertentu dan pada permukaan tertentu
dari gigi tersebut, yaitu:
1. Gigi
M1 kanan atas pada permukaan bukal
2. Gigi
I1 kanan atas pada permukaan labial
3. Gigi
M1 kiri atas pada permukaan bukal
4. Gigi
M1 kiri bawah pada permukaan lingual
5. Gigi
I1 kiri bawah pada permukaan labial
6. Gigi
M1 kanan bawah pada permukaan lingual
Bila ada kasus salah satu dari gigi-gigi
tersebut tidak ada (telah dicabut/tinggal sisa akar), maka penilaian dilakukan
pada gigi-gigi pengganti yang sudah ditetapkan untuk mewakilinya, yaitu:
1.
Bila gigi M1 rahang
atas atau bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi M2 rahang atas/rahang
bawah.
2.
Bila gigi M1 dan M2
rahang atas atau bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi M3 rahang
atas/rahang bawah.
3.
Bila gigi M1 , M2 dan M3 rahang atas atau
bawah tidak ada, tidak dapat dilakukan penilainan.
4.
Bila gigi I1 kanan
rahang atas tidak ada, penilainan dilakukan pada gigi I1 kiri rahang atas.
5.
Bila gigi I1 kanan dan
kiri rahang atas tidak ada, tidak dapat dilakukan penilainan.
6.
Bila gigi I1 kiri
rahang bawah tidak ada, penilainan dilakukan pada gigi I1 kanan rahang bawah.
7.
Bila gigi I1 kanan dan
kiri rahang bawah tidak ada, tidak dapat dilakukan penilainan.
Bila terdapat kasus beberapa gigi
diantara keenam gigi yang seharusnya diperiksa tidak ada, debris indeks dan
calculus indeks masih dapat dihitung apabila terdapat paling sedikit terdapat
dua gigi yang dapat diperiksa.
Kriteria
Penilaian Debris dan Calculus Indeks
Tabel 2.1 Kriteria Penilaian Debris
NO
|
Kriteria
|
Nilai
|
1
|
Pada
permukaan gigi tidak ada debris atau perwarnaan ekstrinsik
|
0
|
2
|
a.
Pada permukaan gigi
terlihat, ada debris lunak yang menutupi permukaan gigi seluas 1/3 permukaan
atau kurang dari 1/3 permukaan.
b.
Pada permukaan gigi
terlihat, tidak ada debris lunak, tetapi ada perwarnaan ekstrinsik yang
menutupi permukaan gigi sebagian atau seluruhnya.
|
1
1
|
3
|
Pada
permukaan gigi yang terlihat, ada debris yang menutupi permukaan tersebut
seluas lebih dari 1/3 permukaan gigi, tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi.
|
2
|
4
|
Pada
permukaan gigi terlihat, ada debris yang menutupi permukaan tersebut seluas
lebih dari 2/3 permukaan atau seluruh permukaan gigi.
|
3
|
Tabel 2.2 Kriteria Penilaian Kalkulus
NO
|
Kriteria
|
Nilai
|
1
|
Tidak
ada karang gigi
|
0
|
2
|
Pada
permukaan gigi yang terlihat karang gigi supragingival
menutupi permukaan gigi kurang dari 1/3 permukaan gigi.
|
1
|
3
|
a.
Pada permukaan gigi
terlihat, ada karang gigi supragingival
yang menutupi permukaan gigi lebih dari 1/3 permukaan dan kurang dari 2/3 permukaan gigi.
b.
Sekitar bagian
servikal terdapat sedikit karang gigi subgingival
|
2
2
|
4
|
a.
Pada permukaan gigi
terlihat, ada karang gigi supragingival
yang menutupi permukaan gigi lebih dari 2/3 nya atau seluruh permukaan gigi.
b.
Pada permukaan gigi
ada karang gigi subgingival yang
menutupi dan melingkari seluruh bagian servikal.
|
3
3
|
Rumus
yang digunakan untuk menghitung debris indeks/calculus indeks dan OHI-S adalah:
|
Penilaian
OHI-S skor adalah sebagai berikut:
1.
Baik (good), apabila nilai berada diantara
0,0-1,2
2.
Sedang (fair), apabila nilai berada diantara
1,3-3,0
3.
Buruk (poor), apabila nilai berada diantara
3,1-6,0
2.
Faktor Luar
Penyebab Terjadinya Karies Gigi
Masalah
kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan
dengan masalah lain diluar kesehatan itu sendiri. Demikian pula pemecahan
masalah kesehatan gigi dan mulut, tidak hanya dilihat seluruh segi yang ada
pengaruhnya terhadap masalah ”sehat sakit” atau kesehatan gigi dan mulut itu
sendiri.
Dikaji
menurut Notoatmodjo, (2003) banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan dalam hal
ini kesehatan gigi dan mulut digambarkan sebagai berikut :
|
|||||
|
Gambar
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan
Keempat faktor tersebut
(keturuan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan) disamping berpengaruh
kepada kesehatan gigi dan mulut, juga saling berpengaruh satu sama lainnya.
Status kesehatan gigi dan mulut akan tercapai secara optimal bilamana keempat
faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal pula. Salah
satu faktor saja berada dalam keadaan yang terganggu (tidak optimal), maka
status kesehatan gigi dan mulut akan tergeser di bawah optimal.
1. Keturunan
Seseorang
yang mempunyai susunan gigi berjejal (maloklusi) ada kemungkinan bawaan dari
orang tuanya.Hasil studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
karies gigi memperlihatkan orang-orang yang memiliki gigi yang berjejal lebih
mudah terkena karies
karena dengan gigi berjejal sisa makanan mudah menempel di gigi dan sulit
dibersihkan.Seseorang dengan susunan gigi berjejal lebih banyak menderita
karies dari pada yang mempunyai susunan gigi baik.Selain itu, kebersihan gigi
dan mulut yang buruk akan mengakibatkan persentase
karies lebih tinggi. Faktor keturunan/genetik merupakan faktor yang mempunyai
pengaruh terkecil dari faktor penyebab karies gigi.Walaupun demikian, dari
suatu penelitian melibatkan 12 pasang orang tua dengan keadaan gigi baik,
ternyata anak-anak dari pasangan orang tua tersebut sebagian besar memiliki
gigi baik. Sedangkan penelitian yang melibatkan 46 pasang orang tua dengan
persentase karies yang tinggi, didapat hanya 1 pasang yang memiliki anak dengan
gigi baik, 5 pasang dengan persentase karies sedang dan 40 (empat puluh) pasang
dengan persentase karies tinggi (Suwelo,
1992).
2. Lingkungan
Beberapa
faktor lingkungan yang paling penting pengaruhnya terhadap terjadinya karies
antara lain air yang diminum, kultur sosial ekonomi penduduk. Penghasilan dan
pendidikan penduduk yang tinggi akan mempengaruhi diet kebiasaan merawat gigi
sehingga prevalensi karies gigi rendah.
a.
Kadar fluor Air minum
Pada
daerah dengan kandungan fluor yang cukup dalam air minum (0,7 ppm sampai 1 ppm)
prevalensi karies rendah. Bila fluor diberikan sejak dini dengan kombinasi
berbagai cara (dalam air minum dan makanan), maka email akan banyak menyerap
fluor sehingga akan memberikan efek besar terhadap pencegahan karies (Suwelo,
1992). Kandungan flour selain terdapat di air tanah juga terdapteetat di
sayur-sayuran, buah-buahan, minuman, ikan, daging dan lain-lain.
Foo
dan chong (1975) menyatakan bahwa makanan yang mengandung flour tinggi adalah
ikan teri dan sawi, fong juga mengungkapkan adanya penurunan jumlah karies
sampai 60-70%. Setelah 10 tahun pemberian flour 1ppm kedalam air minum, tetapi
bila air minum mengandung lebih besar dari 1 ppm maka akan terjadi mottleed
teeth yang menyebabkan kerusakan email berupa bintik- bintik hitam (Wales,
2005).
b.
Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu proses belajar pada individu, kelompok atau
masyarakat dari yang tidak tahu manjadi tahu dengan harapan bahwa adanya
pendidikan tersebut individu, kelompok, atau masyarakat dapat memperoleh
pengetahuan yang lebih baik dan pengetahuan tersebut diharapkan dapat
berpengaruh terhadap perubahan perilakunnya (Notoadmojdo, 2003)
Mengubah perilaku individu bukanlah hal yang mudah, namun dalam hal ini
dibutuhkan keterampilan khusus sebab perubahan tingkah laku individu selalu
melibatkan perubahan mental. Perubahan itu sendiri dapat terjadi secara alamiah
yaitu karena lingkungan atau masyarakat sekitarnya. Namun ada pula perubahan
yang terjadi secara terencana dan dilaksanakan secara sistematis, yaitu yang
dikenal sebagai perubahan melalui pendidikan (Herijulianti dkk, 2001).
Menurut Noor (1972 cit Ahmadi, 2001) tujuan pendidikan kesehatan gigi
adalah:
1.
Meningkatkan pengertian
dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi dan
mulut.
2.
Menghilangkan atau
paling sedikit mengurangi penyakit gigi dan mulut serta gangguan lainnya pada
gigi dan mulut.
c.
Jenis pekerjaan
Jenis pekerjaan dapat
berperan didalam timbulnya penyakit melalui faktor- faktor yang langsung dapat
menimbulkan kesakitan terutama pada benda- benda fisik yang dapat menimbulkan
penyakit dan sebagainya (Notoadmodja, 2003).
d.
Penghasilan
Penilaian antara hubungan tingkat penghasilan dengan pemamfaatan pelayanan
kesehatan maupun pendegahan sering dilakukan. Seseorang kurang mememfaatkan
pelayanan yang ada mungkin tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat,
membayar transpor dan sebagainya.
Tingkat
sosial ditentukan oleh unsur-unsur pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan
tempat tinggal. Karena hal ini dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan
termasuk pemeliharaan kesehatan, maka tidaklah mengherankan apabila melihat
perbedaan-perbedaan dalam angka kesakitan atau kematian antara berbagai kelas
sosial (Notoadmodjo, 1996)
Penghasilan
dengan prevalensi karies mempunyai hubungan yang sangat erat, faktor yang
mempengaruhi perbedaan ini adalah pendidikan dengan penghasilan baik akan lebih
memperhatikan kesehatan keluarga termasuk kesehatan giginya (Suwelo,1992)
3. Perilaku
a.
Pengertian Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku adalah hasil
hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon) dan respons. Jadi
perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu
sendiri.Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang
(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim
pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan.
Mengubah sikap
dan perilaku seseorang harus disadari motivasi tertentu, sehingga yang
bersangkutan ingin melakukan suka rela. Seseorang yang belum mengetahui cara
dan kegunaan perawatan gigi yang benar sehingga banyak orang yang belum
melakukan perawatan gigi (Haditomo, 1985), Terhadap kesehatan gigi dan mulut.
Respon atau reaksi manusia baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan
sikap) maupun yang bersifat aktif (tindakan yang nyata/ praktek). Sedangkan
stimulus atau penyakit sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan yang
mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut.
Skiner (1938)
dengan demikian secara lebih terperinci perilaku terhadap kesehatan gigi dan
mulut ini mencakup:
1.
Perilaku seseorang
terhadap sakit dan penyakit gigi, yaitu bagaiman manusia berespon, baik secara
pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi) penyakit dan rasa sakit gigi yang
ada dirinya, maupun yang aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan
penyakit dan sakit gigi tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit gigi
dengan sendirinya sesuai dengan tingkatan tingkatan pencegahan gigi, yakni:
a). Perilaku sehubungan
dengan peningkatan dan pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut (health promotif behavior), misalnya makan makanan
yang mengandung flour. ketaatan dalam menghindari makanan dan minuman yang
mengandung gula dan mengkonsumsi makanan yang mengandung flour akan memberi dampak
prevalensi karies gigi rendah (Mc Donal etal, 1981). pengertian tentang
kesehatan gigi di masyarakat belum merata, artinya masyarakat belum mengetahui
pemamfaatan perawatan gigi atau belum mempunyai motivasi untuk pergi ke dokter
gigi (Rahaju, 1985). penyuluhan kesehatan gigi terhadap masyarakat disertai
pemberian flour ternyata dapat menurunkan karies dan indek debris.
b).
Perilaku pencegahan terhadap penyakit gigi dan mulut (health preventif
behavior) adalah respon untuk melakukan pencegahan penyakit gigi dan mulut,
misalnya melakukan sikat gigi minimal dua kali sehari, pagi sehabis makan dan
malam sebelum tidur, termasuk juga perilaku tidak memakai sikat gigi secara
bergantian dalam satu keluarga.
c).
Perilaku masyarakat sehubungan dengan pencarian pengobatan penyakit gigi dan
mulut (health seeking behavior), yaitu perilaku masyarakat untuk melakukan atau
mencari pengobatan, misalnya usaha- usaha mengobati sendiri bila sakit gigi,
atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas,
dokter gigi praktek), maupan fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe dan
sebagainya.
d). Perilaku sehubungan
dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior) yaitu perilaku yang
berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan gigi dan mulut setelah
sembuh dari sakit gigi. misalnya melakukan penambalan gigi yang sudah sakit.
2.
perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan gigi dan mulut, adalah respon
masyarakat terhadap sistem pelayanan kesehatan baik system pelayanan gigi dan
mulut modern maupun tradisional. perilaku ini menyangkut respon terhadap
fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan gigi dan mulut,
obat-obatan, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan
fasilitas , petugas dan obat-obatan.
3. perilaku terhadap
lingkungan kesehatan (environmental health behavior) adalah respon masyarakat
terhadap lingkungan yang mendukung kesehatan gigi dan mulut.
perilaku ini
antara lain mencakup:
a). perilaku sehubungan dengan
mengkonsumsi air yang mengandung flour
b). perilaku sehubungan dengan
pemeliharaan sikat gigi, tehnik dan penggunaannya di dalam suatu keluarga.
Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli dan untuk kepentingan
pengukuran hasil pendidikan, perilaku diukur dari 3 domain yaitu:
1)
Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yaitu : indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga.
Sebelum orang mengadopsi perilaku baru,
didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
a)
Awareness (kesadaran),
dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap
stimulus (objek).
b)
Interest (merasa
tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut, disini sikap subjek sudah
mulai timbul.
c)
Evaluation
(menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d) Trial,
dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
e)
Adaption, dimana subjek
telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya
terhadap stimulus.
Pengetahuan yang dicakup didalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni:
1.
Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu
materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat
ini adalah mengingat bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Oleh sebab itu tahu ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan
sebagainya.
2.
Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu
kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap
objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya.
3.
Aplikasi (Application)
Aplikasi dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks
atau situasi yang lain.
4.
Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk
menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih
didalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama
lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja:
dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan
sebagainya.
5.
Sintesis (Synthesis)
Sintesis
menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian
didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6.
Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi
ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi
atau objek.Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan
sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2)
Sikap (Attitude)
Sikap adalah reaksi atau respons
seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau objek. Sikap itu mempunyai
3 komponen pokok, yakni:
a)
Kepercayaan
(keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
b)
Kehidupan emosional
atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
c)
Kecenderungan untuk
bertindak (trend to behave).
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap
ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:
a)
Menerima (Receiving)
Menerima
diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan
(objek).
b)
Merespons (Responding)
Memberikan
jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah
suatu indikasi dari sikap.
c)
Menghargai (Valuing)
Mengajak
orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap
suatu masalah-masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d) Bertangung
jawab (Responsible)
Bertanggung
jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah
merupakan sikap yang paling tinggi.
3)
Praktek atau Tindakan (Practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud
dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga
diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain.
Tingkat-tingkat praktek atau tindakan
adalah sebagai berikut:
a)
Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih
berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah praktek
tingkat pertama.
b)
Respon Terpimpin (Guided Respons)
Dapat melakukan sesuatu
sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan
contoh adalah praktek tingkat dua.
c)
Mekanisme (Mecanism)
Apabila seseorang telah
dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah
merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.
d)
Adaptasi (Adaptation)
Adaptasi adalah suatu
praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu
sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.
4. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut
adalah salah satu pelayanan kesehatan dasar di puskesmas yang harus
ditingkatkan mutunya dengan melaksanakan pelayanan yang sesuai dengan standard
yang ada. Pelayanan kesehatan gigi mencakup beberapa program, baik di dalam
gedung maupun di luar gedung. Secara umum pelayanan kesehatan masyarakat
(Puskesmas) adalah merupakan sub sistem pelayanan kesehatan khususnya kesehatan
gigi dan mulut,yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan
promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Meskipun demikian,
tidak berarti bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan
kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif pemulihan terbatas. Diharapkan Puskesmas
memberikan pelayanan terhadap kesehatan gigi dan mulut tidak menimbulkan kesan
menyakitkan atau sakit dengan menerapkan teknologi terkini dan harga terjangkau
oleh masyarakat. Oleh karena ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat
bidang kesehatan gigi dan mulut menyangkut kepentingan masyarakat banyak, maka
peranan pemerintah mempunyai porsi yang besar. Namun demikian karena
keterbatasan sumber daya pemerintah, maka potensi masyarakat perlu digali atau
diikutsertakan dalam pelayanan kesehatan gigi (Depkes RI, 2000).
Salah satu jenis pelayanan kesehatan
yang penting adalah pelayanan kesehatan gigi, di Indonesia pemerintah masih
memegang peranan penting utama dalam pemberian pelayanan kesehatan dasar.
Pelayanan tersebut disediakan bagi masyarakat di puskesmas-puskesmas yang
berbentuk poliklinik gigi tersebut adalah para dokter gigi. Sebagai health
provider di sarana-sarana pelayanan kesehatan gigi tersebut adalah para dokter
dan juga perawat gigi (Dahlan, 2008).
Penyelenggara upaya kesehatan gigi di
poliklinik gigi puskesmas merupakan upaya kesehatan yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, merata dan pemulihan yang ditujukan pada semua golongan,
umur maupun jenis kelamin (Herijulianti, 2002).
Menurut (Herijulianti, 2002), pelayanan
kesehatan di poli gigi dapat digolongkan dalam beberapa tingkat, yaitu:
a.
Meningkatkan kesadaran
sikap dan perilaku masyarakat dalam kemampuan pelihara diri dalam bidang
kesehatan gigi dan mulut serta mampu mencapai pengobatan sedini mungkin dengan
jalan memberikan pengertian masyarakat tentang pentingnya pemeliharaan kesehatan
gigi dan mulut.
b.
Menurunkan prevalensi
penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita oleh masyarakat (karies dan
periodontal) dengan upaya perlindungan khusus tanpa mengabaikan upaya
penyembuhan dan pemulihan terutama pada kelompok yang rentan terhadap karies.
c.
Terhindar dan kurangnya
gangguan fungsi kunyah akibat kerusakan gigi.
Menurut Azwar (1996), sekalipun
pelayanan kesehatan kedokteran berbeda dengan pelayanan kesehatan masyarakat,
namun untuk dapat disebut sebagai suatu pelayanan kesehatan dengan baik,
keduanya harus memiliki berbagai persyaratan pokok. Syarat pokok yang dimaksud
adalah:
a.
Tersedia dan
berkesinambungan
Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan
yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat
serta bersifat berkesinambungan, artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan oleh masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.
b.
Dapat diterima dan
wajar
Syarat
pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah yang dapat diterima oleh
masyarakat serta bersifat wajar, artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak
bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.
c.
Mudah dicapai
Syarat
pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai
masyarakat.Pengertian ketercapaian yang dimaksudkan disini terutama dari sudut
lokasi.Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik,
maka pengaturan distribusi saran kesehatan menjadi sangat penting.
d.
Mudah dijangkau
Syarat
pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dijangkau oleh
masyarakat.Pengertian keterjangkauan yang dimaksudkan disini terutama dari
sudut biaya.Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat
diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan ekonomi masyarakat.
e.
Bermutu
Syarat pokok kelima pelayanan kesehatan
yang baik adalah yang bermutu. Pengertian mutu yang dimaksudkan disini adalah
yang menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan, yang di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa
pelayanan, dan di pihak lain tata cara penyelenggaranya sesuai dengan kode etik
serta standar yang telah ditetapkan.
C. Tindakan Pemeliharaan
Kesehatan Gigi dan Mulut
1. Pencegahan Karies
a.
Hilangkan Plak Bakteri
Secara teoritis permukaan gigi yang bebas plak tidak akan menjadi karies.
Tetapi penghilangan total plak secara teratur bukanlah pekerjaan mudah.
Untungnya tidak semua kuman dalam plak mampu meragikan gula sehingga tidaklah
mustahil untuk mencegah karies dengan jalan mengurangi kuman yang kariogeniknya
(Edwina, 1991).
Karena karies timbul pada tempat dimana ada plak, maka penyikatan gigi yang
benar dibantu oleh pembersihan interdental dengan benang gigi merupakan cara
pencegahan yang baik. Oleh sebab itu, menghilangkan plak merupakan pekerjaan
yang merepotkan dan sangat menyita waktu sehingga hampir tidak seorangpun yang
berhasil melakukannya dengan baik (Schuurs, 1992).
Menyikat gigi pada malam hari sangat penting dan juga banyak
dilupakan, karena sisa-sisa makanan yang
dikunyah pada siang hari berkumpul, terselip disela-sela gigi dan siap
dihancurkan oleh bakteri. Pada malam hari air ludah yang keluar sedikit oleh
sebab itu makanan jadi menempel. Maka sikatlah gigi dua kali sehari dan juga
lakukan pemijatan ringan pada gusi dan berkumurlah dengan air tawar). Dan
jangan lupa periksalah gigi ke dokter gigi selama 6 bulan sekali (Srigupta, 2004).
b.
Hilangkan Substrat
Karbohidrat
Tidak perlu dilakukan menghilangkan secara total karbohidrat dari makanan
kita. Yang diperlukan hanyalah mengurangi frekuensi konsumsi gula dan
membatasinya pada saat makan saja. Hal ini dianggap cara pencegahan yang paling
efektif (Edwina, 1991).
c.
Tingkatkan
ketahanan gigi
Email dan dentin yang terbuka dapat dibuat lebih resisten terhadap karies
dengan memaparkannya terhadap fluor secara tepat. Pit dan fisur yang dalam
dapat dikurangi kerentanannya dengan menutupnya memakai resin (Edwina, 1991).
d.
Obat kumur
Klorheksidin adalah bahan yang dapat mengatasi plak secara efektif.
Berkumur dua kali sehari dengan larutan 0,2% klorheksidin dapat sangat
mereduksi kenaikan karies. Pengaruh antibakterial berlangsung beberapa jam,
karena terjadi ikatan, kemungkinan pada selaput lendir mulut, mungkin juga pada
pelikel diikuti oleh pelepasan yang lambat. Beberapa penderita mengeluh tentang
rasanya yang pahit, kehilangan rasa dan hampir semua mengeluh tentang menjadi
hitamnya gigi geligi (Schuurs, 1992).
2.
Perawatan
Karies
Pada dasarnya, terjadi lubang gigi dapat dihentikan melalui perawatan.
Seperti halnya karies dini dapat dihentikan menggunakan laser. Sedangkan karies
gigi kecil perlu dideteksi dengan alat dan rontgen gigi. Dan karies gigi besar
yang terlihat mata, dapat dilakukan perawatan dengan alat secara langsung.
Jenis perawatan pun dapat dilakukan secara bervariasi, tergantung tahap
kerusakan yang terjadi. Jika lubang gigi mencapai email dan dentin, maka
dilakukan penambalan. Sedangkan struktur gigi yang rusak dibuang dengan
pengeboran, dan setelah lubang bersih kemudian dimasukkan bahan penambal.
Lubang yang dangkal tapi besar dapat dirawat dengan inlayonlay (logam tuang yang dipasang permanen untuk merestorasi
kerusakan gigi yang luas). Namun, bila kerusakan telah mencapai pulpa, perlu
dilakukan perawatan saluran akar (terapi endodontik).
Tahap perawatan saluran akar yaitu mengangkat sel saraf yang telah
terinfeksi dan membersihkan salurannya dan mengisinya dengan bahan pengisi
saluran akar. Tindakan ini kemudian dilanjutkan dengan pembuatan restorasi pada
bagian mahkota sesuai besar kerusakan yang terjadi. Pembuatan mahkota tiruan (jacket crown) yaitu, gigi tiruan
permanen yang berfungsi merestorasi struktur gigi yang rusak dengan membungkus
gigi tersebut, dapat dilakukan jika kerusakan cukup besar yang meliputi
sebagian besar permukaan gigi.
Pada intinya, jika struktur gigi sehat yang tersisa setelah pengeboran
tidak cukup, bahan tambal tidak dapat bertahan melekat pada gigi. Pencabutan
gigi adalah tindakan terakhir apabila kerusakan yang terjadi terlalu besar dan
struktur gigi yang tersisa tidak dapat direstorasi lagi.
Beberapa metode baru untuk mengurangi rasa sakit saat pengeboran gigi, kini
telah dikembangkan, laser adalah salah satunya, atau menggunakan anastesi (bius
lokal) atau juga obat-obatan lainnya terkadang dibutuhkan untuk mengurangi rasa
sakit selama pengeboran. Pada rasa sakit yang timbul karena rasa takut pada
perawatan gigi, anastesi dengan gas nitro oksida kadang dibutuhkan (Pratiwi,
2007).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis
Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu untuk mengetahui kejadian karies gigi ditinjau dari faktor
luar penyebab
terjadinya karies pada Ibu di
Desa Beureuleung kecamatan Grong-Grong Kabupaten Pidie tahun
2012.
B. Tempat dan
Waktu Penelitian
1.
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Beureuleung
Kecamatan Grong-Grong Kabupaten Pidie Tahun 2012.
2.
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November tahun 2012.
C. Populasi dan
Sampel
1.
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Ibu Masyarakat Desa Beureuleung Kecamatan Grong-Grong dengan jumlah populasi 124 orang.
2.
Sampel
Sampel dalam penelitian ini menggunakan Accidental Sampling yaitu
berdasarkan kasus yang kebetulan ada yang
berjumlah 79
orang.
D. Instrumen
Penelitian
Kuesioner,
digunakan untuk mengetahui sejauh mana perilaku ibu
tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.
E. Teknik
Pengumpulan Data
1.
Data Primer
Data ini diperoleh langsung dengan mewawancarai responden
melalui kuesioner dan pemeriksaan kebersihan gigi dan mulut ibu di desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong Kabupaten Pidie
tahun 2012
2.
Data Sekunder
Data ini diperoleh dari data
masyarakat Desa Beureuleung
Kecamatan Grong-grong dan data Puskesmas Grong-grong Tahun
2011.
F. Pengolahan dan
Analisa Data
Setelah mengumpulkan data melalui kuesioner dan
pemeriksaan, dilakukan pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Editing
Dimaksudkan untuk memperoleh data yang didapat, kemudian mengolahnya
dengan baik sehingga menghasilkan informasi yang benar, kegiatan yang dilakukan
berupa mengkoreksi kesalahan-kesalahan dalam pengisian dan pengambilan data.
2.
Coding
Usaha yang dilakukan yaitu memberi kode jawaban dengan
angka atau kode tertentu, sehingga lebih mudah dan sederhana.
3.
Tabulating
Data yang diperoleh dikelompokkan dan ditampilkan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi, sedangkan hasil observasi langsung berbentuk
data kuantitatif yang nantinya akan dianalisa, kemudian disajikan dalam tabel
distribusi frekuensi.
4.
Analisa
Data
Dilakukan dengan metode deskriptif untuk masing-masing variabel penelitian dengan menggunakan frekuensi distribusi berdasarkan persentase dari masing-masing variabel.
G. Penyajian Data
Dari hasil penelitian tiap-tiap variabel dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan pada tanggal 27 November s/d 30 November 2012 yang
dilakukan pada ibu di desa Beureuleung kecamatan grong-grong kabupaten pidie
dengan jumlah sampel 79 responden. Hasil penelitian diperoleh sebagai berikut:
1.
Data
Umum
a.
Data Demografi
Desa
Beurueleung mempunyai 3 dusun yaitu, Dusun Baroh, Dusun Teungoh Dan Dusun
Teunong. dengan jumlah penduduk sebesar 853 jiwa, jumlah laki-laki sebanyak 379
(44%) dan perempuan sebanyak 474 (56%) dengan jumlah kartu keluarga (KK)
sebanyak 124 KK.
b.
Keadaan geografis
Batas –batas wilayah
desa Beureuleung adalah sebagai berikut:
-
Sebelah Barat
berbatasan dengan Gampong Meunasah Paya
-
Sebalah Timur
berbatasan dengan Gampong Meunasah Pangge
-
Sebelah Utara
berbatasan dengan Gampong Meunasah Teungoh
-
Sebelah Selatan berbatasan
dengan Gampong Meunasah Gle
c.
Fasilitas yang ada
didesa Beureuleung
Desa
beureuleung hanya mempunyai 1 meunasah dan 1 lapangan voli dihalaman meunasah.
Hasil
penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan jumlah sampel 79
responden yaitu ibu di desa Beureuleung Kecamatan Grong-Grong Kabupaten Pidie,
hasil diperoleh sebagai berikut:
2.
Data Khusus
Adapun hasil penelitian yang dilakukan
di desa Beureuleung Kecamatan Grong-Grong Kabupaten Pidie adalah sebagai
berikut:
1)
Hasil Status Karies
Gigi
Distribusi
frekuensi responden berdasarkan status karies gigi dapat dilihat pada tabel
berikut;
Tabel 4.1
Distribusi
Frekuensi Responden Berdasarkan Status Karies Ibu
di Desa
Beureuleung Kecamatan Grong-grong
Kabupaten Pidie
Tahun 2012
No
|
Kategori
|
Frekuensi
|
%
|
1
|
Sangat
rendah (0,0-1,1)
|
5
|
6,33
|
2
|
Rendah
(1,2-2,6)
|
7
|
8,86
|
3
|
Sedang
(2,7-4,4)
|
13
|
16,46
|
4
|
Tinggi
(4,5-6,5)
|
43
|
54,43
|
5
|
Sangat
tinggi > 6,6
|
11
|
13,92
|
Jumlah
|
79
|
100
|
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui
bahwa status karies pada ibu di desa Beureuleung status karies paling dominan
pada kategori Tinggi yaitu 43
responden (54,43%).
2).
Faktor Luar
a.
Keturunan
Distribusi
frekuensi responden berdasarkan faktor keturunan dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 4.2
Distribusi
Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Keturunan Ibu
di Desa
Beureuleung Kecamatan Grong-grong
Kabupaten Pidie
Tahun 2012
No
|
Pertanyaan
|
Jawaban
|
F
|
%
|
1
|
Ayah
anda mempunyai susunan gigi yang berjejal/berlapis
|
a.
Ya
b.
Tidak
|
0
79
|
0
100
|
2
|
Ibu
anda mempunyai susunan gigi berjejal/berlapis
|
a.
Ya
b.
Tidak
|
63
16
|
79,75
20,25
|
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat
bahwa responden yang mempunyai susunan gigi yang berjejal dan ibunya juga yang
mempunyai susunan gigi berjejal yaitu 63
responden (79,75%).
b. Lingkungan.
1. Air yang diminum
Distribusi frekuensi
responden berdasarkan kadar air yang dikonsumsi dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 4.3
Distribusi
Responden Berdasarkan Air Yang Dikonsumsi Ibu Di Desa Beureuleung Kecamatan
Grong-Grong
Kabupaten
Pidie Tahun 2012
No
|
Pertanyaan
|
Jawaban
|
F
|
%
|
1.
|
Air yang anda gunakan untuk dikonsumsi
|
a.
Air Sumur
b.
Air PDAM
c.
Air Hujan
|
79
-
-
|
100
-
-
|
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat
bahwa semua responden (100%) menggunakan air sumur untuk dikonsumsi.
2. Pendidikan
Distribusi
frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel
4.4
Distribusi
Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu
di desa Beureuleung Kecamatan Grong-grong
Kabupaten
Pidie Tahun 2012
No
|
Kategori
|
Frekuensi
|
%
|
1
|
SD
|
47
|
59,5
|
2
|
SMP
|
19
|
24
|
3
|
SMA
|
11
|
14
|
4
|
Sarjana/Diploma
|
2
|
2,5
|
Jumlah
|
79
|
100
|
Berdasarkan
tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa pendidikan ibu didesa Beureuleung yang
paling dominan adalah ibu dengan pendidikan rendah (SD) yaitu sebanyak 47 responden
(59,5%).
3. Pekerjaan
Distribusi frekuensi
responden berdasarkan tingkat pekerjaan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5
Distribusi
Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu
di Desa
Beureuleung Kecamatan Grong-grong
Kabupaten Pidie
Tahun 2012
No
|
Kategori
|
Frekuensi
|
%
|
1
|
Petani
|
50
|
63,3
|
2
|
Swasta
|
5
|
6.32
|
3
|
Ibu Rumah Tangga
|
23
|
29,11
|
4
|
PNS
|
1
|
1,27
|
Jumlah
|
79
|
100
|
Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat
dilihat bahwa pekerjaan ibu didesa beureuleung yang paling dominan adalah ibu
dengan pekerjaan sebagai petani sebanyak 50 responden (63,3%).
4. Penghasilan
Distribusi frekuensi responden
berdasarkan Tingkat penghasilan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.6
Distribusi
Frekuensi Responden Berdasarkan penghasilan Ibu di Desa Beureuleung Kecamatan
Grong-grong
Kabupaten Pidie
Tahun 2012
No
|
Pertanyaan
|
Jawaban
|
F
|
%
|
1
|
Penghasilan keluarga anda selama ini.
|
a.
< Rp. 1000000
b.
Rp 1000000 – Rp 3000000
c.
> Rp 3000000
|
55
21
3
|
69,62
26,58
3,8
|
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat
bahwa 55 responden (69,62%) berpenghasilan < Rp 1000.000.
c. Perilaku
Distribusi frekuensi responden
berdasarkan faktor perilaku dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.7
Distribusi
Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Perilaku Ibu di Desa Beureuleung
Kecamatan Grong-grong
Kabupaten Pidie
Tahun 2012
No
|
Pertanyaan
|
Jawaban
|
Frekuensi
|
%
|
|||
1
|
Penyakit
lubang gigi adalah...
|
a. Rusaknya
jaringan gigi yang mengenai permukaan gigi
b. Gusi
sakit dan bengkak
c. Gigi
tidak bisa dipergunakan lagi
|
21
49
9
|
26,58
62,02
11,4
|
|||
2
|
lubang
gigi dapat terjadi....
|
a.
Anak-anak
b.
Semua umur
c.
Orang dewasa saja
|
18
51
10
|
22,8
64,55
12,65
|
|||
3
|
Sebaiknya dalam setahun memeriksakan kesehatan gigi....
|
a.
2 kali setahun atau 6 bulan sekali
b.
1 kali setahun
c.
Ketika sakit saja
|
7
9
63
|
8,86
11,4
79,74
|
|||
4
|
Untuk
menjaga kesehatan gigi dan mulut, kita perlu memeriksakan ke puskesmas/dokter
6 bulan sekali....
|
a.
Setuju
b.Tidak
Setuju
c.
Kurang Setuju
|
8
66
5
|
10,12
83,55
6,33
|
|||
5
|
Makanan
yang baik untuk kesehatan gigi dan mulut adalah makanan yang berserat dan
banyak mengandung air...
|
a.
Setuju
b. Tidak
Setuju
c.
Kurang Setuju
|
63
9
7
|
79,74
11,4
8,86
|
|||
6
|
Apabila
sudah ada kelainan dalam mulut, kita harus memeriksakan ketempat pelayanan
kesehatan gigi...
|
a.
Setuju
b. Tidak
Setuju
c.
Kurang Setuju
|
67
5
7
|
84,81
6,33
8,86
|
|||
7
|
Waktu
anda menggosok gigi...
|
a.
Pagi sesudah makan dan malam sebelum
tidur
b.
Waktu mandi saja
c.
Setiap berpergian saja
|
11
65
3
|
13,9
82,3
3,8
|
|||
8
|
Bila
sakit gigi Anda berobat ..
|
a.
Puskesmas/Pustu
b.
Perawat umum/mantri
c.
Alternatif (paranormal dan dukun).
|
53
9
17
|
67,1
11,4
21,5
|
|||
9
|
Anda
periksa gigi menunggu saat sakit saja?
|
a.
Ya
b.
Tidak
|
79
0
|
100
0
|
|||
10
|
Dalam
melakukan perawatan gigi, Anda diharuskan kembali lagi dalam waktu 3 hari?
|
a.
Tidak datang dikarenakan tidak sakit
lagi
b.
Datang jika gratis
c.
Datang kembali
|
19
7
53
|
24,04
8,86
67,1
|
|||
Berdasarkan tabel 4.7 diatas dapat
dilihat bahwa yang memeriksakan gigi dalam setahun ketika sakit saja sebanyak
63 responden (79,74%) dan sebanyak 66 responden (83,55%) tidak setuju untuk
memeriksakan gigi ke puskesmas/dokter gigi 6 bulan sekali sedangkan menggosok
gigi waktu mandi saja sebanyak 65 responden (82,3%).
d. Pelayanan Kesehatan
Distribusi
frekuensi responden berdasarkan faktor pelayanan kesehatan dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel
4.8
Distribusi
Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Pelayanan Kesehatan Ibu di Desa
Beureuleung Kecamatan Grong-grong
Kabupaten Pidie
Tahun 2012
No
|
Pertanyaan
|
Jawaban
|
Frekuensi
|
%
|
1
|
Di lingkungan
tempat tinggal anda terdapat sarana pelayanan kesehatan?
|
a.
Ya
b.
Tidak
|
79
0
|
100
0
|
2
|
Anda bisa mendapatkan tempat pelayanan kesehatan
gigi dan mulut?
|
a.
Puskesmas/Pustu
b.
Perawat umum/mantri
c.
Alternatif (Tukang gigi, paranormal
dan dukun)
|
51
10
18
|
64,55
12,65
22,8
|
3
|
Ada
hambatan dari rumah Anda ketempat pelayanan kesehatan?
|
a.
Ya
b.
Tidak
|
11
68
|
14
86
|
4
|
Biaya
yang harus Anda
bayarkan, sudah terjangkau.
|
a.
Ya
b.
Tidak
|
69
10
|
87,35
12,65
|
5
|
Anda mendapatkan
penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut?
|
a.
Ya
b.
Tidak
|
0
79
|
0
100
|
Berdasarkan
tabel 4.8 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden tidak mendapatkan
penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut sebanyak 79 responden (100%).
B.
Pembahasan
Berdasarkan hasil studi kasus yang telah
dilakukan terhadap 79 responden pada ibu di Desa Beureuleung Kecamatan
Grong-grong Kabupaten Pidie Tahun 2012 didapatkan faktor – faktor luar yang dapat menyebabkan karies.
1. Kejadian Karies Gigi Ditinjau
dari Faktor Keturunan
Menurut Hendrik L. Blum (1974, cit Notoadmodjo, 2003) karies gigi
disebabkan oleh berbagai faktor luar, pertama faktor keturunan. Keturunan
merupakan faktor penyebab terjadinya karies , pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa
reponden yang menjawab mempunyai susunan gigi berjejal/berlapis yang
dipengaruhi dari susunan gigi berjejal/berlapis ibunya sebanyak 63 responden
(79,75%). Menurut penulis dari data tersebut dapat diketahui bahwa responden
yang mempunyai gigi berjejal ternyata berasal dari keturunan, sehingga
penderita keturunan gigi berjejal turut ikut menjadi pemicu terjadinya karies
pada seseorang, karena individu yang mempunyai gigi berjejal, daerah tersebut
sulit dibersihkan sehingga akan lebih mudah terkena karies. Hal ini sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Muhler, (1954); Scharrnschula, (1972); Bandlish,
(1984); Uchimura, (1984). Semua menyimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai
gigi yang berjejal lebih banyak menderita karies daripada yang mempunyai
susunan gigi yang baik (Suwelo, 1992).
Gangguan-gangguan dini yang timbul pada
proses pertumbuhan disebabkan oleh tidak adanya tanda dari pihak gen pada waktu
yang tepat dan ketidakmampuan sel-sel yang bersangkutan untuk bereaksi secara
benar, oleh sebab itu pertumbuhan benih gigi dapat juga berhenti (Antini,
2001).
2. Kejadian Karies Gigi
Ditinjau dari Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga dapat menyebabkan
karies pada seseorang mulai dari lingkungan fisik (air yang diminum),
pendidikan, pekerjaan dan sosial ekonomi (penghasilan).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan ibu sebagian besar yaitu Sekolah Dasar (SD) sebanyak 47
responden (59,5%), pendidikan merupakan peran penting dalam proses tumbuh
kembang seluruh kemampuan dan perilaku manusia. Makin tinggi pendidikan
seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan
yang dimiliki atau sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
Pengetahuan yang cukup dan memadai diharapkan akan terbentuk sikap yang
tercermin dalam bentuk tindakan, meskipun terkadang ada juga kecendrungan orang
yang memperlihatkan sikap dan tindakan yang berlawanan dengan pengetahuannya
(Kuncoroningrat 1997).
Penghasilan juga dapat mempengaruhi
terjadinya karies dimana hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar
dari responden mempunyai penghasilan Rata- rata perbulan < Rp 1.000.000.
penulis berasumsi bahwa ibu yang mempunyai pekerjaan sebagai petani cenderung
mempunyai penghasilan yang kurang sehingga untuk mendapatkan perawatan bagi
dirinya kurang diperhatikan. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Houwick, B
(1993) bahwa keadaan sosial ekonomi yang rendah sangat berhubungan dengan
tingginya karies, responden yang berpenghasilan sedang kurang dapat mencukupi
kebutuhan hidupnya apalagi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik.
Tingkat penghasilan responden sangat berhubungan dengan pemamfaatan pelayanan
kesehatan maupun pencegahan penyakit. Seseorang kurang memamfaatkan pelayanan
kesehatan yang ada karena kurang mempunyai cukup uang untuk membeli obat,
membayar transpor, dan sebagainya.
3. Kejadian Karies Gigi
Ditinjau dari Faktor Perilaku
Faktor
yang dapat menyebabkan karies gigi terhadap responden pada ibu di Desa Beureuleung adalah
faktor perilaku yang ditinjau dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Berdasarkan
tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa yang memeriksakan gigi dalam setahun
ketika sakit saja sebanyak 63 responden (79,74%) dan sebanyak 66 responden
(83,55%) tidak setuju untuk memeriksakan gigi ke puskesmas/dokter gigi 6 bulan
sekali sedangkan menggosok gigi waktu mandi saja sebanyak 65 responden (82,3%).
Notoatmodjo (2003) cit
Fankari
(2004), menjelaskan bahwa penyebab timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut
pada masyarakat salah satunya adalah faktor perilaku atau sikap mengabaikan
kebersihan gigi dan mulut. Menurut penulis
pengetahuan sangat berkaitan dengan pengalaman dan informasi yang diterima,
terutama tentang penyakit karies, pengetahuan yang tinggi merupakan hasil tahu
dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu atau indera penglihatan dan pendengaran (Notoatmodjo, 2003).
Kepercayaan seseorang
terhadap kerentanan dirinya dari suatu penyakit dan potensi penyakit, akan
menjadi dasar seseorang melakukan tindakan pencegahan atau pengobatan terhadap
penyakit tersebut. Menurut Rosenstock (1982 cit.
Lilik, 2004), faktor-faktor yang mempengaruhi suatu tindakan, yaitu : 1). Perceived susceptibility, yaitu persepsi
individu tentang kemungkinannya terkena suatu penyakit; 2). Perceived seriousness, yaitu persepsi individu tentang beratnya
penyakit tersebut yaitu risiko penyakit; 3).
Perceived benefits, yaitu persepsi seseorang terhadap keuntungan yang
diperoleh dalam bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakit; 4). Perceived barriers, persepsi
seseorang terhadap hambatan-hambatan dalam bertindak untuk mengobati atau
mencegah penyakit.
4. Kejadian Karies Gigi
Ditinjau dari Faktor Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan faktor
terpenting dalam menentukan kesehatan seseorang khususnya kesehatan gigi.
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden tidak
mendapatkan penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut sebanyak responden
(100%) ternyata pelayanan kesehatan yang berupa penyuluhan masih sangat kurang
di Desa Beureuleung karena tidak ada kader atau petugas kesehatan yang memberi
penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut. Padahal penyuluhan kepada
masyarakat sangatlah penting terutama masalah kesehatan khususnya kesehatan
gigi dan mulut, karena dengan adanya diberikan penyuluhan kepada masyarakat
mengenai pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut, masyarakat dapat menambah
informasi dan pengetahuan serta bisa menumbuhkan kesadaran pada masyarakat
mengenai pentingnya menjaga kesehatan khususnya kesehatan gigi dan mulut
(Azwar, 1998).
Pelayanan kesehatan merupakan upaya yang
diselenggarakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah
(preventif), menyembuhkan penyakit (kuratif) dan memulihkan kesehatan
perorangan (rehabilitatif), keluarga, kelompok, dan masyarakat (Depkes, 1992).
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil penelitian tentang kejadian karies
gigi ditinjau dari faktor luar penyebab karies pada Ibu di desa Beureuleung
Kecamatan Grong-grong Kabupaten Pidie Tahun
2012, dapat disimpulkan bahwa yang paling dominan yaitu :
1.
Faktor Perilaku
dimana didapatkan bahwa yang memeriksakan gigi
dalam setahun ketika sakit saja sebanyak 63 responden (79,74%) dan sebanyak 66
responden (83,55%) tidak setuju untuk memeriksakan gigi ke puskesmas/dokter
gigi 6 bulan sekali sedangkan menggosok gigi waktu mandi saja sebanyak 65
responden (82,3%).
2. Faktor lingkungan juga berkaitan dengan Karies, pendidikan
ibu didesa Beureuleung yang paling dominan adalah ibu dengan pendidikan rendah
(SD) yaitu sebanyak 47 responden (59,5%).
3.
Dari 79 responden (100%) yang diteliti tidak mendapatkan penyuluhan tentang kesehatan gigi
dan mulut.
B.
Saran
1.
Bagi Responden
a.
Kepada ibu
diharapkan lebih memperhatikan kebersihan gigi dan mulut serta memeriksa gigi 2
kali dalam setahun ke dokter gigi atau puskesmas agar dapat mencegah terjadinya
karies dan menyikat gigi minimal 2x sehari setelah sarapan
pagi dan sebelum tidur malam untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut sehingga
tercapainya derajat kesehatan gigi dan mulut yang optimal, serta hendaknya
memperbanyak informasi untuk meningkatkan pengetahuan terutama informasi
kesehatan khususnya kesehatan gigi dan mulut untuk meningkatkan kesadaran dalam
memelihara dan menjaga kesehatan gigi dan mulut.
2.
Bagi Petugas Kesehatan
Kepada petugas kesehatan seperti dokter gigi, perawat gigi dan tenaga
kesehatan umum hendaknya lebih sering memberikan penyuluhan kesehatan dan
khususnya kesehatan gigi dalam melakukan pencegahan terjadinya karies gigi pada
masyarakat.
3.
Bagi Peneliti
Tujuan dan harapan dari
peneliti ini adalah untuk lebih melihat faktor luar penyebab karies.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 2008.
www.lifestyle,okezone.com read
2008 12/02/27/169793/27/ Gigi Kurang
bersih picu terjadinya karies. Diakses tanggal 23 Mei 2012.
Azwar,
A., 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan.
Ed. 3, Bina Rupa Aksara, Jakarta
Dahlan.,
2008. Mengembangkan Klinik Gigi yang
Efektif dan Efisien. Zaeni For Oral Health. http//www.google.co.id.
Depkes, 2000. Pedoman Upaya Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di Puskesmas. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
--------, 2009. Undang-Undang Kesehatan, Departemen
Kesehatan RI. Jakarta.
Hamsafir, Evan,
2010. Definisi Karies Gigi, (Online),
diakses tanggal 25 Mei 2011. http://www.infogigi.com/karies-akar/definisi-mengenai-karies-gigi-html.
Herijulianti,
dkk, 2001. Pendidikan Kesehatan Gigi
Keluarga, EGC. Jakarta.
Houwink, B, dkk,
1993. Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan,
UGM. Yogyakarta.
Kemenkes,
RI., 2010 , Pedoman Pelayanan Kesehatan
Anak di Sekolah Luar biasa (SLB) Bagi Petugas Kesehatan, http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2011/01/PEDOMAN-YANKES-ANAK-DI-SLB-BAGI-PETUGAS-KESEHATAN.pdf
Kidd, Edwina
A.M, dkk, 1991. Dasar-dasar Karies
Penyakit dan Penanggulangannya, EGC. Jakarta.
Kuncoroningrat,1997.http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/2005.pdf. Diakses pada
tanggal 08/08/2012.
Melur, Tetti., 2004, Hubungan Tingkat Pendidikan
dengan Karies Gigi pada Ibu-Ibu Rumah Tangga Usia 20 sampai 45 Tahun di
Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan, Skripsi. Fakultas Universitas Sumatra Utara, Medan.
Notoatmodjo,
S., 2003, Pendidikan dan Perilaku
Kesehatan , PT Asdi Mahasatya, Jakarta.
Pratiwi,
D., 2007, Gigi Sehat Merawat Gigi Sehari-hari.,
Hal : 23-24, 27-28, Gramedia, Jakarta.
Riskesdas.,
2007, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. http://kesehatan.kebumenkab.go.id/data/lapriskesdas.pdf
Schuurs.,
1992, Patologi Gigi-Geligi
Kelainan-Kelainan Jaringan Keras Gigi, Hal : 158-162, Gadjah Mada
University Press.
Srigupta,
A.A., 2004, Perawatan Gigi dan Mulut, Hal
: 2, 99, Jakarta.
Suwelo,
I.E., 1992, Karies Gigi Pada Anak Dengan
Pelbagai Faktor Etiologi, Hal: 23, EGC, Jakarta.
Wales, jimmy., 2005, Pendiri
Wikipedia .www.google.co id, 29 oktober 2012
0 komentar:
Posting Komentar